Viral Medsos

Terbaru Kasus Basarnas, Marsda TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Akhirnya Ditahan Puspom TNI

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko mengatakan tersangka kasus dugaan suap terkait proyek di lingkungan Basarnas

Editor: AbdiTumanggor
PUSPEN TNI/TRIBUNNEWS
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko (kanan) bersama Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) saat konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023). Puspom TNI menetapkan Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka terkait kasus suap proyek di Basarnas. Keduanya kini Meringkuk di Instalasi Tahanan Militer milik Pusat Polisi Militer Angkatan Udara. (PUSPEN TNI/TRIBUNNEWS) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) telah menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya (Purn) Henri Alfiandi (HA) dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Basarnas.

Henri Alfiandi dan Afri Budi terancam hukuman penjara seumur hidup. Ini berdasarkan jeratan pasal yang diterapkan Puspom TNI terhadap Henri Alfiandi dan Afri Budi.

Keduanya diketahui dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Pasal 12 a atau b atau 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai mana telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," ujar Danpuspom TNI, Marsekal Muda Agung Handoko dalam jumpa pers bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mabes TNI, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).

Pasal 11 UU Tipikor menyebutkan, "Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya."

Sementara Pasal 12 berbunyi, "Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."

Sedangkan Pasal 12 huruf a menyebutkan, "pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya."

Pasal 12 huruf b, "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya."

Kendati demikian, tak banyak koruptor di Indonesia yang divonis seumur hidup. Terbaru, dua terdakwa korupsi Jiwasraya dan Asabri, yakni Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Namun, keduanya divonis seumur hidup dengan jeratan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Tipikor.

Sementara, terdakwa suap yang divonis seumur hidup adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar atas perkara suap di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Lebak, Palembang, Lampung Selatan, dan Pulau Morotai.

Diberitakan, kasus yang menjerat Henri dan Afri ini terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Saat ini, KPK menangani tiga pihak swasta yang diduga memberikan suap kepada Henri dan Afri, yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya, dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil. Sementara Henri dan Afri ditangani Puspom TNI. Kelima tersangka telah ditahan.

Komandan Pusat Polisi Militer NI Marsekal Muda TNI Agung Handoko
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko (kanan) bersama Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) saat konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023). Puspom TNI menetapkan Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka terkait kasus suap proyek di Basarnas. Keduanya kini Meringkuk di Instalasi Tahanan Militer milik Pusat Polisi Militer Angkatan Udara. (PUSPEN TNI/TRIBUNNEWS)

Puspom TNI: Letkol ABC Empat Kali Bertemua dengan Tersangka Penyuap

Diberitakan sebelumnya, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko mengatakan tersangka kasus dugaan suap terkait proyek di lingkungan Basarnas, Koorsmin Kepala Basarnas Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) hanya bertemu empat kali dengan tersangka penyuap yakni Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya.

Letkol ABC, kata dia, mengenal Marilya atau yang biasa dikenal sebagai Meri bertemu hanya sebanyak empat kali. "Tiga kali di kantor dan sekali di parkiran salah satu bank di lingkungan Mabes TNI," kata Agung saat konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Jakarta pada Senin (31/7/2023).

Tahun 2021, kata dia, Meri pernah memberikan cek kepada ABC dari hasil perkerjaan pengadaan barang jasa. ABC menerima uang dari Meri sejumlah Rp 999.710.400 pada Selasa 25 Juli 2023 sekira pukul 14.00 WIB di parkiran salah satu bank di parkiran Mabes TNI AL.

Sepengakuan ABC, menurut Agung, uang tersebut adalah uang dari hasil profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang telah selesai dikerjakan oleh PT Intertekno Grafika Sejati.

Menurut pengakuan ABC, lanjut dia, maksud dan tujuan Meri memberikan sejumlah uang tersebut kepada ABC adalah untuk memenuhi kewajibannya memberikan profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan. Ia menduga profit sharing adalah istilah yang dipakai ABC sendiri.

"ABC menerima sejumlah uang seperti tersebut di atas dari Saudari Meri atas perintah Kabasarnas HA. Perintah itu ABC terima pada tanggal 20 Juli 2023 dan disampaikan secara langsung," kata dia. "Seluruh barang bukti atau alat bukti yang ada pada ABC saat ini keberadaannya disita atau diamankan oleh KPK namun demikian Penyidik Puspom TNI telah bersurat kepada KPK untuk melakukan permohonan penyitaan atau pinjam pakai barang bukti karena kebetulan barang bukti tersebut juga digunakan oleh pihak KPK sebagai barang bukti untuk tersangka pihak swasta," sambung dia.

Penjelasan Ketua KPK Firli Bahuri

Sementara, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, buka suara soal mundurnya Brigjen Asep Guntur Rahayu dari jabatan Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK. Pengunduran diri Asep Guntur ini berkaitan polemik operasi tangkap tangan (OTT) perkara suap di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

Filri mengatakan, permohonan pengunduran diri itu merupakan hak Asep Guntur sebagai pejabat KPK.  Namun permohonan itu, kata Filri, masih bakal dipertimbangkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.  Ia mengatakan, KPK memiliki hak untuk menerima maupun menolak permohonan itu. 

"Bahwa pengunduran diri adalah hak dari pada para pihak yang ingin mengundurkan diri. Tapi tentu juga ada ketentuan hukum dan perundang-undangan, tentang apakah pengunduran diri akan dikabulkan atau tidak," kata Firli saat konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Jakarta, Senin (31/7/2023), dikutip dari youTube Puspen TNI. 

Filri mengatakan, masih ada sejumlah kemungkinan dalam keputusan permohonan Asep Guntur itu. Ia hanya menegaskan, bahwa pihaknya masih membutuhkan dan bakal mempertahankan Asep Guntur sebagai Dirdik KPK. "Tapi yang pasti kami pimpinan dan segenap insan KPK mengatakan bahwa kami membutuhkan dan mempertahankan saudara Asep Guntur Rahayu sebagai Direktur Penyidikan KPK," ungkapnya. 

Diberitakan sebelumya, Dirdik sekaligus Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu mengajukan pengunduran diri buntut gaduh penetapan status tersangka dua perwira TNI dalam kasus dugaan suap di Basarnas.

Dua anggota TNI aktif itu, yakni Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Pihak TNI lantas keberatan atas penetapan tersangka terhadap dua anggota militer aktif itu. 

Mereka menyebut, penetapan tersangka terhadap dua anggota TNI aktif hanya bisa dilakukan oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Puspom TNI menyebut, KPK menyalahi prosedur buntut penetapan tersangka tersebut. KPK lantas merespons dengan permintaan maaf.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan tim penindakan telah khilaf karena menetapkan Kabasarnas Henri sebagai tersangka. Hal itu lah yang disinyalir jadi alasan Asep Guntur Rahayu mengundurkan diri.

Sementara terkait hal ini, Wakil Ketua KPK, Alex Marwata, memastikan bahwa Asep Guntur Rahayu saat ini masih menjabat sebagai Dirdik sekaligus Plt. Deputi dan Penindakan. 

"Yang bersangkutan masih menjadi Plt. Deputi Penindakan maupun Direktur Penyidikan hingga sore ini," kata Alex di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (31/7/2023) sore. 

Alex mengatakan, keputusan tetap ada di tangan pimpinan KPK.

"Tapi apakah kami pimpinan menerima atau menolak? Siapa saja boleh mengajukan pengunduran diri," katanya.

"Keputusan akhir ada di pimpinan, kami akan melakukan koordinasi dengan pihak polri. Itu belum ada keputusan sampai dengan saat ini," tambahnya. 

(*/Tribun-medan.com/Tribunnews.com)

Baca berita menarik lainnya yang tayang TRIBUN-MEDAN.COM cek di Googe News

Kumpulan Berita Viral Lainnya Baca di Tribun-Medan.com

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved