Sidang Pembunuhan

Bunuh Warga Sipil, Oknum Kopasgat TNI AU Cuma Divonis Ringan, LBH Medan: Periksa Hakim dan Oditurnya

LBH Medan mendesak agar hakim dan oditur militer yang menangani perkara pembunuhan Pratu Richal Alunpah diperiksa

|
Editor: Array A Argus
INTERNET
Kolase foto terdakwa pembunuhan, Pratu Richal Alunpah dan hakim militer Djunaedi Iskandar 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan bereaksi keras atas vonis ringan kasus pembunuhan yang dilakukan Pratu Richal Alunpah, oknum TNI AU yang berdinas di Wing III Kopasgat (Komando Pasukan Gerak Cepat).

Dalam persidangan, Pratu Richal Alunpah cuma divonis 1,5 tahun penjara oleh hakim militer Letkol Chk Djunaedi Iskandar.

Richal juga tidak dipecat dari kesatuan, karena alasan Oditur Militer yang menangani perkara ini, yakni Mayor Chk Sugito tidak menyertakan permintaan pemecatan dalam tuntutannya.

Atas hal itu, LBH Medan meminta agar hakim dan oditur yang menangani perkara ini segera diperiksa.

"Kami minta hakim dan oditur nya diperiksa oleh Mahkamah Agung, apakah sudah tepat hukumannya ini terhadap terdakwa pembunuhan yang hukumannya ringan dan tidak dipecat," kata Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, Rabu (24/1/2024).

Irvan menegaskan, meskipun dalam perjalanan kasus antara terdakwa dengan keluarga korban sudah berdamai, bukan berarti hukumannya justru menjadi jumping.

"Walaupun informasinya ada perdamaian untuk membantu meringankan, itu bukan berarti jamping serendah-rendahnya," kata Irvan.

Ia pun menyoroti penerapan pasal yang diberikan Oditur Militer kepada Pratu Richal Alunpah.

Dalam perkara ini, Oditur Militer menjerat Pratu Richal Alunpah dengan Pasal 351 ayat (1) menyangkut penganiayaan.

Padahal, kata Irvan, semestinya Pratu Richal Alunpah itu dijerat dengan Pasal 338 KUHPidana menyangkut tindak pidana pembunuhan.

Karena dinilai janggal, Irvan pun menduga bahwa pengawasan hakim di Pengadilan Militer Tinggi I Medan ini sangat lemah.

Sebab, pelaku pembunuhan bisa divonis sangat amat ringan dengan dalih perdamaian dan pasal yang tidak tepat. 

"Pasalnya kok 351 ayat (1), seharusnya Pasal 338 tentang pembunuhan. Masa hukumannya lebih berat orang biasa dari pada aparat penegak hukum atau prajurit," tegas Irvan.

Soal adanya alasan bahwa Oditur Militer tidak menyertakan tuntutan pemecatan sehingga Pratu Richal Alunpah tidak dipecat, menurut Irvan pernyataan seperti itu sangat keliru.

Sebab, kata Irvan, dalam mengambil keputusan, seorang hakim itu punya pendapatnya sendiri. 

Sering kali orang tidak mendapatkan keadilan ketika masuk ke ranah pengadilan militer. Hakim tidak bisa hanya berpatokan sama tuntutan saja, kalau tuntutan tidak dipecat, hakim kan mempunyai pertimbangan hukum sendiri," kata Irvan.

Dengan adanya vonis janggal ini, Irvan berharap ada evaluasi menyeluruh terhadap Pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Sebab, vonis yang dijatuhkan terhadap terdakwa pembunuhan ini dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan.

Uang Duka Rp 69 Juta

Saat membacakan putusannya, hakim Letkol Chk Djunaedi Iskandar sempat menerangkan apa saja hal meringankan hukuman terdakwa Pratu Richal Alunpah.

Satu diantaranya adalah terdakwa menyerahkan uang Rp 69 juta sebagai dana dukacita usai membunuh korbannya Yosua Samosir.

Uang dukacita itu diserahkan pada pihak keluarga korban.

Menurut hakim Djunaedi, setelah kasus pembunuh

"Terdakwa sudah memberikan uang dukacita kepada kelurga koban senilai Rp 69 juta. Terdakwa merupakan anggota pasukan khusus TNI AU yang terlatih, dan tenaga serta keterampilan terdakwa masih dibutuhkan oleh satuan, terdakwa masih muda dan masih bisa dibina menjadi prajurit yang baik dan dipergunakan tenaga dan kemampuannya di satuan," kata hakim.

Kemudian, hakim mengatakan bahwa Pratu Richal Alunpah menyesali perbuatannya.

"Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, mengakui dan menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Seusai membacakan amar putusannya, Majelis hakim yang diketuai Letkol Chk Djunaedi, Iskandar, SH, memberikan sebuah nasihat kepada terdakwa.

Pratu Richal Alunpah divonis pidana penjara selama 1,5 tahun di Pengadilan Militer I-02 Medan karena melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian terhadap korban Yosua Samosir.
Pratu Richal Alunpah divonis pidana penjara selama 1,5 tahun di Pengadilan Militer I-02 Medan karena melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian terhadap korban Yosua Samosir. (Tribun Medan/Edward)

"Nasehat dari Majelis hakim, jaga emosi. Jangan diulangi lagi," pesan hakim kepada Pratu Richal dalam persidangan, Selasa (23/1/2024).

Terdakwa Richal pun langsung merespon nasihat dari hakim tersebut.

"Siap yang mulia," tegas Pratu Richal.

Diketahui, dalam persidangan, Majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan.

Richal dihukum karena terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan mati.

Dalam amar putusannya, hakim menilai perbuatan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan.

Namun, walaupun telah menyebabkan kematian terhadap korban Yosua, Pratu Richal tidak dipecat dari satuannya.

"Tidak dipecat," kata Juru Bicara PM Medan, Letnan Kolonel Sus Ziky Suryadi.

Ziky mengatakan, alasan tidak dilakukannya pemecatan karena didalam nota tuntutan juga tidak tertera pemecatan.

"Karena dalam tuntutan juga tidak ada pemecatan," ucapnya.

Putusan tersebut, diketahui lebih ringan dari tuntutan Oditur pada persidangan sebelumnya.

Pasalnya, dalam nota tuntutannya, Oditur Mayor Chk Sugito menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Diberitakan sebelumnya, Yosua Samosir tewas bersimbah darah di depan warungnya di Jalan Adi Sucipto, Kecamatan Medan Polonia, dekat Markas TNI AU Lanud, pada Minggu (23/7/2023) dinihari.

Menurut keterangan para saksi, korban ditikam oleh seorang pria yang mengaku tinggal di Mess Kosek I/Medan TNI AU.

Selain menikam korban, pelaku juga diduga sempat menculik dan menganiaya seorang remaja yang di sandera nya di dalam mobil nya.

Informasi yang diperoleh oleh Tribun-Medan, awalnya remaja tersebut ditangkap oleh pria misterius itu di kawasan Jalan Karang Sari, Kecamatan Medan Polonia.

Awalnya, remaja tersebut sedang menonton balap liar dan tiba-tiba dipaksa masuk oleh pelaku ke dalam mobilnya.

Waktu itu, remaja ini sempat dianiaya oleh pelaku dan dibawa pergi ke dekat warung kopi korban.

Setibanya di sana, pelaku menemui empat orang remaja yang mengendarai dua sepeda motor dan terlibat percekcokan.

Karena didekat warung korban, Yosua pun menghampiri mereka.

Saat itu, ia melihat remaja yang kebetulan dia kenal berada di dalam mobil dalam keadaan bonyok.

Lantaran merasa kenal, ia pun meminta kepada pelaku agar melepaskan remaja itu.

Karena pelaku tidak mau, akhirnya terjadi keributan hingga penikaman di leher korban menggunakan sangkur atau bayonet.

Korban yang terkapar akibat luka tusukan yang tembus, langsung dilarikan ke rumah sakit.

Setelah beberapa saat dirawat korban pun meninggal dunia.

(cr11/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved