Restorative Justice

Daftar 5 dari 101 Perkara yang Diselesaikan dengan Restorative Justice oleh Kejati Sumut

Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, yaitu mengedepankan tindakan humanis

TRIBUN MEDAN/HO
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) saat kembali menghentikan penuntut 5 perkara di gedung Kejati Sumut Jalan Jenderal Besar A H Nasution, Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntut 5 perkara.

Hal itu disampaikan Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan saat dikonfirmasi Tribun Medan, Rabu (27/9/2023).

Dikatakan Yos, pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ) dilakukan dengan pendekatan humanis berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Perkara.

Sejak 2023, lanjut Yos, Kejati Sumut telah menghentikan 101 perkara melalui RJ.

Adapun 5 perkara yang dihentikan penuntutannya adalah dari Kejari Medan dengan tersangka atas nama Defirman Halawa (22) melanggar pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

Selain itu, dari Kejari Sergai dengan tersangka atas nama Diki Wahyudi (19) melanggar Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dari Kejari Karo, sambung Yos, dengan nama tersangka Ronauli Sihombing (37) melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP membeli HP hasil curian.

Perkara dari Kejari Langkat dengan tersangka atas nama Burhanuddin Sembiring (41) melanggar Pasal 111 UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 Huruf d UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Pasal 362 KUHPidana.

Dan, perkara dari Cabjari Tapanuli Utara di Siborongborong dengan tersangka atas nama Wiston Habibi Tampubolon melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP (membeli sepeda motor tanpa surat yang jelas).

“Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, yaitu mengedepankan tindakan humanis kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya, pelaku juga menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” kata Yos A Tarigan.

Kembali disampaikan Yos, proses penghentian penuntutan 5 perkara ini sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penunut umum.

“Antara tersangka dan korban sudah bersepakat berdamai dan membuka ruang yang sah menciptakan harmoni di tengah masyarakat, tidak ada lagi dendam di kemudian hari,” pungkasnya.

(cr28/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved