Pungli

Warga Keluhkan Pungli di Gedung BPPRD UPT Samsat Medan Selatan, Begini Modus Pelaku agar Diberi Uang

Pungli terkesan merajalela dan dibiarkan di lingkungan gedung BPPRD UPT Samsat Medan Selatan, Jalan Sisingamangaraja Medan.

Penulis: Fredy Santoso | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/FREDY SANTOSO
Petugas diduga security gedung yang meminta uang parkir kepada wajib pajak di Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) UPT Samsat Medan Selatan, Jalan Sisingamangaraja Medan. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pungutan liar (Pungli) terkesan merajalela dan dibiarkan di lingkungan gedung Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) UPT Samsat Medan Selatan, Jalan Sisingamangaraja Medan.

Mulai dari pengecekan nomor rangka kendaraan, sampai kutipan parkir kendaraan, yang jelas-jelas parkir di gedung milik pemerintah.

Para pelaku pungli ini kompak menggunakan sandi khusus 'Seikhlasnya' ketika meminta uang kepada warga wajib pajak.

Kemudian, ada juga biaya fotocopy dan pemberian plastik laminating yang terkesan sengaja dipaksakan diberi kepada wajib pajak.

Pungli ini dirasakan SF, warga Kota Medan yang sedang membayar pajak sepeda motor dan Adm Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK ) per lima tahun pada Sabtu 22 Juli 2023.

Kata SF, rentetan dugaan pungli dan paksaan menerima awalnya ketika dia melapor ke salah petugas di depan pintu masuk gedung, tepatnya sebelah kiri gedung untuk pembayaran pajak dan ganti plat kendaraan baru.

Kemudian, petugas ini memintanya menyiapkan STNK, KTP dan BPKB kendaraan.

Setelah memberikan, lantas dia disuruh duduk menunggu.

Tak berapa lama kemudian namanya dipanggil dari bilik kecil tempat bertuliskan "Fotocopy Mandiri".

Seorang wanita tiba-tiba mengembalikan berkas yang awalnya diserahkan ke petugas piket.

Berkas yang awalnya cuma ada tiga, seketika bertambah karena ada beberapa lembar yang difotokopi dan adapula plastik pelindung KTP dan plastik pelindung STNK yang tak diminta.

Bukan hanya itu, petugas fotocopy ini juga menambahkan kertas serupa map, dimana berkas dan plastik sudah di stapler.

Secara umum, berkas dari petugas awal sampai ke petugas fotocopy memang terkesan mempermudah warga karena tersusun rapi.

Tetapi kejanggalan yang kentara ialah, saat petugas di bilik fotocopy tiba-tiba menyebut nominal yang harus dibayar sebesar Rp 13 ribu.

Sedangkan, tak ada pertanyaan maupun persetujuan kalau wajib pajak membutuhkan plastik pelindung KTP dan STNK serta kertas serupa map.

Lagipula, plastik pelindung sebelumnya juga masih bisa digunakan dan tidak ada kewajiban agar diganti.

Disinilah dugaan pungli dan kesan paksaan yang dirasakan.

Yang dipertanyakan SS kemudian ialah soal harga. Benarkah 1 plastik pelindung KTP, pelindung STNK, kertas serupa map dan beberapa lembar berkas yang difotokopi mencapai Rp 13 ribu.

Kemudian, untuk apa dan dikemanakan kertas serupa map yang dibayar tadi setelah diserahkan ke petugas dan tak dikembalikan, padahal sudah dibayar.

"Aneh memang. Kan gak ada kuminta ganti baru plastik KTP ku dan plastik stnk-nya tiba-tiba dikasih baru dan disuruh bayar. Padahal masih bisa itu digunakan, makanya macam memudahkan tapi dipaksa,"kata SF, Sabtu (22/7/2023).

Setelah membayar uang yang diminta tadi, berkas kembali diserahkan ke personel Polisi di meja paling kiri gedung. Disini dia disuruh menunggu namanya dipanggil.

Tak lama kemudian namanya dipanggil untuk mengecek nomor rangka dan mesin kendaraan.

Seorang pria yang diduga bukan Polisi, mengenakan kemeja hitam merah bertuliskan
'Cek Fisik Kendaraan Bermotor Ditlantas Polda Sumut' di kemeja belakang membawa berkas dan mengajak ke parkiran sepeda motor.

Setibanya di sepeda motor dia mengecek nomor rangka dan mesin. Namun setelah itu dia meminta agar SF memberikannya sejumlah uang.

Permintaan pria ini terkesan pemaksaan dan bernada ancaman ketika dijawab SF.

"uang gesek seikhlasnya, bang,"kata petugas gesek nomor kendaraan.

Kemudian SF menanyakan uang apa yang dimaksud karena tidak memahami apa yang disebut.

"uang apa pak ? nanti disana bayar juga di dalam semuanya"

Kemudian pria berperawakan tinggi kurus bertopi biru ini kembali mendesak sambil bertanya.

"mau ngasih sekarang atau nanti ?"tanya nya kembali.

"nanti, saya bayar di dalam."

Kemudian pria ini pun terkesan memaksa dan mengancam ketika tidak diberikan uang. Dia akan menjumpai SF dan menagih biaya pungli gesek nomor rangka kendaraan.

"Yauda, berarti nanti kujumpai ya,"katanya.

Kemudian, pungli selanjutnya ialah mengenai biaya parkir kendaraan.

Lagi-lagi masyarakat kena kutipan liar.

Begitu selesai menunggu dan mengikuti proses administrasi kesana-kemari, hendak pulang kembali dicegat pria berpakaian hitam diduga petugas keamanan gedung Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) UPT Samsat Medan Selatan, Jalan Sisingamangaraja Medan.

Pria ini memang sejak awal duduk santai di kursi dan begitu ada warga keluar dimintai uang parkir.

Sambil memegang sekitar puluhan uang pecahan Rp 2.000 memberhentikan SF.

Kemudian pria ini meminta uang parkir. Memang dia tidak menyebut nominalnya. Namun se penglihatannya, seluruh warga memberikan uang Rp 2.000 per sepeda motor.

Perdebatan kecil pun terjadi ketika warga yang sudah membayar pajak kendaraan dan parkir di gedung milik pemerintah kena pungli parkir.

"Parkir bang,"katanya.

"Aku udah bayar di dalam tadi."jawab SF.

Pria tadi tak berhenti dan membeli meminta.

"Seikhlasnya saja,"pintanya lagi.

Lantas SF ketika SF mempertanyakan apakah uang parkir ini memang sah dan masuk ke negara, seperti pajak yang dibayarkan tadi, dia kembali mengeles.

"Enggak bang. Seikhlasnya saja."ucapnya.

Akan tetapi, pria ini bukan bekerja sendirian. Ada temannya yang sama-sama menggunakan pakaian serba hitam mengutip parkir.

Jika diperkirakan, ada sekitar 200 sepeda motor datang dan pergi ke gedung Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) UPT Samsat Medan Selatan, Jalan Sisingamangaraja Medan ini dalam sehari. Itupun baru sepeda motor, belum mobil.

Jika dihitung, Rp 2.000 dikalikan 200 orang maka uang yang didapat sebesar Rp 400 ribu.

Kemudian Rp 400.000 tadi dikalikan 26 hari, Senin hingga Sabtu. Maka uang yang didapat dari pungutan liar di parkiran gedung milik pemerintah ini bisa mencapai Rp 10,4 juta.

Kembali lagi, itu baru dari sepeda motor. Belum mobil pribadi.

Kemudian, Tribun Medan sempat menanyakan ke beberapa wajib pajak yang ada di lokasi.

Salah satu wajib pajak mobil, RD, menyebutkan membayar Rp 10 ribu untuk petugas pengecekan nomor rangka dan mesin.

Sama halnya dengan biaya parkir. Jika setiap wajib pajak memberi kutipan liar yang diminta paling sedikit Rp 5.000 - Rp 10.000, dihitung ada puluhan atau ratusan kendaraan perhari, maka jumlahnya bukan sedikit.

"Aku ngasih Rp 10 ribu. Karena katanya seikhlasnya. Itupun gak tau kok diminta lagi,"ucapnya.

Kemudian, untuk mengecek biaya fotocopy kertas perlembar jika timbal balik, maka fotocopy yang tak jauh dari lokasi mengenakan tarif Rp 1.000 perlembar.

Seingat SF, yang difotocopy cuma selembar KTP.

Kemudian, toko alat tulis lain menjual harga plastik pelindung KTP seharga Rp 2.500 dan pelindung STNK sebesar Rp 3.000.

Kemudian, harga kertas serupa map yang memang jika dibeli di luar seharga Rp 3.000.

Artinya, ada dugaan biaya fotocopy dan perlengkapan disini jauh lebih mahal dan merugikan masyarakat.

Sekali lagi, soal fotocopy ini memang dianggap masyarakat mempermudah.

Namun yang disayangkan SF ialah mereka terkesan memaksa warga untuk membeli dua plastik KTP dan STNK, yang sebelumnya terpasang dan dianggap masih layak digunakan.

Kesan pemaksaan ini karena tanpa ditanya dan langsung menagih.

Terkait hal ini, Tribun Medan sudah berupaya mengkonfirmasi ke Dirlantas Polda Sumut Kombes Muji Ediyanto. Namun dia belum menjawab pertanyaan seputar pungli pengecekan nomor rangka dan mesin kendaraan ini.

(Cr25/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved