Konflik di Rempang

Nasib Pilu Warga Rempang Dulu Diusir Penjajah Kini Diusir Bangsa Sendiri, Sultan Riau-Lingga Bicara

Kini nasib pilu mendera warga adat yang mendiami Pulau Rempang. Dulu gagah berani usir penjajah VOC kini mereka harus diusir negara sendiri.

Editor: Salomo Tarigan
Tribunbatam / Aminudin
Warga Rempang Batam Herman mengendong bayinya yang pingsan akibat sebaran gas air mata petugas terbawa ke rumah penduduk. Pengusiran paksa berbuntut bentrok warga dengan aparat. 

TRIBUN-MEDAN.com - Konflik aparat dengan warga Pulau Rempang, Batam belum terselesaikan.

Kini nasib pilu mendera warga adat yang mendiami Pulau Rempang.

Dulu gagah berani usir penjajah VOC kini mereka harus diusir negara sendiri.

Diketahui konflik Pulau Rempang mencuat usai adanya kerusuhan dalam penggusuran di Pulau Rempang pada Kamis (7/9/2023).

Konflik tersebut bermula dari pemerintah yang mengklaim bahwa tanah di Pulau Rempang merupakan milik negara.


Bahkan, warga adat yang sudah mendiami Pulau Rempang selama satu abad dianggap numpang karena tidak memiliki sertifikat tanah.

Mendengar hal itu, Raja Kesultanan Riau-Lingga buka suara seperti dikutip TRIBUN-MEDAN dari Wartakotalive.com pada Rabu (13/9/2023).

Dalam suratnya, Sultan Hendra Syafri Riayat Syah ibni Tengku Husin Saleh membantah bahwa warga Pulau Rempang merupakan pendatang.

Bahkan kata Sultan, masyarakat Pulau Rempang yang kini mendiami kampung-kampung itu merupakan keturunan prajurit dari Kesultanan Melayu Bintan yang kemudian berganti menjadi Kesultanan Riau-Lingga yang sudah ada sejak abad 11.

Leluhur mereka merupakan prajurit yang sudah mendiami Pulau Rempang sejak masa Kesultanan Sulaiman Badrul Alam Syah I sejak tahun 1720.

Selanjutnya, mereka pun ikut berperang bersama Raja Haji Fisabilillah dalam Perang Riau I pada tahun 1782 hingga 1784.

 
Begitu juga dalam Perang Riau II bersama Sultan Mahmud Riayat Syah (Sultan Mahmud Syah III) pada tahun 1784 hingga 1787.

"Jadi mereka bukan pendatang, masyarakat yang tinggal di Pulau Rempang itu adalah keturunan dari prajurit Kesultanan Melayu Bintan atau Kesultanan Riau-Lingga saat ini," ungkap Prof Abdul Malik dihubungi pada Selasa (12/9/2023).

Karena membantu Indonesia merdeka, tanah itu kemudian diberikan atas jasa para prajurit melawan penjajah Belanda.

Kampung-kampung itu merupakan basis pertahanan di Selat Kesultanan Melayu Bintan.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved