Hari Anak Perempuan Internasional, PERMAMPU Edukasi Dampingan Tidak Menikah di Bawah 21 Tahun
Menurut UNFPA, sampai tahun ini atau 11 tahun kemudian, satu dari lima pernikahan masih melibatkan pengantin anak.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Setiap tanggal 11 Oktober diperingati sebagai Hari Anak Perempuan Internasional. Peringatan yang pertama kali diadakan pada tanggal 11 Oktober 2012 ini berfokus pada penghapusan pernikahan anak.
Tetapi menurut UNFPA, sampai tahun ini atau 11 tahun kemudian, satu dari lima pernikahan masih melibatkan pengantin anak. Dalam hal ini, anak perempuan mempunyai risiko lebih besar untuk dipaksa atau terpaksa melakukan pernikahan, yang sebenarnya merupakan salah satu bentuk perbudakan modern. Mirisnya, pandemi Covid-19 telah membuat anak perempuan dan perempuan muda semakin rentan untuk menikah dengan berbagai alasan.
Berangkat dari kondisi ini, PERMAMPU sebagai konsorsium dari delapan Lembaga Penguatan Perempuan di Pulau Sumatera telah mengedukasi dampingannya untuk tidak melakukan pernikahan di bawah usia 21 tahun sejak tahun 2013. Hal ini sesuai dengan anjuran BKKBN.
“Tetapi masyarakat masih melakukan pernikahan di usia anak dan di usia dini. Bahkan meski UU No 16 tahun 2019 yang merupakan amandemen UU Perkawinan No 1 tahun 1974 telah mengatur bahwa usia perkawinan adalah minimum 19 tahun, perkawinan anak dan di bawah 19 masih tetap tinggi,” kata Koordinator Konsorsium PERMAMPU, Dina Lumbantobing dalam keterangan persnya yang diterima Tribun-Medan.com, Kamis (12/10/2023).
Menurut Dina, dalam target RPJM Indonesia tahun 2020-2024, angka perkawinan kurang dari 19 tahun harus turun menjadi 8,74 persen. Sementara menurut data KPPPA, angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 11,21% di tahun 2017 dan turun ke angka 10,82% tahun 2019. Tetapi seperti disebutkan di atas, pada masa Covid-19 angka perkawinan kurang dari 19 tahun justru meningkat tajam, seperti yang ditemukan oleh Komnas Perempuan tahun 2019, di mana terdapat 23.126 kasus pernikahan kurang dari19 tahun, dan di tahun 2020 jumlahnya naik tajam menjadi 64.211 .
Data perkawinan anak dari lokasi anggota PERMAMPU, kata Dina juga menunjukkan pola yang sama. Mahkamah Syariyah Aceh menunjukkan data perkawinan anak yang meningkat sangat tajam (lebih dari 300 persen ) sebelum dan sesudah Covid -19.
Tahun 2019 ada 198 orang yang mengajukan dispensasi perkawinan anak dab tahun 2020 melonjak menjadi 640 orang. Dispensasi perkawinan anak tahun 2020 di Pengadilan Agama Stabat Kabupaten Langkat Sumut menunjukkan angka 172 kasus dan meningkat di tahun 2021 menjadi 230 kasus.
Baca juga: PERMAMPU Rayakan Hari Kesehatan Seksual dengan Pendidikan Seksualitas
Sedangkan data Susenas 2019 di provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa sekitar 8 persen perempuan melakukan perkawinan pertama di usia 16 tahun atau kurang. Selanjutnya data Susenas Maret 2021 menunjukkan bahwa data perkawinan pertama usia kurang dari 19 tahun meningkat 3 kali lipat menjadi 24,49 %.
Data lainnya diperlihatkan BPS Sumbar tahun 2021 yang juga menemukan tingkat pendidikan perempuan yang kawin pada usia kurang dari 19 tahun didominasi oleh tidak tamat dan tamat SD sebesar 75,79 %. Data dispensasi perkawinan anak dari Pengadilan Agama Provinsi Bengkulu menunjukkan trend kenaikan. Pada tahun 2018 ada 13.489 kasus, tahun 2019 melonjak menjadi 23.145, tahun 2020 semakin melonjak ke 63.382 dan tahun 2021 mengalami sedikit penurunan menjadi 61.449 kasus.
Data Pengadilan Tinggi Agama wilayah Bandar Lampung 2017- 2019 menunjukkan data perkawinan anak 233 kasus, tahun 2020 naik 3 kali lipat menjadi 714 pemohon dispensasi kawin dan tahun 2021 menurun sedikit ke angka 708 kasus.
“Angka-angka di atas menunjukkan betapa seriusnya angka perkawinan anak dan dini di Sumatera, sehingga PERMAMPU merasa perlu melakukan penelitian kualitatif untuk mengetahui fenomena terkait dengan perkawinan anak yang dilakukan serentak di delapan provinsi yaitu: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung sejak awal Oktober 2023, tepat di bulan perayaan Hari Anak Perempuan Internasional,” kata Dina.
Dina menambahkan, hasil penelitian akan menjadi bahan penyadaran kritis masyarakat dan advokasi kebijakan untuk mendukung perbaikan implementasi kebijakan pencegahan perkawinan usia kurang dari 19 tahun yang ada dan mendorong berkembangnya kebijakan tersebut sampai ke pedesaan di 26 kabupaten yang berada di delapan provinsi tersebut di atas.
“Catatan ini diharapkan menjadi pengingat bagi masyarakat, keluarga, para tokoh masyarakat dan pemerintah untuk menyadari adanya fakta mengenai masih maraknya perkawinan usia anak dan kurang dari 19 tahun. Fakta ini dilakukan atas dasar kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai akibat buruknya bagi kesehatan reproduksi, pendidikan dan mental mereka, dan kerentanan terhadap kekerasan, pemiskinan dan berbagai bentuk diskriminasi,” ujar Dina. (*/top/Tribun-Medan.com)
Perayaan Hari Keluarga Nasional, PERMAMPU Dorong Pembaharuan Nilai Menuju Kesetaraan dalam Keluarga |
![]() |
---|
PERMAMPU Klarifikasi Hoaks Tawarkan Skema Angsuran 88 Miliar dan tak Bekerjasama dengan BPVP Padang |
![]() |
---|
Rayakan Hari Lansia, PERMAMPU Dorong Perwujudan Pemenuhan Hak-hak Perempuan Lansia |
![]() |
---|
Permampu Rayakan Hari Kartini, Momen Refleksikan Perjuangan Kartini dan Peningkatan Kapasitas FKPAR |
![]() |
---|
Peringatan Hari Perempuan Sedunia, Konsorsium Permampu Serukan Percepatan Aksi Perempuan Akar Rumput |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.