Berita Viral
PILU Yani Maryani, Emas 50 Gram dan Uang Rp156 Juta Hasil Tabungan 24 Tahun Hilang Diterjang Banjir
Harta yang selama ini ia kumpulkan harus rela hilang diterjang banjir. Wanita berusia 49 tahun ini pasrah kehilangan uang Rp 156 juta dan emas 50 gram
TRIBUN-MEDAN.com - Pilu Yani Maryani, emas 50 gram dan uang Rp156 juta hasil tTabungan 24 tahun hilang diterjang banjir.
Nasib nahas menimpa warga Bandung bernama Yani Maryani (49) lantaran menjadi salah satu korban banjir bandang.
Harta yang selama ini ia kumpulkan harus rela hilang diterjang banjir.

Wanita berusia 49 tahun ini pasrah kehilangan uang Rp 156 juta dan emas 50 gram.
Yani Maryani (49) hanya bisa pasrah ketika harta benda yang dikumpulkannya selama bertahun-tahun hilang diterjang banjir bandang.
Kamis lalu, banjir melanda kawasan rumahnya di Kampung Lamajang Peuntas, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, akibat jebolnya tanggul Sungai Cigede.
Yani yang sehari-hari membuka warung kelontong menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaiamana amukan Sungai Cigede tak mampu ditahan oleh tanggul.
Etalase, kulkas, barang dagang senilai puluhan juta rupiah seketika hilang terbawa arus, hanya dalam hitungan menit.
"Aduh saya pas kejadian udah gelap, bingung, udah pasrah aja, air gede banget kaya tsunami setinggi dada orang dewasa."
Begitu kata Yani saat dijumpai sedang membersihkan sisa banjir di rumahnya, pada Selasa (16/1/2024).
Baca juga: VIRAL Sosok Mbah Melan Kakek 78 Tahun Ngajar Matematika, Tiap Hari Live TikTok
Tak hanya warung tempat dia mencari nafkah yang habis diterjang Sungai Cigede. Uang senilai Rp 156 juta serta emas sebanyak 50 gram juga ikut hanyut.
Ia mengaku, uang dan emas yang dimilikinya itu sudah dikumpulkannya sejak tahun 2000.
"Uang dan emas hilang, uang dapet ngumpulin dikit-dikit, kalau emas dari harga yang termurah sampai yang lumayan itu ada, gelang punya anak saya juga di situ," kata dia.
Yani menceritakan, di Kampung Lamajang yang lama ia tinggali, banjir sudah menjadi "sahabat lama" warga sekitar.
Namun biasanya, kata dia, ketika hujan datang, tinggi air yang datang ke permukiman warga hanya setinggi mata kaki.
Bahkan, setelah dibangun folder air atau kolam retensi Andir, banjir pun kian tertanggani.
Tetapi berbeda dengan apa yang terjadi pada Kamis sore pekan lalu.

Saat itu, Yani dan anaknya sempat mengetahui bahwa curah hujan di wilayah Kota dan Kabupaten Bandung sedang tinggi.
Berdasarkan pengalaman, kata dia, biasanya air dipastikan "bertamu". Maka, untuk mengantisipasi hal itu, mereka pun mempersiapkan diri membereskan isi rumah termasuk barang-barang di warung.
"Begitu juga dengan uang dan emas, awalnya disimpan di kamar, tapi dipindahkan ke tembok yang roboh ini. Saya simpan di dalam plastik digantungkan, dengan posisi yang tinggi," kata Yani.
"Pas inget, saya inget-inget disimpan di mana itu uang dan emas. Saya tanya ke anak, itu di tembok yang roboh. Saya sekarang udah cari, tapi belum ketemu," sambung dia.
Saat sedang mempersiapkan kedatangan banjir, Yani mengaku mendengar suara benturan yang keras dari arah tanggul.
Wajar saja, rumah Yani hanya berjarak 15-20 meter dari tanggul yang jebol. "Dug.. dug.. dug, kayak ada yang membentur gitu," sebut dia.
Baca juga: Bawaslu Hentikan Kasus Viral Rekaman Forkopimda Arahkan Dana Desa untuk Pemenangan Paslon 02
Tiba-tiba, sambung dia, air melimpah melawati batas tanggul, dan tak lama tanggul pun jebol. Saat itu ia tengah berada di warung bersama anak perempuannya Evira (9) dan Tiara (21).
Begitu air datang, ia tak bisa mendengar suara jerita ketakutan masyarakat, yang dia dengar hanya gemuruh air melibas setiap benda yang ada di depannya.
Saat air semakin tinggi, Yani menggendong Evira di pundaknya dan saling berpegangan dengan Tiara, mereka berusaha mencari jalan keluar.
Sedangkan suaminya, Itan Suhendar (43) berada di bagian depan rumahnya menahan etalase yang terjungkal, akibat terbawa arus air.
"Saya saat itu sudah gelap, bingung dalam hati saya kalau selamat, selamat semua, kalau tak selamat tak selamat semua," kata Yani.

Yani mengatakan, jalan satu-satunya hanya lewat belakang rumah, karena di depan air sudah besar dan material kayu yang terbawa arus sudah menahan pintu keluar.
"Jangankan saya, kayu gelondongan saja dan batu terbawa arus apalagi mausia," lanjut dia.
Di tengah kebingungan, tiba- tiba dinding rumahnya sebelah kanan ini ambruk. "Jadi kami bisa menyelamatkan diri melewati, dinding yang ambruk ini, " kata dia.
Ia merasa, kejadian tersebut merupakan banjir terbesar selama dia tinggal di Kampung Lamajang.
"Banjir kali ini sekaligus besar, airnya datang seperti tsunami, tembok juga sampai roboh. Saat kejadian hanya terpikir untuk menyelamatkan nyawa, " kata dia.
Meski Yani kehilangan harta bendanya, ia tetap bersyukur karena keluarganya selamat.
Baca juga: Bawaslu Hentikan Kasus Viral Rekaman Forkopimda Arahkan Dana Desa untuk Pemenangan Paslon 02
Awalnya, dia berpikir dengan hilangnya uang dan perhiasan, maka kehidupannya akan terganggu.
"Namun, setelah dipikir kembali, kalau masih rezekinya pasti bisa ketemu, ya alhamdulillah, kalau tidak mungkin bukan rezeki. Semoga bisa mendapatkan yang lebih," kata Yani.
(*/TRIBUN-MEDAN.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Artikel ini sudah tayang di TribunTrends.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.