Berita Viral

Ahok Ungkit Luka Lama, Ungkap Sosok yang Memenjarakannya, Analogikan Kisah Raja Saul dan Daud

Mantan gubernur DKI Jakarta itu dipenjara atas kasus penistaan agama yang erat kaitannya dengan kepentingan politik pilpres 2019.

|
Editor: AbdiTumanggor
Istimewa
Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok menceritakan kisah luka lama tentang dirinya masuk penjara pada tahun 2017 lalu. Mantan gubernur DKI Jakarta itu dipenjara atas kasus penistaan agama yang erat kaitannya dengan kepentingan politik pilpres 2019. (Istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok menceritakan kisah luka lama tentang dirinya masuk penjara pada tahun 2017 lalu.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu dipenjara atas kasus penistaan agama yang erat kaitannya dengan kepentingan politik pilpres 2019.

Bahkan, ia harus divonis lebih berat dari tuntutan jaksa dan bahkan menggunakan pasal yang tidak digunakan oleh jaksa dalam tuntutannya.

Ahok pun dihukum 2 tahun penjara dari 2017 hingga menjelang pilpres 2019.

Ia dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama karena pernyataan soal Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Kemudian Ahok bebas pada hari Kamis, 24 Januari 2019, tiga bulan lagi menjelang Pilpres 2019 tepatnya hari H pencoblosan pada 17 April 2019.

Ahok bebas dari Rutan Mako Brimob setelah menjalani masa pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan 15 hari.

Ia mulai menjalani hukuman penjara pada 9 Mei 2017 setelah putusan dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto membacakan putusan Ahok pada Selasa, 9 Mei 2017 itu.

“Kami menyatakan Basuki terbukti secara sah meyakinkan melakukan penodaan agama. Menjatuhkan penjara pidana selama dua tahun. Semua barang bukti yang diajukan penasihat hukum dilampirkan, dan membayar perkara Rp 5.000,” ujar Hakim Dwiarso Budi Santiarto.

Majelis hakim juga menolak pembelaan terhadap Ahok ataupun tim kuasa hukumnya.

Menurut majelis hakim, pembelaan Ahok, yang mengatakan menyitir ayat suci Al-Quran tersebut karena adanya ketidakadilan, justru dibantah.

Berdasarkan fakta, majelis hakim menilai justru terdakwa menimbulkan kegaduhan karena pidatonya.

Menurut majelis hakim, sebagai seorang gubernur, seharusnya terdakwa bisa bersikap jujur, bersih, sopan, dan santun. 

“Ini murni perkara pidana dan terbukti menodai agama. Majelis hakim menilai terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan harus dinyatakan bersalah” ujar hakim.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved