Berita Viral
NASIB 3 Nelayan Aceh Terombang-ambing 11 Hari karena Kapal Bocor, Bertahan dengan Kopi Instan
Beginilah nasib tiga nelayan yang terombang-ambing 11 hari di laut karena kapal bocor dan bertahan hanya dengan kopi instan
TRIBUN-MEDAN.COM – Beginilah nasib tiga nelayan yang terombang-ambing 11 hari di laut.
Adapun tiga nelayan di Aceh terombang-ambing 11 hari di laut karena kapal bocor.
Kapal tiga nelayan di Aceh ini mengalami kebocoran hingga akhirnya tenggelam.
Mereka berhasil bertahan dengan air hujan dan kopi instan.
Tiga nelayan yang menumpang Kapal Motor atau KM Sultan Meulaboh terombang-ambing di tengah laut selama 11 hari setelah kapal mereka tenggelam akibat adanya kebocoran.
Tiga nelayan tersebut adalah Jack Bowie (30) asal Meulaboh, Bayhaki (34) asal Padang Seurahet, Meulaboh, dan Rinal Junaidi (46) asal Banda Aceh.
Beruntung mereka berhasil diselamatkan dan dievakuasi oleh Tim SAR ke Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh, Jumat (12/1/2024) dini hari pukul 01.40 WIB.

Mereka dijemput oleh Tim SAR ke tengah laut dari Kapal Tanker SC Gold Ocean, berbendera Kepulauan Marshal, SC Gold Ocean dengan kode V7A5661 yang berlayar dari Pelabuhan Tanjung Pelepas, Johor, Malaysia menuju Pelabuhan Mumbai, India.
Saaat itu Kapal SC Gold Ocean menemukan kapal nelayan KM Sultan Meulaboh dan memberikan pertolongan serta mengevakuasi ketiga nelayan tersebut.
Peristiwa tersebut terjadi pada akhir Desember 2023. KM Sultan dengan tiga nelayan sudah berangkat melaut sejak sebelum 26 Desember 2023.
Pada akhir Desember 2023, mereka menyudahi pencarian ikan karena tangkapan sudah penuh.
Musibah itu terjadi ketika ketiga nelayan tersebut sedang dalam perjalanan pulang ke daratan Aceh.
Mereka pulang dengan tangkapan melimpah dan bagian palka berisi penuh dengan ikan. Namun nahas, papan kayu dinding kapal pecah.
Akhirnya air pun dengan cepat masuk ke dalam lambung kapal hingga kapal pun tenggelam.
Rinal Junaidi menuturkan, dia terombang-ambing di lautan selama 11 hari setelah lambung depan kapal yang terbuat dari papan, pecah.
Baca juga: VIRAL Fortuner Nekat Terabas Banjir, Diingatkan Warga Malah Ngeyel, Akhirnya Mogok di Tengah Jalan
Baca juga: Lucinta Luna Pamer Wajah Brewokan dan Lakik Banget hingga Bakar Baju Seksi
Saat pecah, ombak di perairan tidak terlalu besar.
"Kami berupaya menutupi lambung kapal yang pecah tersebut dengan kain, namun tidak berhasil, akhirnya kapal karam sampai di bagian atap. Kami bertahan di atas atap rumah kapal tersebut," kata Rinal.
Saat berlayar dari Banda Aceh, mereka sempat berlindung di Kepulauan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, karena cuaca buruk.
Dari Kepulauan Pulo Aceh, mereka menuju ke perairan barat Pulau Weh, Kota Sabang untuk menangkap ikan.
Demi bertahan hidup, mereka memakan kopi instan dalam kemasan dan meminum air laut. Sedangkan air tawar, mereka dapatkan saat gerimis.
Begitu juga saat tidur, mereka tidur seadanya yang dibalut dengan terpal dari parasut untuk mencegah kedinginan.
"Selama terombang-ambing di lautan, kami sempat meminta tolong kepada sejumlah kapal yang melintas."
"Kapal yang menolong kami merupakan kapal kelima (yang melintas). Saat itu, kami sempat pasrah," kata dia.
Rinal mengaku, dia bersama dua rekannya sempat berpikir apabila kapal tanker tersebut tidak menolong, maka mereka akan meninggalkan kapal menggunakan rakit yang dibuat dari tong ikan.
"Saat itu, kami sudah siap menggunakan rakit dan terserah mau dibawa ke mana. Kami bersyukur dan berterima kasih ada kapal tanker menyelamatkan. Ketika itu, kami juga berpikir terserah dibawa ke mana oleh kapal tanker itu, yang penting kami selamat," kata Rinal.
Hal senada juga dijelaskan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Aliman.
Baca juga: Bukannya Untung, Pemilik Kontrakan Malah Bayar Rp70 Juta Gegara Tagihan Listrik Penyewa
Baca juga: ALIBI Kaesang Ditanya Alasan Berpolitik, Dulu Sebut Tak Tertarik: Saya Kira Politisi Pejabat Publik
"Padahal menurut mereka (nelayan), seng lapisan luar tidak rusak. Memang saat itu di laut sedang agak badai," ujar Aliman, yang ikut menyambut nelayan bersama Kadis Sosial Aceh, Muslem Yacob.
Beruntung tubuh kapal tidak langsung karam ke dasar laut, tapi hanya tenggelam bagian lambung dan geladak. Sementara bagian kemudian masih berada di permukaan air.
Ketiga nelayan terlihat hanya berdiri dengan air setinggal paha. Mereka pun terombang-ambing selama 11 hari di tengah laut.
Saat terombang-ambing mereka tanpa persediaan makanan dan minuman lagi.
Kepala DKPAceh ini mengungkapkan, sebenarnya sejak awal berangkat mereka sudah terkena badai di laut.
Saat itu mereka sempat berlindung dari badai selama 7 hari di balik Pulo Aceh, kemudian melanjutkan lagi mencari ikan.
Aliman juga meluruskan, sebelumnya disebutkan dua nelayan itu berasal dari Meulaboh dan satu dari Banda Aceh.
Malam kemarin, saat Dinas Sosial Aceh, DKP Aceh dan Panglima Laot ingin mengantar, terungkap jika ketiganya saat ini menetap di Banda Aceh.
Mereka pun sudah diantar kembali berkumpul dengan keluarganya masing-masing.
Kepala DKP Aceh mengimbau kepada nelayan supaya saat akan berangkat melaut agar memeriksa kondisi kapal, memastikan kapal dalam kondisi bagus dan siap mengarungi samudera.
Kemudian, nelayan juga diminta supaya mematuhi imbauan cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG.
Ia juga meminta nelayan mematuhi imbauan panglima laot agar tidak pergi laut saat hari peringatan tsunami, karena 26 Desember sudah ditetapkan sebagai hari pantang melaut.
"Kalau pergi melaut nelayan juga tidak boleh lupa membawa life jacket. Satu hal lagi yang paling penting, agar melapor dan mendapatkan izin dari Syahbandar perikanan sebelum berangkat melaut," pungkasnya.
(*/TRIBUN-MEDAN.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.