Sumut Terkini

Terseret Dugaan Kasus Mafia Tanah di Tanjung Morawa, HKTI Kecewa Pernyataan Mahfud MD

Saat itu mereka meminta pendampingan hukum terkait permasalahan hukum tanah pertanian milik mereka yang dirampas PTPN II. 

Penulis: Indra Gunawan | Editor: Ayu Prasandi
HO
Ilustrasi Mafia Tanah 

TRIBUN-MEDAN.com,LUBUKPAKAM - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) terseret dalam kasus dugaan mafia tanah yang ada di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

HKTI diduga terseret lantaran sempat berada di garis terdepan menuntut agar lahan 464 hektare yang ada di Desa Penara Kebun Kecamatan Tanjung Morawa Deli Serdang dikembalikan ke petani.

HKTI sempat melakukan aksi demo besar-besaran salah satunya di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada awal Januari lalu. 

Belakangan kasus inipun sudah menjadi perhatian khusus dari pemerintah pusat. 

Menko Polhukam, Mahfud MD menduga ada permainan mafia dibalik kasus ini karena bisa menang di pengadilan meskipun tanah yang digugat adalah milik negara.

Selain itu juga ada diduga ada sponsor yang selama ini berada dibelakang dan menggunakan bukti palsu sehingga kasus inipun dimenangkan oleh penggarap.

Ketua HKTI Deli Serdang, Erwin Ramadani yang dikonfirmasi Tribun-medan.com tidak bersedia berkomentar banyak menanggapi pernyataan Mahfud MD.

Ia bahkan mengaku belum ada membaca berita soal pernyataan Mahfud kepada awak media.

Ia menyarankan agar wartawan mengkonfirmasi langsung kepada Ketua HKTI Sumut, Syafrizal atau Ketua LBH HKTI, Anka Wijaya terkait hal ini. 

"(Disinggung ada mafia) kalau itu coba ke Ketua Sumut aja bang atau Ketua LBH HKTI Anka Wijaya SH. (Kenapa HKTI dibaris terdepan) kalau kita umum, setiap persoalan petani kita hadir. Semua persoalan tanah pertanian dan segala macam kita hadir. Itu sudah perintah Ketum supaya jadi jembatan untuk petani,"kata Erwin Rabu, (19/7/2023). 

Apakah setiap kasus yang mau didampingi HKTI selalu di tela'ah terlebih dahulu?

"Nah itu lebih pasnya tanya kepada Ketua LBH supaya menjawab. Karena sudah berkaitan sama hukum kan, "ucap Erwin. 

Dari catatan Tribun-medan.com saat melakukan aksi di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Januari lalu,

Erwin termasuk orang yang paling lantang menyuarakan aspirasi dengan pengeras suara.

Saat itu ada ratusan penggarap yang ikut menjadi massa.

Masa datang dengan mengatasnamakan HKTI, ada tiga hal yang menjadi tuntutan mereka dalam aksi saat itu. 

Tuntutan itu ditulis di spanduk besar yang kemudian mereka bentangkan lebar-lebar.

Adapun tiga hal yang menjadi tuntutan itu yakni meminta agar ada kepastian hukum untuk petani Deli Serdang.

Kemudian dipinta untuk segera lakukan eksekusi putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 05/Pdt.G/2011/PN.LP. Selain itu juga dipinta untuk dihentikan segela perampasan tanah milik petani. Mereka sempat menyinggung agar jangan ada mafia tanah lagi di Deli Serdang.

Tampak saat itu Ketua HKTI Deli Serdang, Erwin Ramadani memimpin aksi ini.

Selain itu aksi juga dihadiri oleh Ketua HKTI Sumut, Syafrizal.

Sebelum datang ke kantor Pengadilan mereka pun sempat berkumpul di Stadion Baharoddin Siregar.

Saat menyampaikan orasi banyak hal yang disampaikan Erwin.

Dengan pengeras suara ia pun meminta agar Ketua Pengadilan Negeri bisa menemui mereka langsung.

Jika tidak mereka sempat mengancam siap untuk menginap di depan kantor pengadilan. Dan hal itupun sempat terbukti beberapa hari. 

"Kalau bukan Ketua PN silahkan masuk saja. Kami sudah kasih informasi soal aksi kami. Kami meminta tuntutan supaya pengadilan membacakan eksekusi putusan atas perkara tanah yang sudah dimenangkan. Kami nggak mau dilobi-lobi, kapan dibacakan itu saja, "ucap Erwin saat itu. 

Karena aksi berada di Jalan Sudirman Lubuk Pakam selama aksi berjalan pihak Satlantas Polresta Deli Serdang pun kemudian mengalihkan arus lalulintas yang melintasi kantor pengadilan.

Lalulintas ditutup sementara karena jumlah massa aksi ada ratusan orang. Selain membawa spanduk dan poster massa juga membawa bendera HKTI dalam aksi.

Ketua HKTI Sumut, Syafrizal yang  dikonfirmasi Tribun-medan.com melalui sambungan telepon juga memilih untuk tidak mau berkomentar saat ini.

Sama dengan Erwin ia pun menyarankan agar apa-apa yang disebutkan oleh Mahfud MD ditanyakan saja kepada Ketua LBH mereka.

Ia mengaku bukan tidak mau untuk berkomentar tapi jangan melalui telepon melainkan jumpa. 

"Izin abangda sebaiknya ketemu langsung atau saya kirim nomor kontak PH kita abangda. Bisa (kasih komentar) tapi sebaiknya kita ketemu abangda. Mohon maaf saya tidak bisa kasih tanggapan lewat HP. Kalau besok pagi saya ke Jakarta abangda. Atur jadwal ya abangda biar lebih baik hubungan kita,"katanya. 

Ia mengaku juga sudah sempat menghubungi Angka Wijaya hanya saja belum juga diangkat.

Ia menduga karena sedang libur makanya belum diangkat. 

Pada saat melakukan aksi di kantor PN Lubuk Pakam Ketua HKTI Sumut, Syafrizal mengatakan kelompok petani dari Rokani Cs sudah memenangkan perkara melawan PTPN II.

Disebut sesuai putusan nomor 05/Pdt.G/2011/PN.LP kelompok tani memenangkan lahan 464 hektare yang ada di Desa Penara Kebun Kecamatan Tanjung Morawa Deli Serdang.

Mulai dari peradilan tingkat pertama sampai dengan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung terus dimenangkan oleh kelompok tani.

"Putusan sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah ditindaklanjuti terhadap keluarnya penetapan eksekusi berupa pengosongan lahan namun sampai hari ini tidak juga dilaksanakan eksekusi yang dimaksud yang telah dimenangkan oleh masyarakat di lahan desa penara kebun. Kita juga gak memahami sampai saat ini Ketua PN tidak melaksanakan eksekusi. Kami nggak tau penyebabnya karena karena surat penetapan eksekusi itu telah dikeluarkan oleh beliau bulan Juli tahun 2022 sebenarnya, "kata Syafrizal saat itu. 

Ketua LBH HKTI Sumut, Angka Wijaya membantah tudingan-tudingan yang disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD Terkait kasus dugaan mafia tanah yang terjadi di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

Angka menegaskan tidak ada sponsor dari pihak mana pun terkait dalam kasus ini. 

"Tidak ada yang namanya seponsor bang. Ini murni kelompok masyarakat yang menggugat kepemilikan atas tanah yg dimaksud. Dan pengadilan sudah memutuskan status tanah itu melalui Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor: 05/ Pdt.G/ 2011/ PN.LP tanggal 09 September 2011,"kata Angka yang dikonfirmasi Tribun-medan.com, Rabu malam. 

Ia mengaku tidak sependapat dengan apa yang disampaikan Mahfud MD ke media.

Ditegaskan Indonesia sebagai bangsa sudah sepakat bahwa negara ini adalah negara hukum bukan negara kekuasaan.

Karena itu mereka sebagai kuasa hukum masyarakat sangat menyayangkan sikap Mahfud MD yang tidak mencerminkan seorang Menteri dan tidak mengayomi rakyatnya yang sudah susah payah menempuh jalur hukum sesuai dengan UU untuk mendapatkan kembali hak-haknya atas tanah yang selama ini telah dirampas oleh korporasi perkebunan. 

"Kita tidak sepakat dengan komentar pak Mahfud tersebut dan sangat menyayangkan ada seorang Menko yang jadi juru bicaranya PTPN II dan kita tidak pernah dimintai pendapat tentang itu. LBH HKTI SUMUT sebagai Kuasa Hukum masyarakat sekira tahun 2017 atau 2018 setelah Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor: 05/ Pdt.G/ 2011/ PN.LP tanggal 09 September 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 437/PDT/2011/PT.Mdn tanggal Selasa, tanggal 06 Maret 2012 jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 39 K/Pdt/2013 Kamis, tanggal 15 Agustus 2015 jo. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 508 PK/PDT/2015, hari Kamis tanggal 18 Februari 2016 telah berkekuatan hukum tetap, "kata Angka. 

Lulusan Fakultas Hukum UMSU ini menjelaskan HKTI bisa berada di baris terdepan menyuarakan agar keadilan bisa didapatkan oleh petani lantaran pada waktu itu mereka kedatangan masyarakat yang mengadukan perkaranya dan mereka mengaku dari masyarakat petani.

Saat itu mereka meminta pendampingan hukum terkait permasalahan hukum tanah pertanian milik mereka yang dirampas PTPN II. 

"Sudah pasti kita melakukan telaah lebih dahulu atas kasusnya dan pada waktu itu putusan pengadilan sudah inkracht sudah berkekuatan hukum tetap, "kata Angka. 

Terkait pernyataan Mahfud yang menyebut akan mengejar kasus pidana dalam kasus di Tanjung Morawa ini, Angka pun kembali memberikan komentar.

Menurutnya sudah ada 2 putusan Pidana terkait objek perkara itu.

Dalam pidana cepat terkait penyerobotan tanah yang dilakukan PTPN II terhadap tanah perkara manager Penara Kebun atas nama M Syaid Sitompul sudah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.

Kemudian dari petani atas nama Murachman tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana. 

"Itu Putusan terkait tuduhan Pemalsuan surat, artinya tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada masyarakat petani itu tidak terbukti, "ucap Angka yang Angka Alumni S2 USU.

(dra/tribun-medan.com). 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved