Berita Viral

Sosok Lukas Kolo Guru PPPK Tak Pernah Digaji Selama 10 Tahun Mengajar, Tinggal di Perpus Demi Hemat

Inilah sosok Lukas Kolo (37), guru di SMP Negeri Wini NTT yang sudah 10 tahun mengajar tapi tak pernah digaji

HO
Inilah sosok Lukas Kolo (37), guru di NTT yang sudah 10 tahun mengajar tapi tak pernah digaji. 

TRIBUN-MEDAN.COM – Inilah sosok Lukas Kolo (37), guru di NTT yang sudah 10 tahun mengajar tapi tak pernah digaji.

Adapun sosok Lukas Kolo menjadi sorotan setelah kisahnya menjadi pengajar selama 10 tahun di NTT tetapi tak pernah menerima gaji viral di media sosial.

Sosok Lukas Kolo pun mengaku tinggal di perpustakaan sekolah demi mengehemat biaya transportasinya.

Pilunya, Lukas dan tiga guru lainnya harus tinggal di perpustakaan sekolah dan dialih fungsikan sebagai tempat tinggal sementara untuk para guru.

Adapun Lukas sudah 10 tahun mengabdi di SMP Negeri Wini.

Para guru di NTT yang ada di perbatasan sulit dapat gaji
Para guru di NTT yang ada di perbatasan sulit dapat gaji

Ia menjalani profesinya sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri Wini dengan sukacita.

Pada Agustus 2023 lalu, Lukas menerima Surat Keputusan (SK) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Namun, hingga saat ini ia belum menerima gaji.

“Saya terima SK tanggal 7 Agustus 2023, sampai hari ini belum terima gaji. Mungkin pemerintah masih urus, karena terlalu banyak peserta,” ungkap Lukas, seperti dikutip Tribun Medan dari Kompas.com, Selasa (21/11/2023).

Lukas tdak mengetahui secara pasti kapan akan menerima gaji.

Saat ini, dirinya hanya bisa menunggu saja.

Inilah sosok Lukas Kolo (37), guru di NTT yang sudah 10 tahun mengajar tapi tak pernah digaji.
Inilah sosok Lukas Kolo (37), guru di NTT yang sudah 10 tahun mengajar tapi tak pernah digaji.

Untuk bertahan hidup, Lukas mengandalkan kerja sampingan dengan menjadi pekerja kebun dan menjual hewan.

Di SMP Negeri Wini ini, Lukas bersama keluarganya sengaja tinggal di ruang perpustakan yang dialihfungsikan menjadi mes.

Hal tersebut demi menghemat biaya transportasi dari rumahnya di Bakitolas yang jaraknya sekitar 25 kilometer ke SMP Negeri Wini.

“Pulangnya kalau ada keperluan saja. Ya kadang satu bulan sekali. Yang menginap di mes ada tiga guru, termasuk saya,” ungkapnya. 

Dia mengaku harus membuat alat peraga karena tak memiliki lab bahasa.

Baca juga: SOSOK Briptu Yusri Adhy, Polisi Izinkan Bocah Temani Ibunya Dipenjara, Ikhlas Bila Ditegur

Baca juga: Sosok Bidan Dwi Yunita, Tewaskan Bayi Prematur 1,5 Kg Demi Konten, Dimandikan Selama 1,5 Jam

“Sejauh ini, kami hanya bisa pakai alat peraga. Kami kreatif sendiri untuk membuat gambar atau poster. Kami sediakan dan kami paparkan agar mereka tahu tentang apa,” tuturnya.

Saat praktik listening atau praktik mendengarkan percakapan Bahasa Inggris, sang guru bernama Frederikus menggunakan speaker atau pengeras suara kecil yang disambungkan ke ponsel.

Frederikus mengungkapkan bahwa SMP Negeri Wini tak memiliki proyektor untuk mengajar.

Bahkan terkadang dirinya meminjam proyektor ke SD Katolik Wini yang tak jauh dari sekolahnya.

“Kami kadang kalau mau pakai Infocus (merek proyektor) harus pinjam dari SD Katolik Wini. Karena kan mereka ada. Kalau ada pertemuan orang tua dan urgent, ya harus pinjam,” ujar Frederikus.

Di sisi lain, setiap guru harus membeli buku referensi tambahan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk siswa.

“(Kalau ada tambahan belajar, guru) harus beli. Terkadang, buku referensinya disiapkan oleh guru, lalu mereka fotokopi,” ucap Guru Bahasa Indonesia, Aryance Paulina Thake Kolo.

Baca juga: PENYEBAB Utama Marshel Widianto Diboikot Sejumlah TV, Sang Komika Akui Kesalahannya

Baca juga: PENGAKUAN Guru Ngaji yang Cabuli 20 Anak di Semarang: Saya Suka Anak Kecil, Tapi Kebablasan

Lukas pun meminta Pemerintah Indonesia memperhatikan tenaga pengajar di pelosok negeri yang jauh dari kata sejahtera.

Apalagi di wilayah perbatasan banyak tenaga guru honorer.

“Karena di sini banyak guru honorer. Tentunya pemerintah harus membuka mata. Karena, tanpa guru, dunia bisa mati. Guru yang bisa mencerdaskan bangsa,” katanya.

“Kebutuhan sangat menuntut, tapi pemerintah kurang memperhatikan, itu kendala kami di situ. Jadi, kami mohon supaya, untuk ke depan, perhatikan guru,” ucap Lukas melanjutkan.

Serupa dengan Lukas, Frederikus berharap pemerintah lebih memperhatikan tenaga pendidik.

“Anak bangsa ini perlu dididik. Tapi, bagaimana dengan kami yang pendidik? Itu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah,” ujarnya.

Terlepas dari hal tersebut, ia berharap agar siswanya yang lulus bisa melanjutkan ke jenjang tinggi dan tidak kalah saing dengan anak yang bersekolah di kota.

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

 

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved