Prajurit TNI Datangi Polrestabes Medan

Anggota Komisi III DPR RI Desak Panglima TNI Sikapi Kasus Penggerudukan Polrestabes Medan

Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani mendesak agar Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono sikapi kasus penggerudukan Polrestabes Medan

|
Editor: Array A Argus
KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI
Sekjen PPP Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Waketum Partai Persatuan Pembangun (PPP) yang juga anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua MPR RI, Arsul Sani, baru-baru ini meluncurkan buku tentang Relasi Islam dan Negara. 

TRIBUN-MEDAN.COM,JAKARTA- Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani meminta Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono merespon kasus penggerudukan yang dilakukan Mayor Dani Hasibuan,. anggota Kumdam I/Bukit Barisan ke Polrestabes Medan.

Menurut Arsul, tindakan penggerudukan yang dilakukan sekelompok anggota TNI itu semestinya tidak patut terjadi.  

"Apa yang viral tersebut mengesankan bahwa prosedur yang baku atau lazim tidak diikuti, apalagi ketika masalahnya menyangkut warga sipil dan kemudian ada perwira TNI aktif yang turun bertindak seolah-olah sebagai penasehat hukumnya," kata Arsul, Senin (7/8/2023).

Arsul mengatakan, anggota TNI harus memahami prosedur penanganan hukum sebagaimana yang ada dalam KUHAP. 

"Harus dipahami oleh siapa pun bahwa proses hukum pidana itu ada aturan hukumnya di KUHAP dan ada praktek hukumnya yang sudah diakui dan berjalan. Ini harus dipahami oleh siapa pun termasuk teman-teman TNI kita," ujarnya lagi.

Apa yang dilakukan Mayor Dedi Hasibuan, lanjutnya, bisa merusak citra TNI. 

"Padahal TNI saat ini merupakan institusi yang tingkat kepercayaannya dari publik sangat tinggi," ujarnya.

Arsul berpandangan, tindakan ini sama dengan mencoba menghalangi proses hukum yang sedang berjalan terhadap seorang tersangka di Polrestabes Medan.

Selain itu, menurutnya, sejumlah kalangan masyarakat sipil juga menilai bahwa kejadian tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk intervensi terhadap proses hukum yang sedang dijalankan oleh Polri.

KontraS Sebut Hal Memalukan

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut menyebut bahwa dugaan tindakan intervensi yang dilakukan Mayor Dedi Hasibuan, anggota Kumdam I/Bukit Barisan merupakan sikap yang memalukan.

Hal itu disampaikan Koordinator KontraS Sumut, Rahmat Muhammad.

Menurut Rahmat, mestinya aparat TNI tidak boleh mengintervensi penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian. 

"Memalukan melihat kelakuan sejumlah oknum TNI Kodam I/Bukit Barisan yang menggeruduk Polrestabes Medan ini. Situasi ini menunjukan jika persoalan kewenangan penegakan hukum oleh institusi kepolisian tidak dimengerti oleh Mayor Dedi Hasibuan," kata Rahmat, Senin (7/8/2023).

Baca juga: Polda Sumut Tegaskan Perkara AKP Purn Longser Sihombing Sudah Vonis dan Inkrah Pengadilan

Ia mengatakan, kekuatan TNI ibukan untuk turut andil dalam penegakan hukum dengan dalih koordinasi, apalagi datang dengan cara beramai-ramai menggeruduk kantor kepolisian.

"Dengan main seruduk seperti itu, itukan buat malu insitusi TNI saja. Mayor Dedi Hasibuan inikan katanya seorang penasihat hukum Kodam BB. Kalau main seruduk gitukan, seolah dia datang ke Polrestabes Medan itu buta akan mekanisme hukum yang ada di tubuh kepolisian," tambahnya.

Menurut Rahmat, penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan terhadap pelaku ARH adalah upaya paksa berdasarkan kewenangan penyidik, dengan dalih dua alat bukti yang cukup. 

Baca juga: Mayor Dedi Intimidasi Kasat Reskrim, Kodam I/BB Bantah Bekingi Mafia Tanah Meski Terbitkan Surat

Kemudian, penyidik juga memiliki penilaiannya sendiri apakah tersangka ini dapat ditahan, karena diduga berpotensi menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.

"Hormati sajalah mekanisme hukum yang ada, kalau keberatan atas proses hukum di kepolisian seperti Prapid, tugas praperadilan itukan untuk memeriksa kelengkapan administratif dari sebuah tindakan upaya paksa, dan sebagai ruang koreksi jika ada maladministrasi dari tugas penyedikan," ujarnya.

Lanjut Rahmat, selain itu, perkara yang sedang ditangani oleh polisi merupakan kasus dugaan mafia tanah yang melibatkan ARH yang disebut - sebut merupakan saudara dari Mayor Dedi Hasibuan.

"Seharusnya TNI sama-sama dengan polisi bersepakat untuk tidak berkompromi dengan masalah ini. Masalah tanah di Sumut ini memang menjadi persoalan. Apalagi ketika mafia-mafia tanah diduga bermain dengan dukungan kekuatan finansial dan berkompromi dan dukungan kekuasaan jabatan," bebernya.

Baca juga: REAKSI Langsung TNI AD pada Effendi Simbolon Usai Minta Maaf, Prajurit Sempat Panas soal Gerombolan

Rahmat menyampaikan, jangan sampai dari situasi kasus ini publik berprepsi bahwa di balik seorang mafia tanah ada peran atau bekingan kekuatan jabatan di belakangnya.

"Jadi masyarakat mengira bahwa ternyata mereka-mereka yang bermain sebagai mafia tanah sulit untuk di proses hukum karena ada bekingan," katanya.

Rahmat selaku Koordinator KontraS Sumut menegaskan bahwa proses hukum harus dijunjung tinggi dan tidak boleh diintervensi oleh siapapun dengan tujuan apapun.

"Kasus ini harus dijadikan perhatian serius oleh Kodam Bukit BB. Kodam Bukit BB harus meminta maaf kepada publik, terutama kepada Polrestabes Medan atas kesalahan anggotanya," ujarnya. 

"Selain itu Kapolrestabes Medan dan Kasat Reskrim harus tegas dan tidak takut apapun untuk menyelesaikan penegakan hukum, jangan sampai kasus dugaan mafia tanah ARH itu masuk angin karena kejadian kemarin," pungkasnya.

Baca juga: Sebut TNI Sebagai Gerombolan Melebihi Ormas, Effendi Simbolon Akhirnya Minta Maaf

Minta Puspom TNI Bergerak

 Politisi PDI Perjuangan Sumut, Sutrisno Pangaribuan mendesak Puspom Mabes TNI memproses hukum semua prajurit Kodam I/Bukit Barisan yang mengintervensi Polrestabes Medan dalam penanganan kasus terduga mafia tanah Ahmad Rosyid Hasibuan.

Menurut Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) ini, tindakan prajurit Kodam I/Bukit Barisan yang mendatangi Polrestabes Medan untuk menjemput paksa terduga mafia tanah tidak dapat dibenarkan.

Kata Sutrisno, tindakan yang dilakukan prajurit Kumdam I/Bukit Barisan itu menunjukkan sikap kesewenang-wenangan. 

"Puspom Mabes TNI diminta segera melakukan proses hukum terhadap semua prajurit TNI yang mendatangi Mapolrestabes Medan. Tindakan atas nama Kumdam I/BB melakukan intervensi institusi tidak dibenarkan," kata Sutrisno Pangaribuan, dalam siaran persnya yang diterima tribun-medan.com, Senin (7/8/2023).

Pria yang pernah menjadi Tim Sukses Jokowi 2014 & 2019 itu menegaskan, bahwa proses hukum masyarakat sipil tidak dibenarkan dicampuri oleh TNI, sekalipun itu keluarga, baik anak, istri, apalagi saudara.

Baca juga: Mayor Dedi Intimidasi Kasat Reskrim, Kodam I/BB Bantah Bekingi Mafia Tanah Meski Terbitkan Surat

Baca juga: Kolonel Rico Siagian Tegaskan Kodam I/BB Tidak Pasang Badan untuk Terduga Mafia Tanah

"Hukum militer hanya berlaku bagi prajurit TNI, tidak bagi keluarga. Tindakan mendatangi Mapolrestabes Medan dengan menggunakan seragam loreng TNI bukan tindakan biasa, namun merupakan tindakan "intimidasi institusi" seperti yang dipertontonkan Puspom TNI saat mendatangi KPK," kata Sutrisno.

Mantan anggota DPRD Sumut ini menegaskan, dalam hal terjadinya dugaan tindak pidana umum, tidak dibenarkan keterlibatan Kepala Hukum Kodam I BB mengeluarkan surat yang dapat mempengaruhi proses hukum umum.

"Maka Puspom Mabes TNI harus segera melakukan proses hukum terhadap semua prajurit TNI yang terlibat dalam "aksi koboi" di Mapolrestabes Medan. Bahkan jika ada masalah hukum antar institusi, maka pimpinan TNI dan Polri harus melakukan koordinasi, bukan main aksi koboi," kata Sutrisno.

Ia mengatakan, jika di lapangan ditemukan adanya dinamika, tentu dapat diselesaikan melalui Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

"Indonesia sebagai negara hukum, telah mengatur hukum umum dan hukum militer. Maka semua harus tunduk kepada hukum. Tidak ada yang kebal hukum di negara ini, termasuk prajurit TNI," kata Sutrisno.

Ia mengatakan, Presiden Republik Indonesia sebagai Panglima Tertinggi TNI sekalipun tunduk terhadap hukum.

Baca juga: Kolonel Rico Siagian Akui Kumdam I/BB yang Terbitkan Surat Penangguhan untuk Terduga Mafia Tanah

Baca juga: Reaksi Santai Kasat Reskrim Kompol Fathir Meski Dicecar Mayor Dedi Hasibuan Soal Penangguhan Tahanan

"Polrestabes Medan harus segera menangkap kembali tersangka yang sudah memenuhi segala ketentuan dan harus ditahan. Tidak boleh ada perlakuan hukum yang berbeda kepada siapapun," kata Sutrisno.

Ia mengatakan, polisi juga harus berani menahan dan memenjarakan tersangka tindak pidana, mesi itu keluarga TNI.

"Jika Polisi tidak segera menangkap tersangka, maka masyarakat sipil juga dapat melakukan tindakan yang sama. Besok atau lusa, masyarakat sipil akan datang ramai- ramai ke Mapolrestabes Medan untuk meminta tersangka ditangguhkan penahanannya, persis sama dengan yang dilakukan oleh prajurit TNI," tambahnya.

Sutrisno menegaskan, jika masyarakat sipil tidak sanggup membayar jasa penasihat hukum (lawyer), negara melalui Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara dapat memfasilitasi penasihat hukum gratis.

Sehingga tidak perlu Bagian Hukum Kodam I/Bukit Barisan ikut campur.

Mayjen TNI Mochammad Hasan Hasibuan Belum Resmi Duduk Sudah Ada Keributan

Jabatan Panglima Kodam I/Bukit Barisan sebentar lagi akan diemban oleh Mayjen TNI Mochammad Hasan Hasibuan.

Namun, belum lagi Hasan Hasibuan resmi menjabat, anak buahnya Mayor Dedi Hasibuan malah buat ulah.

Mayor Dedi Hasibuan dinilai masyarakat telah mengintervensi penanganan perkara yang bergulir di Polrestabes Medan.

Bahkan, Mayor Dedi Hasibuan 'menjemput paksa' terduga mafia tanah bernama Ahmad Rosyid Hasibuan, yang diklaimnya sebagai keluarganya.

Baca juga: FULL Mayor Dedi Hasibuan Ngegas & Bentak Kasat, Minta Tersangka Mafia Tanah Dibebaskan!

Atas tindakannya itu, sikap Mayor Dedi Hasibuan pun dikecam.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD berjanji akan mengecek informasi kasus ini.

Ia belum bisa memastikan, apakah kasus yang menjerat terduga mafia tanah Ahmad Rosyid Hasibuan ini ada kaitannya dengan kasus pencaplokan lahan PTPN II di Kabupaten Deliserdang seluas 464 hektare, yang merugikan negara hingga Rp 1,7 triliun.

"Saya belum tahu, ini kasus yang mana. Ada kasus PTPN II yang sedang kita tangani di tingkat kasasi tapi mungkin itu kasus lain. Nanti saya cek dulu," kata Mahfud saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (6/8/2023).

Mayor Dedi Hasibuan Ngaku Pernah Ketemu Jokowi

Mayor Dedi Hasibuan, perwira Kumdam I/Bukit Barisan sempat mengaku pernah bertemu Jokowi.

Hal itu disampaikan sang Mayor ketika mendebat Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa.

"Saya menemui Jokowi waktu di Paspamres saja enggak seperti ini susahnya. Seorang Kompol susah sekali menemuinya," kata Mayor Dedi Hasibuan.

"Bapak datang tiba-tiba," jawab Kompol Fathir.

Perdebatan kembali berlanjut antara Kompol Fathir dengan Mayor Dedi.

Mayor Dedi Hasibuan kemudian menunjuk lantai gedung Polrestabes Medan kalau ini merupakan punya negara dan punya rakyat.

"Saya punya kantor juga di Kumdam sana, setiap orang mau datang saya terima pak. Enggak ada mempersulit," ujar Mayor Dedi.

"Saya sudah ketemu bapak dan menjelaskan prosedurnya dan sudah saya sampaikan ke Kasat Intel."

"Oke, kalau bapak memang minta dibantu yang kita lihat proses ada, kita gelar," balas Kompol Fathir.

Mayor Dedi Hasibuan kemudian memotong ucapan Kompol Fathir.

"Proses hukum tetap berjalan. Tapi hanya konteks ditangguhkan. Kapan nanti mau diperiksa silahkan," katan Mayor Dedi.

"Kenapa ditangguhkan LP dan terlapor sama. Hati-hati lho, ini ada apa ini. Sampeyan gimana ini,"sambungnya.(tribun-medan.com)

Baca berita Tribun-medan.com lainnya di Google News

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Panglima TNI Diminta Beri Atensi soal Prajurit Geruduk Mapolrestabes Medan"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved