Berita Viral
Daftar Fasilitas Mewah Dinikmati Keluarga Rektor Udayana dari Hasil Pungli SPI Maba Jalur Mandiri
Sejumlah fasilitas mewah yang dinikmati keluarga Rektor Udayana I Nyoman Gde Antara dari hasil endapan pungli SPI maba jalur mandiri di Bank-bank
TRIBUN-MEDAN.COM – Inilah sejumlah fasilitas mewah yang dinikmati keluarga Rektor Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara dari hasil endapan pungli SPI maba jalur mandiri.
Seperti diketahui, Rektor Udayana I Nyoman Gde Antara dan tiga pejabat unud lainnya melakukan pungli Rp 335 miliar dari Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru jalur mandiri.
Hasil pungli Rektor Udayana I Nyoman Gde Antara itupun diendapkan di beberapa bank seperti BTN, BRI, Bank Mandiri, dan BPD Bali.
Sehingga pihaknya memperoleh predikat nasabah premium dan mendapatkan fasilitas VVIP dari bank-bank tersebut.

Berikut Tribun-Medan.com merangkum daftar fasilitas mewah yang dinikmati keluarga Rektor Udayana tersebut.
Diketahui, keluarga Unud tersebut disebut memakai mobil Toyota Alphard.
Fasilitas mewah mobil Alphard tersebut difasilitasi dari Bank BNI.
Tidak hanya itu, sejumlah bank lainnya juga memberikan fasilitas mewah serupa.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Eko Purnomo, yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Bali.

"Dari pengendapan dana tersebut terdakwa juga mendapatkan fasilitas dari Bank BNI salah satunya berupa mobil Toyota Alphard yang dipergunakan untuk keperluan keluarga terdakwa," kata Agus di depan Majelis hakim diketuai Agus Akhyudi, pada Selasa (24/10/2023).
Agus mengungkapkan, terdakwa melakukan pungli dan penyimpangan pengelolaan dana SPI ini secara bersama-sama dengan tiga terdakwa lainnya yakni Nyoman Putra Sastra, I Ketut Budiartawan, dan I Made Yusnantara (berkas terpisah), dan dua orang saksi AA Raka Sudewi, dan I Gede Rai Maya Temaja.
Adapun, tindak pidana ini dilakukan terdakwa pada saat bertugas sebagai ketua tim penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik 2018/2019 sampai 2020/2021.
Kemudian, saat menjabat sebagai rektor sekaligus sebagai penanggung jawab tim penerimaan mahasiswa jalur mandiri tahun akademik 2022/2023.
Saat itu, mereka dengan sesuka hati menetapkan besaran nilai SPI dalam laman pendaftaran, yakni mulai dari Rp 0 sampai Rp 150 juta pada tahun ajaran 2018/2019, dan mulai dari Rp 0 sampai Rp 1,2 miliar pada tahun akademik 2022/2023.
Baca juga: Cara Rektor Universitas Udayana Cs Korupsi Rp335 Miliar dari Sumbangan Maba Jalur Mandiri
Baca juga: Profil I Nyoman Gde Antara, Rektor Universitas Udayana Korupsi Rp 335 M dari SPI Maba Jalur Mandiri
Para calon mahasiswa tidak bisa melanjutkan pendaftaran tanpa mengisi besaran SPI melalui aplikasi pendaftaran.
Calon mahasiswa harus membayar SPI setelah dinyatakan lulus seleksi meskipun belum ditetapkan sebagai mahasiswa baru.
Dalam periode tersebut, terdakwa bersama lima koleganya tersebut berhasil mengumpulkan dana SPI Rp. 335.352.810.691,00 yang berasal dari 9.801 orang calon mahasiswa baru.
Padahal, pungutan tersebut tidak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.05/2015 dan PMK Nomor 95/PMK.05.2020 dan bertentangan dengan Pasal 10 Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Selanjutnya, dana SPI itu ditampung di sejumlah bank dan sengaja dicampur dengan penerimaan badan layanan umum (BLU) Universitas Udayana lainnya untuk mengaburkan uang yang sah dan tidak sah.
Kemudian, dana SPI tersebut juga sengaja diendapkan di beberapa rekening dengan tujuan untuk mendapatkan fasilitas dari bank.

Padahal, berdasarkan Peraturan Rektor Universitas Udayana Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Optimalisasi Kas Badan Layanan Umum Universitas Udayana, uang itu semestinya dicairkan dalam jangka waktu 12 bulan.
Selain itu, dana SPI tersebut seharusnya dipergunakan dan dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana maupun pengembangan sumberdaya manusia di Universitas Udayana.
"Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Nyoman Putra Sastra, I Ketut Budiartawan, dan I Made Yusnantara (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah) dan juga bersama saksi AA Raka Sudewi, dan I Gede Rai Maya Temaja, membuat penambahan PNBP UNUD yang pengelolaannya di antaranya diendapkan di rekening bank sehingga mendapatkan fasilitas dari bank," kata Agus.
Adapun fasilitas yang dari bank tersebut, yakni dua unit mobil Innova dari Bank BNI, Toyota Innova dari BPD Bali sebagai prime customer atau nasabah khusus, dan 15 unit mobil Toyota Avanza dari Bank BTN.
Kendaraan tersebut dinikmati oleh pejabat atau pegawai Universitas Udayana.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan alternatif yakni dakwaan kesatu, Pasal 12 huruf e atau kedua Pasal 9, junto Pasal 18 ayat 1 huruf a dan b UU RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jis Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: LICIKNYA Cara Rektor Unud Korupsikan Rp335 Miliar dari SPI Maba Jalur Mandiri, Permainkan Verifikasi
Baca juga: FIRLI BAHURI Diam-diam Datangi Bareskrim, Diperiksa Terkait Dugaan Pemerasan Syahrul Yasin Limpo
Modus Licik Rektor Udayana
Liciknya cara Rektor Universitas Udayana (Unud) cs korupsi Rp 335 miliar dari dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru jalur mandiri.
Kelicikan Rektor Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara dan tiga pejabat Unud lainnya dengan mempermainkan verifikasi pendaftaran.
Dimana apabila nominal sumbangan dari calon mahasiswa baru Universitas Udayana besar maka pendaftaran pun diverifikasi untuk ke halaman selanjutnya.
Lantas, bagaimana Rektor Unud cs mempermainkan hal tersebut hingga korupsi Rp 335 miliar dari SPI mahasiswa baru jalur mandiri.
Adapun modus Rektor Unud Cs yakni besaran sumbangan atau SPI dijadikan dasar untuk menentukan kelulusan mahasiswa.
Hal itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Bali Putu Agus Eka, Universitas Udayana.
Dikatakannya, I Nyoman Gde Antara pernah mewajibkan calon mahasiswa menentukan nominal uang pangkal sebelum mendaftar.

Padahal semestinya, kata dia, besaran SPI tidak dijadikan dasar untuk menentukan kelulusan calon mahasiswa.
“Calon mahasiswa yang ingin mendaftar harus menentukan dulu besarannya sumbangan, harus dipilih dulu, baru bisa terbuka ke halaman berikutnya,”
“Di situ ditentukan, nanti ada di beberapa fakultas itu aplikasinya menyala dalam jumlah-jumlah tertentu,” ucapnya dilansir Tribun-Medan.com dari BBC News Indonesia.
“Itu harus disetor dulu, diverifikasi setorannya, baru bisa mengunggah ke halaman berikutnya. Jadi kalau kita tidak bayar, tidak pilih sumbangan itu, tidak bisa mendapatkan nomor pendaftaran,” sambungnya.
Terkait apakah mahasiswa yang pada akhirnya diterima adalah yang bersedia dengan membayar dengan nominal tertinggi, Putu enggan menjawabnya karena merupakan materi penyidikan.
Penyidik juga menemukan adanya penarikan SPI pada program studi yang tidak tercantum dalam surat keputusan rektor.
Padahal, surat keputusan rektor menjadi landasan penting dalam pemungutan uang pangkal.
Selain itu, pemanfaatan dana SPI yang semestinya untuk pengembangan sarana-prasarana institusi juga disebut tidak sesuai peruntukannya.
“Sehingga (penggunaannya) menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dari situ penyidik berkeyakinan menetapkan para tersangka ini,” papar dia.
(*/TRIBUN-MEDAN.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.