Berita Medan
Angkat Kearifan Lokal Berbasis Gender, Mahasiswa UMSU Ini Berhasil Raih Medali Perak di PIMNAS 2023
Tim PKM tersebut mendapat medali perak poster dengan judul 'Masojid ni boru: bentuk kearifan lokal yang responsive gender
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Salah satu tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) berhasil meraih medali perak dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2023.
Tim PKM tersebut mendapat medali perak poster dengan judul 'Masojid ni boru: bentuk kearifan lokal yang responsive gender sebagai anti tesis budaya patriaki pada etnis batak angkola'.
Zayyan Ramadhanti dari Jurusan Kesejahteraan Sosial Fisip UMSU selaku ketua tim, menyampaikan perasaan bahagianya bersama teman-teman bisa meraih kemenangan tersebut.
"Untuk perasaan sendiri campur aduk senang tentunya, terharu juga saya dan tim, nangis bahagia karna bisa membawa bendera UMSU ke atas panggung, apalagi yang menang juga dari universitas besar kaya UGM, IP jadi masih nggak nyangka," ungkapnya kepada Media, Selasa (5/12/2023).
Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) merupakan salah satu event kemahasiswaan yang prestisius.
Acara keilmiahan mahasiswa yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia ini telah terselenggara di Universitas Padjajaran pada 26 November sampai 1 Desember 2023 lalu.
Dalam ajang tersebut, Zayyan dan tim membawa karyanya yang mengangkat tentang keberadaan masjid perempuan di desa sipogu, Tapanuli Selatan.
"Dimana mesjid itu memang dibangun untuk mengakomodir kebutuhan perempuan disana sebagai bentuk kearifan lokal yang responsif gender," ujarnya.
Tidak hanya sekadar masjid, tempat ini dibuat untuk memenuhi fasilitas domestik masyarakat setempat, mengingat di wilayah tersebut keberadaan kamar mandi atau toilet tidak lebih dari 50 persen.
"Memang ini dibuat khusus untuk perempuan, tapi bukan hanya sekedar masjid, ada fasilitas domestiknya juga. Dipakai untuk mencuci, mandi dan semua aktivitas yang berhubungan dengan air. Jadi masjidnya bukan cuma untuk perempuan muslim tapi yang non juga pakai, selain itu kenapa masjid ini ada karna di desa Sipogu yang punya kamar mandi tidak lebih dari 50 persen," jelasnya.
Ide untuk mengangkat keberadaan masjid perempuan ini tercetus dari perjalanan Zayyan bersama teman-temannya di daerah tersebut.
"Awalnya dari kita pas lagi jalan-jalan di daerah Tapsel, terus pas mau numpang buang air kecil baru tau ternyata disana kalau perempuannya itu ada masjid nya sendiri," katanya.
Mereka mengangkat tentang responsivitas gender yang ada di desa tersebut dengan adanya masjid perempuan ini atau masojid ni boru sebutanya.
Mengingat masjid ini bukan hanya dibuat oleh perempuan saja, tetapi memang sengaja dibangun masyarakat dan tetua disana.
"Jadi masyarakat dan tetua mengusulkan adanya masjid ini, jadi nilai kearifan lokal yang ada di desa ini tinggi karena mengakomodir kebutuhan perempuan," tambahnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.