Tren
Gibran Dijuluki 'Nepo Baby' oleh Media Asing, Lantas Apa Artinya?
Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka kini dijuluki Nepo Baby oleh media asing. Lantas apa sih artinya
TRIBUN-MEDAN.COM,- Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden nomor urut 2 dijuluki Nepo Baby oleh media asing.
Label Nepo Baby ke Gibran Rakabuming Raka itu disematkan oleh Al Jazeera.
Dalam tulisannya terhadap Gibran Rakabuming Raka, Al Jazeera menulis berita berjudul "Indonesian Leader's Son Brushes Off 'Nepo Baby' Tag in Feted Debated Showing".
Baca juga: HASIL Survei CSIS soal Elektabilitas Capres-Cawapres, Kenapa Posisi Ganjar-Mahfud Paling Buncit?
Media asal timur tengah itu menyebutkan, Gibran berhasil menangkis tuduhan terhadap dirinya yang lahir dari nepotisme kekuasaan.
Gibran menepis prasangka, bahwa kemunculannya dalam kontestasi politik nasional karena sosok Presiden RI, Joko Widodo, yang tak lain adalah ayah kandungnya.
Putra sulung Jokowi itu membuktikan dirinya dalam debat cawapres kemarin, bahwa kaum muda memang bisa menjadi pemimpun.
Al Jazeera menulis, Gibran mendapatkan tuduhan sebagai 'nepo baby' atau 'anak ningrat' yang melanjutkan politik dinasti.
Baca juga: INILAH Elektablitas Capres Usai Debat Cawapres, Terbuka Peluang Satu Putaran
Namun, tuduhan itu ditepis karena dia tampak mendominasi acara debat dengan pemahaman terhadap isu ekonomi dan investasi.
Lalu, apa arti dari istilah 'nepo baby' yang diberikan kepada cawapres Gibran Rakabuming Raka?
Arti Nepo Baby
Ahli kajian budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS), Sri Kusumo Habsari mengungkapkan istilah 'Nepo Baby' merupakan singkatan dari 'nepotism baby' yang dapat diartikan sebagai bayi atau anak nepotisme dalam bahasa Indonesia.
"Nepotism baby dianggap sebagai masih anak-anak, belum dewasa, dan terkenal lebih karena mendompleng ketenaran orang tuanya," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (26/12/2023).
Menurut Habsari, istilah ini digunakan sebagai bentuk stigma negatif masyarakat terhadap anak-anak yang kebetulan orangtuanya berprestasi.
Baca juga: SOSOK Muara Tokoh Madura yang Ditembak OTK, Ternyata Relawan Pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran
Dia menyebut, 'Nepo Baby' digunakan untuk memanggil seseorang karena masyarakat tidak yakin anak tersebut benar-benar berprestasi karena diri sendiri atau dipengaruh pencapaian orangtuanya.
"Stigma tersebut memang melekat ke anak-anak orang terkenal dan kebetulan juga berpretasi," lanjut dia.
Menurut Habsari, stigma 'Nepo Baby' ini menjengkelkan karena anak yang kurang berprestasi akan dibandingkan dengan orangtua yang berprestasi.
Sementara anak yang berprestasi akan dianggap nepotisme karena orangtuanya.
Baca juga: Roy Suryo Gibran Curang Pakai 3 Mik saat Debat Cawapres, Kominfo: Ketiganya Pakai Alat yang Sama
Makna Penggunaan Nepo Baby
Sementara itu sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menjelaskan, istilah 'Nepo Baby' memang bernada negatif.
Menurut dia, 'Nepo Baby' berasal dari tulisan seorang pengamat yang merujuk pada anak-anak artis di dunia seni Hollywood.
Mereka disebut 'Nepo Baby' karena bisa langsung masuk ke film-film besar tanpa bekal kemampuan akting yang tinggi.
"Jadi 'Nepo Baby' itu adalah privilege yang diberikan orangtuanya, temannya menjadi jembatan bagi anak-anaknya untuk bisa masuk ke dalam panggung kelas yang atas," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa.
Baca juga: MENOHOK! Cak Imin Jawab Soal SGIE yang Ditanya saat Debat Cawapres : Sego Goreng Iwak Endog
Drajat menyebut, orang-orang yang 'Nepo Baby' mendapatkan prestasi atau masuk dalam kelas yang tinggi bukan karena kemampuan profesional yang dia miliki.
Namun, karena orang itu memiliki hubungan baik dengan orang-orang di sekitar dia. Misal, orangtua, saudara, atau temannya.
Menurutnya, sistem nepotisme tersebut sudah ada sejak zaman dulu di berbagai bidang termasuk politik dan bisnis.
Meski tampak negatif, Drajat mengatakan ada yang menganggap orang 'Nepo Baby' lebih terpercaya dan lebih setia.
"Kalau orang-orang ini setia, maka perlindungan terhadap penguasa ekonomi atau politik akan tetap terjaga," tambahnya.
Kebalikan dari meritokrasi
Lebih lanjut, Drajat menyebut 'nepo baby' merupakan kebalikan dari 'meritokrasi'.
Meritokrasi adalah sistem yang memberikan kesempatan kepada seseorang memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasinya.
"Orang yang berprestasi dan bisa loncat ke atas karena kemampuannya begitu besar," lanjut dia.
Drajat mengakui saat ini ada banyak orang yang masuk kategori 'nepo baby'.
Namun meski mendapatkan posisi atas karena nepotisme, hal tersebut didapatkan karena adanya usaha.
Orang tersebut, katanya, memang mendapatkan akses kelas atas dari orang terdekat.
Ketika berada di posisi atas, orang itu tetap bersaing profesional menunjukkan dia pantas di sana.
"Apakah ada yang full 'nepo baby' atau full 'merit baby', kebanyakan saat ini adalah campuran," tambahnya.
Drajat menyebut orang yang 'nepo baby' juga perlu berusaha untuk ada di posisinya.
Jika tidak, dia akan mendapatkan hukuman sosial yang lebih besar.
"Kalau 'nepo baby' bisa menunjukkan kemampuannya di kelas atas, orang juga akan memberi pengakuan," ungkapnya.(tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Potret Masjid Agung Xian, Masjid Tertua Tiongkok Bisa Menampung 1000 Jemaah |
![]() |
---|
Bohongi Istri Ngaku Pergi Memancing Tengah Malam, Pria Ini Tertangkap di Hotel Bersama Wanita Lain |
![]() |
---|
POLRES INDRAMAYU Buru Oknum Anggota Polisi Inisial SN Diduga Pelaku Pembunuhan Putri Apriyani |
![]() |
---|
Polda Sumut Ungkap Pencurian Modus Ganjal Mesin ATM, Korban Rugi Rp 706 Juta |
![]() |
---|
Satu Pelaku Berstatus DPO, Polda Sumut Ungkap Kasus Penculikan dan Pembunuhan Anggota IPK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.