News Video

PT Hutahean Dinyatakan Pailit, Karena Tagihan Hutang Rp 746 Juta, Ranto: Ada Kejanggalan

Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Medan menyatakan PT Hutahaean pailit atau bangkrut.

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Medan menyatakan PT Hutahaean pailit atau bangkrut.

PT Hutahean dinyatakan pailit karena tagihan hutang sebesar Rp 746 juta.

Ranto Sibarani selaku kuasa hukum PT Hutahean menilai, bahwa putusan tersebut ada kejanggalan, dan telah mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

"Kami telah menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, karena kami menduga putusan Pailit terhadap PT Hutahaean adalah suatu hal yang sangat berlebihan dan terburu-buru," kata Ranto Sibarani, Minggu (16/7/2023) malam.

Putusan Pailit tersebut dibacakan pada 10 Juli 2023 lalu, yang dibacakan langsung oleh Majelis hakim yang diketuai Ulina Marbun.

Ranto juga beranggapan, bahwa dari putusan tersebut akan mencoreng sistem peradilan. Karena menurutnya, PT Hutahean saat ini berada dalam keadaan baik-baik saja dan seluruh operasional usaha berjalan dengan baik.

"Posisi keuangan dalam keadaan baik dan profit," lanjut Ranto.

Menurutnya, PT Hutahaean telah mempekerjakan lebih dari 2.000 karyawan dengan keadaan yang baik-baik saja dan tidak patut dinyatakan pailit hanya karena perkara tagihan Rp 746 juta.

"Padahal, proposal perdamaian telah kami tandatangani di hadapan Hakim Pengawas pada saat Rapat Kreditor pada tanggal 3 Juli 2023, dan turut ditandatangani oleh Kuasa Hukum seluruh Kreditor, dan turut pula ditandatangani oleh Tim Pengurus," ucapnya.

"Seharusnya Majelis hakim meminta proposal perdamaian tersebut dari Hakim Pengawas, karena masa 270 hari untuk mencapai perdamaian. Nah, kami menilai hal ini belum terpenuhi sebagaimana Pasal 228 Ayat 6 UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan,” urainya.

Atas hal tersebut, putusan Pailit terhadap PT Hutahaean, lanjut Ranto, adalah sesuatu yang sangat terburu-buru dan bertolak belakang dengan fakta yang ada.

"Kami menduga bahwa putusan Pailit tersebut dikarenakan pihak PT Hutahaean menolak membayar biaya dan jasa Tim Pengurus sebesar Rp 2,5 miliar yang rinciannya untuk biaya Tim Pengurus sebesar Rp 1 miliar dan untuk biaya jasa Tim Pengurus Rp 1,5 miliar," jelasnya

Kembali dijelaskan Ranto, bahwa dengan tagihan sebesar Rp 746 juta, sangat berlebihan jika Tim Pengurus meminta biaya sebesar Rp 2,5 miliar. 

"Kenapa jumlah biaya pengurus lebih besar daripada jumlah tagihan. Oleh karena itu, sebenarnya perkara kepailitan terhadap PT Hutahaean ini sangat janggal dan tidak berdasar," tegasnya. 

Menurutnya, pihak PT Hutahaean telah mempertanyakan biaya Pengurus sebanyak 2 kali yakni pada tanggal 17 April 2023 dan 3 Juli 2023.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved