Perang Hamas vs Israel

Daftar Nama 7 Petinggi Hamas Berperan Penting dalam Serangan ke Israel, Ada Hidup Mewah di Qatar

Sejak 2007, dua pemerintahan yang independen dan bersaing secara politik telah hidup berdampingan, yaitu kelompok Fatah dan Hamas.

|
Editor: AbdiTumanggor
Kolase BBC
Daftar Nama 7 Petinggi Hamas Berperan Penting dalam Serangan ke Israel, Ada Hidup Mewah di Qatar dengan kekayaan capai Rp 40 triliun tahun 2020. (Kolase/BBC) 

Salah satu tujuannya adalah untuk membentuk negara Islam Palestina yang mencakup seluruh wilayah “Palestina bersejarah”, termasuk di mana Israel sekarang berada. Hamas ingin menghilangkan Israel dari muka bumi. Ingin mengulangi sejarah yang pernah dialami Yahudi Israel berabad-abad silam.

Warga Palestina berdoa di Masjid Al Aqsa
Warga Palestina berdoa di Masjid Al Aqsa (TWITTER)

Siapa saja para pimpinan penting Hamas?

Sejak Hamas melancarkan serangan terhadap Israel, Sabtu (7/10/2023), muncul banyak pertanyaan tentang orang-orang yang merencanakan dan mengorganisir "Operasi Badai Al-Aqsa" tersebut. Banyak pimpinan Hamas, kelompok pejuang Palestina di Gaza, tidak menunjukkan wajah mereka saat berbicara kepada media massa.

Maklum, banyak petinggi kelompok itu menghabiskan sebagian besar hidup mereka menghindari upaya pembunuhan oleh Israel.

Berikut ini adalah sejumlah pemimpin Hamas yang paling menonjol saat ini, baik tokoh politik maupun komandan militer Brigade Izz al-Din al-Qassam yang dikutip dari catatan Lina Alshawabkeh, BBC News, Melaporkan dari Amman:

1. Mohammed Diab Al-Masry atau Mohammed Deif alias Abu Khaled. 

Mohammed Diab Al-Masry punya nama panggilan, yaitu Abu Khaled. Dia juga kerap dipanggil Al-Deif. Dia lahir di Gaza pada 1965.

Al-Deif memimpin Brigade Izz al-Din al-Qassam, cabang militer gerakan Hamas.

Dia dikenal oleh masyarakat Palestina dengan julukan “Sang Dalang”.

Sementara itu, Israel menjulukinya “Manusia Pembawa Maut” dan “Manusia dengan Sembilan Nyawa”.

Al-Deif meraih gelar sarjana biologi dari Universitas Islam Gaza.

Pada masa perkuliahannya, dia dikenal karena kecintaannya pada akting dan teater. Di sana, dia membentuk sebuah kelompok seni.

Ketika pendirian Hamas diumumkan, Al-Deif bergabung dengan kelompok tersebut tanpa ragu-ragu.

Israel menangkapnya tahun 1989 atas tuduhan bekerja untuk militer Hamas.  Tanpa proses peradilan, dia dipenjara selama 16 bulan.

Selama di penjara, Deif bersama Zakaria Al-Shorbagy dan Salah Shehadeh sepakat membentuk gerakan lain yang terpisah dari Hamas.

Tujuan mereka adalah menangkap tentara Israel. Mereka memberi nama kelompok itu Brigade Al-Qassam.

Sosok dan profil Mohammed Deif, komandan Operasi Badai Al-Aqsa terhadap Israel pada Sabtu (7/10/2023) lalu. (HO)
Mohammed Deif, komandan Operasi Badai Al-Aqsa terhadap Israel pada Sabtu (7/10/2023) lalu. (HO)

Setelah Deif keluar dari penjara, Brigade Izz al-Din Al-Qassam mulai menunjukkan kekuatan militer mereka.

Deif berada di garda terdepan kelompok itu sebagai salah satu pendiri, bersama para pemimpin Al-Qassam lainnya.

Deif adalah insinyur yang membangun terowongan yang memungkinkan milisi Hamas masuk ke Israel dari Gaza.

Dia juga merupakan salah satu orang yang merancang strategi serangan roket ke Israel dalam skala yang masif.

Dari seluruh rekam jejaknya, Al-Deif paling dikenal sebagai orang yang penggagas pemboman bus yang menewaskan sekitar 50 warga Israel pada awal tahun 1996.

Ini merupakan operasi balas dendam atas pembunuhan sosok penting di Hamas, Yahya Ayyash, oleh Israel.

Al-Deif juga terlibat dalam penangkapan dan pembunuhan tiga tentara Israel pada pertengahan dekade 1990-an.

Israel kembali menangkap dan memenjarakannya pada tahun 2000.

Namun Al-Deif dapat melarikan diri dan peristiwa itu dikenal banyak kalangan sebagai “Intifada Kedua”.

Sejak saat itu, Al-Deif nyaris tidak pernah muncul ke hadapan publik.

Terdapat tiga foto yang menampilkan wajah Al-Deif. Pada salah satu foto, dia terlihat sudah sangat tua.

Pada foto lain dia menyembunyikan wajahnya, sedangkan pada foto terakhir yang tampak hanyalah bayangannya.

Upaya pembunuhan paling serius terhadap Al-Deif terjadi pada tahun 2002.

Deif, secara mustahil, selamat. Namun dia kehilangan salah satu matanya. Israel

membuat klaim serangan mereka membuat Al-Deif kehilangan satu kaki dan tangannya.

Al-Deif mengalami kesulitan berbicara setelah menjadi sasaran berbagai upaya pembunuhan oleh Israel.

Pada tahun 2014, selama serangan Israel di Jalur Gaza yang berlangsung lebih dari 50 hari, tentara Israel kembali gagal membunuh Deif.

Tapi Israel membunuh istri dan dua anaknya.

Al-Deif dikenal dengan julukan “Abu Khaled” melalui aktingnya dalam drama berjudul The Clown. 

Saat itu ia berperan sebagai “Abu Khaled,” seorang tokoh sejarah yang hidup pada periode awal Abad Pertengahan di masa pemerintah Bani Umayyah dan Abbasiyah.

Deif adalah sebuah kata dalam bahasa Arab yang berarti "tamu".

Julukan itu melekat pada sosoknya karena dia tidak tinggal di suatu tempat dalam waktu lama.

Dia tidur di lokasi baru setiap malam untuk menghindari pembunuhan Israel.

Baca juga: Istri dan Semua Anaknya Dibunuh Israel Tahun 2014, Ini Sosok Mohammed Deif, Otak Serangan ke Israel

Baca juga: PROFIL Mohammed Deif, Komandan Brigade Al Qassam Hamas, Otak Serangan ke Israel, Sosoknya Misterius

2. Marwan Issa

Marwan Issa dikenal dengan julukan “manusia bayangan”.

Dia adalah tangan kanan Mohammed Deif, wakil panglima Brigade Izz al-Din al-Qassam, sekaligus anggota biro politik dan militer Hamas.

Pasukan Israel menahannya selama lima tahun sejak peristiwa dikenal sebagai periode Intifada Pertama.

Israel menuduhnya menjadi bagian Hamas sejak usia dini.

Israel mengklaim, selama Issa masih hidup, yang mereka sebut sebagai “perang otak” dengan Hamas akan terus berlangsung.

Israel menuduh Issa sebagai orang yang “berbuat dengan perbuatan, bukan perkataan,” dan mengatakan bahwa dia sangat pintar sehingga “bisa mengubah plastik menjadi logam”.

Marwan Issa dikenal dengan julukan 'manusia bayangan' oleh Israel. (Canal26)
Marwan Issa dikenal dengan julukan 'manusia bayangan' oleh Israel. (Canal26)

Issa awalnya dikenal publik sebagai pemain bola basket terkemuka.

Namun, dia tidak memiliki karier olahraga karena Israel menangkapnya pada tahun 1987 atas tuduhan bergabung dengan gerakan Hamas.

Otoritas Palestina kemudian menangkapnya pada tahun 1997, dan dia baru dibebaskan setelah pecahnya apa yang dikenal sebagai "Intifada Al-Aqsa" pada tahun 2000.

Setelah dibebaskan dari penjara, Issa memainkan peran penting dalam mengembangkan sistem militer di Brigade Al-Qassam.

Karena perannya yang menonjol dalam gerakan tersebut, Issa masuk dalam daftar paling dicari Israel.

Israel berusaha membunuhnya dalam pertemuan staf umum pada tahun 2006 dengan Deif dan para pemimpin utama Brigade Al-Qassam.

Issa terluka, tapi tujuan Israel untuk membunuhnya tidak tercapai.

Pesawat tempur Israel juga menghancurkan rumahnya selama invasi Gaza pada tahun 2014 dan 2021. Saudara laki-lakinya tewas dalam serangan tersebut.

Wajah Issa tidak diketahui publik sampai tahun 2011.

Wajahnya baru muncul ke media massa ketika dia muncul dalam foto grup yang diambil saat resepsi proses pertukaran tahanan Palestina dan tentara Israel, Gilad Shalit.

Laki-laki yang juga dikenal dengan nama samaran Abu Al-Baraa ini berperan dalam merencanakan serangan dalam berbagai pertempuran, dari operasi “Batu Serpih” pada tahun 2012 hingga “Operasi Badai Al-Aqsa” pada tahun 2023.

Memiliki jaringan di akar rumput, menguasai intelijen dan teknis, tingkat perencanaan yang terorganisir dan tepat, serta fokus pada penyerbuan pemukiman dan markas keamanan adalah berbagai hal yang melekat pada sosoknya.

3. Yahya Sinwar

Kepala biro politik Hamas di Jalur Gaza, Yahya Ibrahim Al-Sinwar, lahir pada tahun 1962. Dia adalah pendiri dinas keamanan Hamas, yang dikenal dengan julukan “Majd,” yang mengelola masalah keamanan dalam negeri, seperti menyelidiki tersangka agen Israel serta melacak petugas intelijen dan badan keamanan Israel.

Sinwar beberapa kali ditangkap Israel. Yang pertama pada tahun 1982 dan pada suatu peristiwa saat pasukan Israel menahannya secara administratif selama empat bulan.

Pada tahun 1988, Israel menangkap Sinwar untuk ketiga kalinya. Dia dijatuhi hukuman empat kali penjara seumur hidup.

Yahya Sinwar petinggi hamas
Yahya Sinwar (BBC)

Saat Sinwar menjalani hukuman penjara, tank Israel yang dioperasikan Gilad Shalit ditembak serangan rudal Hamas.

Lalu, tentara Israel itu disandera oleh Hamas. Gilad Shalit disebut sebagai sosok yang disenangi oleh semua orang Israel.

Oleh karena alasan itu, Israel disebut harus melakukan apa pun untuk membebaskannya.

Pembebasan ini terjadi melalui kesepakatan pertukaran tahanan yang disebut perlawanan “Loyalitas Kebebasan”, yang mencakup banyak tahanan dari gerakan Fatah dan Hamas.

Salah satu tahanan asal Palestina yang turut ditukar dengan Shalit adalah Yahya Sinwar, yang dibebaskan pada tahun 2011.

Setelah bebas, Sinwar kembali ke posisinya sebagai pemimpin terkemuka gerakan Hamas dan anggota biro politiknya.

Pada bulan September 2015, AS memasukkan nama Sinwar ke dalam apa yang mereka sebut sebagai daftar hitam “teroris internasional”.

Pada 13 Februari 2017, Sinwar terpilih sebagai kepala biro politik gerakan tersebut di Jalur Gaza, menggantikan Ismail Haniyeh.

4. Abdullah Barghouti

Barghouti lahir di Kuwait pada tahun 1972. Dia pindah ke Yordania setelah Perang Teluk Kedua pada tahun 1990.

Dia memegang kewarganegaraan Yordania, sebelum terdaftar menjadi mahasiswa di sebuah universitas di Korea Selatan untuk belajar teknik elektronik selama tiga tahun.

Pendidikan itu menjadi dasar keahliannya membuat bahan peledak.

Barghouti tidak menyelesaikan studinya karena mendapat izin masuk ke Palestina.

Tak satu pun dari orang-orang di sekitarnya yang mengetahui kemampuannya di bidang pembuatan bahan peledak.

Hingga suatu hari ia dibawa sepupunya, Bilal Al-Barghouthi, ke daerah terpencil di Tepi Barat dan menunjukkan keahliannya.

Bilal Al-Barghouthi menceritakan kepada komandannya apa yang dilihatnya (keahlian Abdullah Barghouthi).

Abdullah Barghouthi lantas diundang untuk bergabung dengan barisan Brigade Al-Qassam.

Laki-laki ini bekerja memproduksi alat peledak dan memproduksi zat beracun dari kentang serta memproduksi detonator.

Barghouti mendirikan pabrik khusus manufaktur militer di sebuah gudang di kotanya.

Abdullah Barghouti saat ditangkap Israel
Abdullah Barghouti saat ditangkap Israel (BBC)

Barghouti ditangkap pada tahun 2003 secara kebetulan oleh pasukan khusus Israel. Dia menghabiskan tiga bulan di interogasi.

Barghouti dianggap bertanggung jawab atas puluhan kematian warga Israel. Dalam persidangan keduanya, banyak anggota keluarga korban hadir.

Dia dijatuhi hukuman terlama dalam sejarah Israel - bahkan mungkin hukuman penjara terlama yang pernah ada - dengan 67 hukuman seumur hidup ditambah 5.200 tahun penjara.

Barghouti ditahan di sel isolasi selama beberapa waktu, namun dia melakukan mogok makan yang mengakhiri hukuman tersebut.

Barghouti dijuluki “Pangeran Bayangan” karena sebuah buku yang ditulisnya dari dalam penjara dengan nama tersebut.

Dalam buku tersebut dia berbicara tentang kehidupannya dan rincian operasi yang dia lakukan dengan tahanan lain, antara lain tentang bagaimana dia mendapatkan bahan peledak melalui pos pemeriksaan militer Israel serta bagaimana dia melakukan operasi pengeboman jarak jauh.

5. Ismail Haniyeh

Ismail Abdel Salam Haniyeh, yang akrab dipanggil Abu Al-Abd, lahir di kamp pengungsi Palestina.

Dia adalah kepala biro politik gerakan Hamas dan perdana menteri pemerintahan Palestina yang kesepuluh.

Ia menjabat sebagai perdana menteri Palestina sejak tahun 2006. Israel memenjarakan Haniyeh pada tahun 1989 selama tiga tahun. Setelah itu dia diasingkan ke Marj al-Zuhur – tanah tak bertuan antara Israel dan Lebanon – bersama sejumlah pemimpin Hamas, di mana ia menghabiskan setahun penuh hidup dalam kondisi genting pada tahun 1992.

Setelah masa pengasingan, Haniyeh kembali ke Gaza.

Ismail Haniyeh pemimpin hamas
Ismail Haniyeh (aawsat)

Pada tahun 1997 dia diangkat menjadi kepala kantor Sheikh Ahmed Yassin, pemimpin spiritual gerakan Hamas, yang memperkuat posisinya.

Pada 16 Februari 2006, Hamas mencalonkannya sebagai perdana menteri Palestina, dan dia diangkat untuk duduk pada posisi itu empat hari setelahnya.

Satu tahun kemudian, Haniyeh diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden Otoritas Nasional Palestina, Mahmoud Abbas. Pencopotan ini terjadi usai Brigade Izz al-Din al-Qassam menguasai Jalur Gaza, mengusir perwakilan gerakan Fatah pimpinan Abbas dalam kekerasan berdurasi satu pekan yang memakan banyak korban jiwa.

Haniyeh menolak dipecatan dan menyebutnya sebagai upaya inkonstitusional. Dia berkata, “pemerintahannya akan melanjutkan tugasnya dan tidak mengabaikan tanggung jawab nasionalnya terhadap rakyat Palestina."

Haniyeh telah beberapa kali menyerukan rekonsiliasi dengan gerakan Fatah. Pada 6 Mei 2017, dia terpilih sebagai kepala Biro Politik Hamas.

6. Khaled Meshaal

Khaled Meshaal 'Abu Al-Walid' lahir di Silwad, sebuah desa di utara Ramalah, Tepi Barat, Palestina, 28 Mei 1956.

Ia menerima pendidikan dasar di sana sebelum bersama keluarganya berimigrasi ke Kuwait. Di Kuwait, ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah.

Meshaal dianggap sebagai salah satu pendiri gerakan Hamas, dan telah menjadi anggota biro politik sejak organisasi itu didirikan.

Dia menjabat sebagai presiden biro politik gerakan tersebut antara tahun 1996 dan 2017 dan diangkat sebagai pemimpinnya setelah kematian Sheikh Ahmed Yassin pada tahun 2004.

Pada tahun 1997, agen mata-mata Israel Mossad berusaha membunuhnya di bawah instruksi langsung dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Sebanyak 10 agen Mossad memasuki Yordania dengan paspor Kanada palsu. Khaled Meshaal, yang saat itu merupakan warga berkebangsaan Yordania, disuntik dengan zat beracun saat berjalan di sepanjang jalan di ibu kota, Amman.

Pihak berwenang Yordania mengetahui upaya pembunuhan tersebut dan menangkap dua anggota Mossad yang terlibat.

Mendiang Raja Hussein dari Yordania meminta Perdana Menteri Israel untuk memberikan penawar racun yang disuntikkan ke Meshaal, namun PM Netanyahu awalnya menolak permintaan tersebut. Namun, upaya untuk membunuh Meshaal sangat politis karena campur tangan Presiden AS, Bill Clinton, yang memaksa Netanyahu untuk memberikan penawar racun.

Kemudian, Meshaal mengunjungi Jalur Gaza untuk pertama kalinya pada 7 Desember 2012. Kunjungannya merupakan yang pertama ke wilayah Palestina sejak dia berusia 11 tahun.

Dia diterima oleh para pemimpin faksi dan nasional Palestina setibanya di penyeberangan Rafah dan kerumunan orang Palestina keluar untuk menyambutnya di sepanjang jalan sampai dia tiba di kota Gaza. Kemudian, tak berapa lama dia pergi ke Qatar.

Khaled Mashal sendiri hampir tidak pernah terlibat secara langsung dalam kontak senjata di Gaza, namun ia bertindak sebagai aktor intelektual yang ujungnya berakhir dengan bisnis.

Belakangan ini, Khaled Meshaal hidup mewah di Qatar dengan bergelimang harta 2,6 miliar dolar AS tahun 2020 atau sekitar Rp 40.860.950.000.000 (Rp40,8 triliun) jika dirupiahkan dengan kurs Rp 15.715 per 1 dolar AS, Senin (16/10/2023). Dirinyalah yang menggerakkan pejuang Hamas dari jarak jauh dari kediamannya yang dirahasiakan di Qatar.

Khaled Meshaal remote control Hamas dari jarak jauh
Khaled Meshaal remote control Hamas dari jarak jauh (BBC)

Artikel di The Jerusalem Post pernah melaporkan bahwa Khaled Mashal dapat hidup mewah mengelola sumbangan komunitas international atas penderitaan warga Palestina setiap kali pecah konflik abtara Israel – Palestina di Jalur Gaza. Khaled Mashal, hidup mewah dengan tinggal di persembunyiannya di Doha, Qatar.

Bisa dikatakan, Khaled Mashal inilah tokoh paling utama Hamas, pemegang remote control jarak jauh. Dompet Khaled Mashal, terus menebal, setiap kali muncul konflik.

Khaled Mashal menyusun proyek agitasi, berbagai bentuk audio visual palsu, berupa derita nestapa rakyat Palestina. Uang hasil donasi, kemudian dibeli senjata, biaya pelatihan militer, mendidik tenaga perakit roket dan bom, sekitar 40 persen dari dana donasi yang masuk. Sisanya, sekitar 60 persen, untuk biaya hidup mewah Khaled Mashal dan petinggi Hamas lainnya yang tengah berada di luar negeri. Khaled Mashal juga dikabarkan seorang agen intelijen yang memiliki koneksi ke Amerika Serikat (AS), Rusia, China dan Iran.

Setiap negara menginginkan Hamas jadi proxy, yang pertama selalu menghubungi Khaled Mashal di Doha, Qatar.  Khaled Mashal, selalu jadi tokoh penting, setiap kali Hamas dimanfaatkan dalam ketegangan Israel, sebagai proxy di Timur Tengah.

The Jerusalem Post, menyebutkan, Ha-Mossad le-Modiin ule-Tafkidim Meyuhadim (Mosaad), agen intelijen Israel, sejak Maret 2021, sudah mencium gelagat Khaled Mashal. Analisis Mossad mengacu kepada keterlibatan intelijen Rusia, China dan Iran untuk memanfaatkan Hamas. Sebagaimana reportase Al-Monitor, sebuah program televisi bertajuk “What is Hidden is Greater” yang disiarkan saluran Qatari Al Jazeera, Minggu, 13 September 2020. Jaringan televisi berita berbasis di Doha, Qatar, Al Jazeera, menampilkan cuplikan eksklusif gudang senjata Hamas di Jalur Gaza, Palestina. Ini penampakan pertama keberadaan gudang senjata Hamas di Gaza, pasca bentrok dengan Israel tahun 2014.

Video perlihatkan anggota Brigade Izz al-Din al-Qassam, sayap Hamas, memperlihatkan rudal Fajr, Iran, rudal 9M133 Kornet produksi Rusia, dan senjata panggul produksi Korut dan China. Dalam kesempatan itu, jurnalis Palestina yang menjadi pembawa acara, Tamer al-Mashal, dipandu Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik dan Panglima Hamas.

Mengutip Mossad, The Jerusalem Post, menyebutkan, Khaled Mashal, bakal memanfaatkan sentifitas umat Islam di dalam memicu konflik dengan Israel di Jalur Gaza. Karena itu, otoritas berwenang Israel, melarang warga Palestina, melakukan salat tawarih di Masjid Al Aqsa, Yerusalem timur, selama bulan suci ramadhan, 13 April – 13 Mei 2021 lalu. Karena dikhawatirkan Hamas akan memanfaatkan situasi di balik kerumuman. Israel memang menghindari konflik, karena bentrok keduanya yang terjadi periode 6 – 16 Juli 2014, menyebabkan 1.880 warga Palestina tewas dan 10.000 lainnya cedera. Dari jumlah tersebut, 398 di antaranya anak-anak, 207 wanita, dan 74 manusia lanjut usia.

Bentrokan yang dimulai Senin, 10 Mei 2021, dipicu pula implikasi rentetan dari rencana eksekusi putusan Pengadilan Negara Israel. Konflik militer Israel dan Hamas di Jalur Gaza, Palestina, 10 – 21 Mei 2021, merupakan salah bentrokan paling berdarah selain yang terkini sejak Sabtu, 7 Oktober 2023.

Saat Hamas mengumumkan gencatan senjata, Jumat dinihari, 21 Mei 2021, tercatat 232 orang warga Palestina tewas (65 orang anaka-anak) dan 1.900 lainnya luka-luka. Konflik dipicu penembakan warga Israel saat Perayaan Paskah Yahudi, merupakan bentrokan paling berdarah dari bentrokan yang pernah terjadi sebelumnya.

Sama dengan Hizbullah di Lebanon, Gerakan Hamas dulunya merupakan pasukan paramiliter didikan Central Inteligence Agency (CIA) Amerika Serikat. Hamas, didirikan Sheikh Ahmed Yassin di Jalur Gaza, Palestina, 14 Desember 1987, bersama Fattah, bertujuan memperkuat persatuan pembentukan negara Palestina. Dalam perkembangannya, Hamas, lebih militan, setelah direkrut Rusia, China dan Iran, melawan pendudukan Israel di Yerusalem.

The Jerusalem Post menyebutkan Hamas beraliran Fundamentalisme Islam, Sunni Islamisme, Nasionalisme Palestina, dengan pemimpin di antaranya Khaled Mashal, Ismail Haniyah, Mahmoud al Zahar. Tahun 2007 di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), AS, Perancis, Inggris, Israel, sematkan status teroris kepada faksi Hamas, tapi Rusia, China dan Iran bersikap netral.

7. Mahmoud Zahar

Mahmoud Zahar lahir pada tahun 1945 di Kota Gaza.

Ayahnya berasal dari Palestina sementara ibunya berkewarganegaraan Mesir.

Dia menghabiskan masa kecil di kota Ismailia, Mesir.

Zahar menempuh pendidikan dasar, menengah, dan menengah di Gaza.

Ia memperoleh gelar sarjana kedokteran umum dari Universitas Ain Shams di Kairo pada tahun 1971, kemudian gelar master di bidang bedah umum pada tahun 1976.

Setelah lulus, ia bekerja sebagai dokter di rumah sakit di Gaza dan Khan Younis hingga pemerintah Israel memecatnya karena posisi politiknya.

Zahar dianggap sebagai salah satu pemimpin Hamas yang paling terkemuka, dan anggota kepemimpinan politik gerakan tersebut.

Mahmoud Zahar ditahan di penjara Israel selama enam bulan pada tahun 1988, enam bulan setelah berdirinya gerakan Hamas.

Dia termasuk di antara mereka yang dideportasi oleh Israel ke Marj Al-Zuhur pada tahun 1992, di mana dia menghabiskan satu tahun penuh.

Mahmoud Zahar petinggi Hamas
Mahmoud Zahar (BBC)

Saat gerakan Hamas memenangkan mayoritas dalam pemilihan legislatif pada tahun 2005, Zahar mengambil alih Kementerian Luar Negeri dalam pemerintahan yang dibentuk oleh Perdana Menteri Ismail Haniyeh, sebelum Presiden Mahmoud Abbas mengumumkan pembubaran pemerintah setelah peristiwa yang menyebabkan perpecahan Palestina.

Israel berusaha membunuh Zahar pada tahun 2003, ketika sebuah pesawat F-16 menjatuhkan bom – yang diyakini berbobot setengah ton – di rumahnya di lingkungan Rimal di Kota Gaza.

Serangan itu menyebabkan dia mengalami luka ringan, namun menewaskan putra sulungnya, Khaled.

Pada tanggal 15 Januari 2008, putra keduanya, Hossam, yang merupakan anggota Brigade Qassam, adalah salah satu dari 18 orang yang tewas dalam serangan Israel di timur Gaza.

Zahar telah menulis karya intelektual, politik, dan sastra, antara lain yang berjudul The Problem of Our Contemporary Society... A Quranic Study, No Place Under the Sun yang merupakan tanggapan terhadap buku karya Benjamin Netanyahu, dan sebuah novel berjudul On trotoar.

Para Pendukung Hamas

Iran disebut-sebut menjadi negara yang mendukung Hamas terutama dalam hal menentang Israel.

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sebut Teheran mendukung serangan-serangan yang dilakukan oleh Hamas terhadap Israel pada hari Sabtu pekan lalu dan menegaskan akan terus mendukung para pejuang Islam “sampai pembebasan Palestina dan Yerusalem”.

Di samping itu, pernyataan Teheran disebut-sebut akan memicu spekulasi bahwa Iran sengaja memicu konflik guna mencegah normalisasi hubungan Saudi-Israel, seperti yang diinginkan Amerika Serikat.

Pernyataan mantan Komandan Garda Revolusi Iran, Yahya Rahim Safavi, berpotensi dicurigai juga bahwa Teheran memang memainkan peran langsung dalam mendukung sekutu tradisionalnya, Hamas, dalam serangan terencana yang menewaskan hingga seribuan warga Israel.

Intervensi Teheran terhadap Hamas disinyalir menjadi sebuah sinyal yang menegaskan bahwa Teheran bersedia memicu konflik regional guna mencegah Riyadh menormalkan hubungannya dengan Israel.  “Kami mendukung operasi ‘Badai Al-Aqsa’ yang patut dipuji,” ujar Rahim Safavi dalam sebuah pernyataan.

Di samping itu, menurut laporan DW, selain Iran, Hamas rupanya memiliki pendukung utama yakni Qatar.

Dalam hal ini, Qatar berperan sebagai pendukung keuangan kelompok militan tersebut.

Dukungan Qatar terhadap Hamas pertama kali terjadi ketika Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani, mengunjungi Hamas pada tahun 2012 lalu.

Sejauh ini, Qatar dikabarkan telah mengirimkan uang sebesar 1,8 miliar dolar. Hamas juga didukung oleh Turki.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyatakan dukungan politiknya terhadap Hamas.

Selain didukung oleh beberapa negara besar, Hamas juga didukung berbagai inisiatif hingga yayasan non-negara yang beberapa di antaranya berbasis di negara-negara eks Uni Soviet.

(*/Tribun-medan.com/BBC News)

Baca juga: Jokowi Izinkan Andi Widjajanto Mundur dari Gubernur Lemhannas RI, Andi: Untuk Menjaga Netralitas

Baca juga: Society 5.0 vs Komunikasi IT: Andi Widjajanto vs Budi Arie Setiadi - TPN Ganjar vs Projo Prabowo

Baca juga: ISRAEL DIKEPUNG BANJIR Usai Bombardir Palestina, Serangan Darat Lawan Hamas Ditunda!

Baca juga: KERAS! Iran Ancam Bombardir Israel Jika Terus Serang Gaza & Hamas, Kirim Hizbullah Gempur Zionis!

Baca juga: PERANG DI LAUT, Israel Tembaki Prajurit Hamas yang Berenang ke Pantai Israel

Sumber: bbc
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved