TRIBUNWIKI
Menelusuri Jejak Sejarah Tembakau Deli di Desa Saentis 1926
Sejak tahun 1980, kala itu Indonesia sudah masuk pada masa kemerdekaan yang bisa dirasakan rakyatnya.
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN- Masih lekat diingatan nek Juminem, bagaimana dulunya tumbuh subur ratusan hektar kebun Tembakau ditanah kelahirannya tersebut.
Sejak tahun 1980, kala itu Indonesia sudah masuk pada masa kemerdekaan yang bisa dirasakan rakyatnya.
Hal tersebut dirasakan Juminem, yang mulai menjajaki bekerja di perkebunan Tembakau di tanah Deli.
Perkebunan di Desa Saentis, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang.
"Jaman dulu tembakaunya besar-besar, kita jaya ditahun itu, tapi lama lama kualitas bakaunya menurun, sekitar di tahun 2003 nenek di PHK," cerita nek Juminem pada masa jaya Perkebunan Tembakau.
Dikatakannya sejak tahun 1926 bangsal berdiri dan perkebunan tembakau dibuka oleh Belanda, kakeknya pun sudah menjadi pekerja disana kala itu.
Terkenang olehnya cerita kakek neneknya menerima ketidak adilan dari para penjajah.
"Kalau kata kakekku dulu nggak boleh nanam padi, beladang hasilnya yang untuk mereka, makan cuman makan ubi," ungkapnya.
Desa Saentis yang berada di Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu saksi sejarah di Sumatera Utara.
Daerah ini merupakan pusat aktivitas perkebunan tembakau yang menyeret rakyat dalam skema kerja kuli kontrak.
Jejak sejarah itu dulunya terabadikan lewat ratusan bangsal-bangsal tembakau yang tersebar di berbagai wilayah Deli Serdang, salah satunya di desa Saentis ini.
Bagi kuli-kuli kontrak dari berbagai daerah Sumatera hingga Jawa, yang berfungsi sebagai tempat penjemuran hingga pengepakan tembakau.
Namun disayangkan, bangsal-bangsal itu kini telah musnah. Bangunan berharga dari masa kolonial itu sebagian besar kini tinggal cerita, kecuali beberapa saja yang masih tersisa dengan kondisi struktur yang telah hancur.
Hilangnya bangsal-bangsal tembakau di berbagai desa di Deli Serdang akan menjadi kehilangan yang besar bagi sejarah dan kebudayaan lokal.
Terlihat masih berdiri satu gudang dari jejak perkebunan tembakau di desa tersebut, yang kini ditempati sekitar 6 kepala rumah tangga.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.