Berita Viral

Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim Usai Ungkap Diminta Stop Kasus E-KTP, Begini Respon Jokowi

Agus dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri buntut pernyataannya yang menyebut Presiden Jokowi marah dan meminta kasus mega korupsi e-KTP dihentikan.

|
Editor: Satia
Istimewa
Eks Ketua KPK Agus Raharjo dan Presiden Jokowi 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dilaporkan ke Bareskrim Polri, usai ungkap pernah diminta berhenti periksa kasus dugaan korupsi E-KTP.

Agus mengaku pernah diminta Presiden Jokowi untuk berhenti menangani kasus E-KTP.

Kini, Agus dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri buntut pernyataannya yang menyebut Presiden Jokowi marah dan meminta kasus mega korupsi e-KTP dihentikan.

"Belum tahu, saya belum tahu," ujar Jokowi singkat, saat memberikan keterangan pers di kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat pada Jumat (15/12/2023).

Baca juga: PILU 33 Tahun Lalu Dibuang, Wanita Ini Nangis Kecewa Lihat Reaksi Orang Tuanya saat Bertemu Lagi

Adapun pengaduan masyarakat (dumas) itu dilayangkan oleh Persaudaraan Aktivis dan Warga (Pandawa) Nusantara dan diterima Bareskrim Polri pada Senin, 11 Desember.

Sekjen Pandawa Nusantara Faisal Anwar mengatakan, alasan pengaduan tersebut dibuat karena pernyataan Agus Rahardjo tidak berlandaskan bukti yang kuat sehingga mengandung fitnah dan pencemaran nama baik

"Narasi yang disampaikan oleh AR ini kami dari DPP Pandawa Nusantara berpandangan bahwa narasi yang disampaikan itu sarat kuat dengan unsur fitnah dan pencemaran nama baik dan martabat dari seorang presiden," ujar Faisal kepada wartawan di Bareskrim Polri, Senin (11/12/2023).

Baca juga: Tanah Longsor di Jalinsum Taput-Tapteng, Arus Lalulintas Sempat Putus Total Selama 4 Jam

Menurutnya, Agus yang merupakan mantan pimpinan lembaga penegak hukum sejatinya sudah paham untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya melalui aturan yang berlaku dan bukan dibeberkan melalui media massa.

Sehingga, Faisal menganggap ada motif politis di balik pernyataan Agus itu. Mengingat, dia kini juga mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI dalam Pemilu 2024.

"Jadi kesannya menurut kami ada motif politis elektoral. Maksudnya apa, bahwa saudara AR inikan saat ini sedang mengikuti pencalegan sebagai calon anggota DPD RI," ucapnya.

Baca juga: KRONOLOGI Ibu Muda Hamil Tewas Dianiaya Suaminya, Mirisnya Tersangka Sang Suami Masih di Bawah Umur

"Jadi kesan yang kami tangkap bahwa yang bersangkutan coba ingin lebih menebalkan kepada pernyataan politik elektoral," sambungnya.

Sebelumnya, Agus mengungkapkan pernah dipanggil dan diminta Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP yang menjerat Setnov.

Setnov kala itu menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, partai politik yang pada 2016 bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi.

Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.

Baca juga: 4 Bangunan di Key Garden Dirobohkan, Termasuk Diskotek, Kabag Ops:Sering Terjadi Peredaran Narkoba

Sebelum mengungkapkan kesaksiannya, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa ada hal yang harus dijelaskan.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," tutur Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).

"Itu di sana begitu saya masuk presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," lanjutnya.

Baca juga: Pensiunan BUMN di Deli Serdang Tega Cabuli Anak SMA, Pelaku Ancam Korban, Kini Ditahan Polisi

Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan sprindik sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.

"Saya bicara (ke presiden) apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," jelas Agus.

Agus merasa kejadian tersebut berimbas pada diubahnya Undang-Undang KPK.

Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah.

Baca juga: Pensiunan BUMN di Deli Serdang Tega Cabuli Anak SMA, Pelaku Ancam Korban, Kini Ditahan Polisi

Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.

Pimpinan KPK, kata Agus, juga dipersulit untuk menemui Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk meminta draf revisi UU KPK.

"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," kata Agus.

 

Artikel ini Tayang di Tribunnews

Baca Berita Tribun Medan Lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved