Breaking News

Viral Medsos

Pernah Ketua G20, Kenapa Jokowi Tidak Pernah Hadiri Sidang Majelis Umum PBB?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali tidak hadir di Acara Tahunan Sidang Majelis Umum PBB di New York Amerika Serikat.

|
Editor: AbdiTumanggor
Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu tidak pernah hadir di Sidang Majelis Umum PBB. 

Pernah Ketua G20, Kenapa Jokowi Tidak Pernah Hadiri Sidang Majelis Umum PBB?

TRIBUN-MEDAN.COM - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kembali menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Majelis Umum PBB di Kota New York, Amerika Serikat.

Rangkaian Sidang Majelis Umum PBB Ke-78 di New York digelar mulai 19 hingga 26 September 2023.

Sidang Majelis Umum PBB dimulai pada Selasa (19/9/2023) di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat.

Sidang dibuka Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, lalu dilanjutkan pidato para pemimpin, dimulai dari Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, Presiden AS Joe Biden, dan seterusnya.

”Dunia kita sedang tak stabil. Ketegangan geopolitik meningkat. Tantangan global menghadang. Dan kita tampak tidak mampu bersama memberikan respons,” kata Guterres.

Ia menegaskan, PBB—dan cara negara-negara bekerja sama—harus berubah untuk menjawab tuntutan zaman.

”Dunia sudah berubah. Lembaga-lembaga kita belum. Kita tidak bisa efektif mengatasi masalah jika lembaga-lembaga itu tak mencerminkan dunia saat ini,” ujar Guterres.

Selain Guterres, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga menyampaikan persoalan tersebut dalam pidatonya.

Sejumlah pemimpin dunia lainnya juga menyampaikan perhatian yang lebih kurang sama.

Guterres melaporkan, sampai dengan saat ini, hanya 15 persen dari target Sustainable Deveopment Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan yang sesuai jalur.

Sisanya, banyak yang justru mengalami kemunduran. Untuk itu, ia mengingatkan, SDGs bukan sekadar daftar target.

”SDGs mengusung harapan-harapan, mimpi-mimpi, hak-hak dan penantian masyarakat di berbagai belahan bumi. Dan program itu menyediakan jalan paling pasti untuk memenuhi kewajiban kita di bawah Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, tahun ini memasuki tahun ke-75,” kata Guterres.

SDGs adalah rumusan target dari Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 yang diadopsi oleh semua negara anggota PBB pada tahun 2015. Program ini memberikan cetak biru bersama untuk perdamaian dan kemakmuran bagi manusia dan bumi saat ini dan di masa depan. Tujuannya adalah meninjau kemajuan dan tantangan dalam implementasi Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. KTT SGDs digelar sehari menjelang rangkaian Sidang Majelis Umum Ke-78 di New York, 19-26 September 2023.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di sidang umum PBB
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pidato pada Konferensi Tingkat Tinggi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (18/9/2023). (KOMPAS/FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA)

Kepentingan Indonesia

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi membawa nama ASEAN sekaligus Indonesia. Atas nama kepentingan Indonesia, Retno menyatakan, tatanan global saat ini tidak pas dan tidak memberikan kesempatan yang setara kepada negara-negara Selatan. Akibatnya, dunia benar-benar di luar jalur pencapaian target SDGs pada 2030.

”Tak ada pilihan lain. Dunia harus mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif bagi negara-negara berkembang untuk tumbuh dan membuat lompatan pembangunan. Diskriminasi perdagangan harus dihentikan. Negara berkembang harus diberikan kesempatan untuk lakukan hilirisasi industri,” ujar Retno.

Dalam pidatonya, Retno juga menyinggung keberhasilan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (the Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) – yang tahun ini dipimpin oleh Indonesia di bawah komando Presiden Joko Widodo (Jokowi) – dalam menavigasi diri melalui dinamika geopolitik di kawasan.

Ia mengatakan bahwa ASEAN tidak akan membiarkan dirinya menjadi pion dalam persaingan pengaruh.

Presiden Jokowi Absen Lagi

Menlu Retno menggantikan Presiden Joko Widodo yang selama hampir sembilan tahun pemerintahannya tidak pernah hadir langsung mengikuti Sidang Majelis Umum PBB di Kota New York.

Sepanjang masa kepemimpinan pertamanya pada 2014-2019, Jokowi rutin mengirim Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk berpidato di hadapan majelis. Pada periode kedua sejauh ini, Jokowi sudah mengirim Menlu Retno pada 2022 dan 2023.

Jokowi sendiri baru dua kali menyampaikan pidato di hadapan Sidang Majelis Umum, yaitu pada 2020 dan 2021 di tengah pandemi COVID-19. Itu pun melalui rekaman video karena sidang pada 2020 digelar secara daring (online) untuk mencegah penyebaran virus mematikan itu. Sedang pada 2021, sidang digelar secara daring dan luring (offline).

Maka, Presiden Jokowi tidak pernah hadir secara langsung pada Sidang Majelis Umum PBB sejak menjabat sebagai presiden Indonesia pada tahun 2014. Kepala Negara RI itu selalu mengirimkan wakil untuk berbicara di hadapan para pemimpin negara di pertemuan tingkat tinggi PBB itu. Ketika pertama kali berpartisipasi dalam Sidang Umum PBB pada 2020, Jokowi hadir secara virtual dan menyampaikan pidato dalam Bahasa Indonesia.

Sementara pada periode pertama pemerintahannya yaitu 2014-2019, Jokowi selalu mengutus Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memimpin delegasi Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB.

Jusuf Kalla selalu menggunakan bahasa Inggris dalam setiap forum internasional termasuk dalam pidato di Sidang Umum PBB. Hal yang sama juga dilakukan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang selalu menghadiri langsung Sidang Umum PBB.

Presiden RI Joko Widodo
Presiden RI Joko Widodo (Sekretariat Presiden)

Jokowi sia-siakan kesempatan

Sementara, Peneliti untuk Program Asia Tenggara di CSIS Washington, D.C., Andreyka Natalegawa, mengatakan absennya Jokowi di Sidang Majelis Umum PBB tidak hanya menunjukkan fokus Jokowi yang sejak semula inward-looking atau lebih mementingkan urusan dalam negeri, tetapi juga pendekatan pragmatis kebijakan luar negerinya.

Andreyka melihat kecenderungan Jokowi yang lebih aktif menghadiri forum-forum internasional yang lebih kecil, seperti G20 (kelompok 20 negara ekonomi terbesar), KTT ASEAN atau bahkan BRICS (Brazil, Russia, India, China, and South Africa) beberapa saat lalu. Dalam forum-forum tersebut, Indonesia diundang sebagai pengamat (observer). Hal itu menunjukkan sikap pragmatis Jokowi karena forum-forum tersebut menawarkan hasil yang lebih konkret pada isu-isu yang lebih spesifik.

Meski demikian, ia menilai bahwa ketidakhadiran Jokowi secara langsung di Sidang Majelis Umum PBB merupakan kesempatan yang disia-siakan.

“Meskipun pertemuan Sidang Majelis Umum PBB tidak seaktif pertemuan beberapa kelompok yang lebih kecil dalam mencapai hasil-hasil yang nyata, pertemuan di PBB tetap menjadi platform yang penting untuk memberi sinyal, terlibat dengan komunitas internasional yang lebih luas, dengan negara-negara yang tidak biasanya akan Presiden Jokowi ajak bicara dalam pertemuan atau keterlibatan bilateral," papar Andreyka.

Tidak sampai situ, Andreyka menilai, ketidakhadiran Jokowi juga berdampak negatif pada citra Indonesia di kancah dunia. Muncul persepsi dari beberapa negara, seperti AS, Inggris, Uni Eropa, Jepang dan Korea Selatan, yang menganggap Indonesia tidak memaksimalkan perannya di panggung internasional, padahal memiliki sumber daya dan kemampuan diplomatik yang berlimpah.

“Ketidakhadiran Presiden Jokowi secara berturut-turut pada pertemuan Sidang Majelis Umum PBB hampir menciptakan kesan bahwa Indonesia memang tidak mau terlibat pada tataran politik tertinggi, dan itu sungguh reputasi kurang bagus yang sulit dihilangkan,” ujarnya dikutip dari VoA, Senin (25/9/2023).

Oleh sebab itu, lanjutnya, presiden Indonesia yang akan datang menanggung beban pekerjaan rumah untuk membangun kembali kepercayaan dan melibatkan Indonesia di ranah global, agar dapat tetap menelurkan kebijakan luar negeri di masa depan yang sejalan dengan kepentingannya. Presiden Jokowi sendiri masih memiliki satu kesempatan terakhir pada tahun depan untuk dapat menghadiri Sidang Majelis Umum PBB di Kota New York, AS.

Berikut daftar kepala negara yang absen di Sidang Majelis Umum PBB ke-78 ini:

1. Presiden China, Xi Jinping

2. Presiden Rusia, Vladimir Putin

3. Presiden Perancis, Emannuel Macron

4. Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak

5. Presiden Indonesia, Joko Widodo

(*/tribun-medan.com/kompas TV/kompas.id)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   

Baca juga: KRONOLOGI Pengungkapan Kasus Prostitusi Anak Bocah Bertarif Rp 1,5 Juta hingga Rp 8 Juta Per Jam

Baca juga: Pengakuan Siskaeee Dibayar Rp 15 Juta untuk Syuting Film Dewasa Keramat Tunggak, Tampil Tanpa Busana

Baca juga: TERTANTANG Menjadi Bintang Film Porno, Siskaeee Rela Dibayar Rp10 Juta Per Judul Film Durasi 1,5 Jam

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved