Berita Sumut

Sidang Gugatan Eks Wali Kota Siantar Berlanjut, Saksi Ahli Ingatkan KPK Keliru Soal Penyitaan

Lanjut Berlian Simarmata, eksekusi putusan pengadilan tidak boleh keluar dari amar putusan.

Penulis: Alija Magribi |

Sidang Gugatan Eks Wali Kota Siantar Berlanjut, Saksi Ahli Ingatkan KPK Keliru Soal Penyitaan

TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR - Rangkaian Persidangan Gugatan Mantan Wali Kota Pematang Siantar, Robert Edison Siahaan terhadap KPK RI, Kementerian Keuangan RI dan BPN masih terus berlanjut. Kali ini, Rabu (10/1/2024), sidang digelar dengan agenda keterangan saksi ahli.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar, Nasi Firdaus ini, Saksi Ahli Pidana Ahli Hukum Pidana, Berlian Simarmata menyebutkan bahwa hukum acara pidana dilaksanakan untuk mencari kebenaran yang sebenar-benarnya terhadap tindak pidana.

Lanjut Berlian Simarmata, eksekusi putusan pengadilan tidak boleh keluar dari amar putusan. Dalam kasus RE Siahaan, bila sudah dikonversi dengan penjara tambahan maka tidak ada lagi uang pengganti.

“Perubahan amar putusan, sama sekali tidak boleh diubah kecuali dikakukan upaya hukum ke pengadilan tertinggi,” kata Berlian Simarmata.

Penyitaan benda terpidana, harus memiliki dasar hukum, jika tidak, sama dengan melawan hukum dan tindakan ilegal. Berlian Simarmata juga menegaskan, bahwa benda-benda yang terkait tipikor saja yang dapat disita. Dengan kata lain, hasil korupsi adalah yang boleh disita.

“Jika ada yang disita tidak disebutkan dalam penyitaan, maka itu sangat tidak berdasar, ilegal dan melawan hukum. Tidak boleh suka-suka. Tindakan apa pun yang dilakukan setelah eksekusi selesai, itu sangat bertentangan dengan undang-undang dan logika hukum,” bebernya.

Dijelaskan ahli kembali, bahwa masalah uang pengganti sudah terang benderang, jika tidak bisa diganti maka otomatis terpidana menjalani hukuman tambahan 4 tahun penjara.

Kemudian khusus terhadap kuasa hukum tergugat (KPK), Berlian Simarmata menegaskan, bahwa aturan yang lebih rendah tidak berlaku terhadap Undang-undang yang lebih tinggi.

Dosen Universitas Katolik Medan Sutomo ini juga menjelaskan bahwa pengutipan amar putusan yang salah, adalah perbuatan yang tidak sah. Sehingga semua konsekuensi yang berdampak pada surat itu, tidak sah.

"Amar putusan itu, adalah hukum konkrit yang tidak berubah-ubah," ujarnya menjawab pertanyaan Kuasa Hukum RE Siahaan, Daulat Sihombing dan Miduk Panjaitan.

(alj/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved