Breaking News

Rayakan Hari Perempuan Sedunia, PERMAMPU Yakini Pentingnya Amplifikasi Suara Perempuan Akar Rumput

Konsorsium PERMAMPU merayakan Hari Perempuan Sedunia (IWD) 8 Maret dengan melakukan diskusi kritis menuju Musyawarah Nasional Perempuan II 2024.

TRIBUN MEDAN/HO
KONSORSIUM PERMAMPU merayakan Hari Perempuan Sedunia (IWD) 8 Maret dengan melakukan diskusi kritis menuju Musyawarah Nasional Perempuan II 2024 tanggal 8-9 Maret 2024. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Konsorsium PERMAMPU merayakan Hari Perempuan Sedunia (IWD) 8 Maret dengan melakukan diskusi kritis menuju Musyawarah Nasional Perempuan II 2024. Kegiatan ini diselenggarakan selama dua hari yakni tanggal 8 Maret di tingkat PERMAMPU/Sumatera secara hybrid (online dan offline), dan dilanjutkan diskusi kritis secara offline tanggal 8-9 Maret 2024 untuk tingkat desa dan kabupaten di delapan provinsi dampingan PERMAMPU.

Diskusi ini diikuti perwakilan dari 126 desa dan kelurahan di 43 kabupaten yang tersebar di delapan provinsi dampingan PERMAMPU, yaitu: Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung.  Total peserta yang mengikuti kegiatan ini sebanyak 439 peserta yang terdiri dari perwakilan perempuan akar rumput dampingan anggota PERMAMPU.

Koordinator PERMAMPU, Dina Lumbantobing dalam keterangan persnya yang diterima Tribun-Medan.com, Jumat (8/3/2024) mengatakan, kegiatan ini mengusung tema "Amplifikasi Suara Perempuan Perdesaan dan Perempuan Akar Rumput  untuk Pengakhiran Pemiskinan Perempuan khususnya Pencegahan Perkawinan Anak Perempuan dan Usia Dini di Bawah 19 tahun”.

Menurut Dina, di tingkat Sumatera, PERMAMPU merayakan dengan menunjukan data-data di lapang dan hasil penelitian mengenai identifikasi perubahan tren perkawinan usia  di bawah 19 tahun pasca UU No. 16/2019 dan di masa Covid-19 di pedesaan, miskin kota dan daerah 3T di Pulau Sumatera.

Penelitian ini melibatkan 1.147 narasumber (161 laki-laki dan 986 perempuan), usia  di bawah 19 tahun sebanyak 312 orang, usia  lebih dari 19-44 sebanyak 471 orang dan usia 45-49 sebanyak  245 orang.

“Hasil penelitian ini adalah dasar desain program PERMAMPU yang berbasis data lapang. Penelitian bukan hanya sekedar mengumpulkan dan menganalisis angka, tapi melibatkan perempuan secara bermakna melalui cerita hidup 32 perempuan berupa studi kasus yang selama ini luput dari pertimbangan pengambilan keputusan, sehingga para perempuan korban perkawinan  di bawah usia 19 tahun terpuruk dan mengalami  pemiskinan,” kata Dina

Baca juga: Gelar Konvensi Internal, Permampu Serukan Jangan Golput dan Pilih Caleg Perempuan

“Selama ini kita menyebut perkawinan usia anak, akil balig, padahal menurut UU. No 16 tahun 2019 perubahan atas UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, kita tidak boleh menikahkan perempuan dan laki-laki di usia 15, 16, 18  bahkan usia 19. PERMAMPU sendiri pada dasarnya meyakini bahwa usia menikah seyogyanya di atas 21 tahun. Kami setuju dengan BKKBN mengenai usia hal ini,” lanjut Dina.

Dina menjelaskan, beberapa temuan penelitian yang didokumentasikan dari cerita-cerita perempuan oleh PERMAMPU adalah: (1) angka pemohon dispensasi kawin tinggi, (2) pasangan yang tidak mengajukan permohonan dispensasi kawin juga tinggi dan tidak terdaftar karena mereka kawin siri, kawin adat dan kawin secara kekeluargaan; bahkan hidup bersama atas persetujuan keluarga, (3) usia menikah dari 11-18 tahun.

Kemudian (4) kehamilan tidak diinginkan (KTD) adalah penyebab tertinggi permohonan dispensasi kawin, (5) perempuan yang mengalami perkawinan  di bawah usia 19 tahun rentan mengalami KDRT, perceraian,  miskin dan menjadi beban orang tua, (6) akses ke kontrasepsi rendah, dan (7) anak kurang gizi dan stunting.

Terkait hal ini, kata Dina, PERMAMPU telah merancang desain program hingga 2025 dengan tiga tema besar yaitu: (1) akses ke layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi/KSR melalui pengembangan OSS&L (Pusat Pelayanan dan Pembelajaran KSR) yang berbasis di Puskesmas yang Peka GEDSI (Kesetaraan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial), (2) kemandirian ekonomi perempuan (muda dan dewasa) dan kepemimpinan perempuan, dan (3) perubahan kebijakan di pemerintah dan norma (keluarga).

Baca juga: Hari Anak Perempuan Internasional, PERMAMPU Edukasi Dampingan Tidak Menikah di Bawah 21 Tahun

Sementara itu, Perwakilan Flower Aceh, Riswati menjelaskan, isu perkawinan di bawah usia 19 tahun di atas merupakan salah satu isu yang akan dibawa ke Munas Perempuan. Isu lainnya akan didiskusikan  di tingkat desa dan kabupaten, yang  dilakukan secara paralel,  partisipatoris, kritis dan berkelanjutan. Tujuannya untuk menggali fakta-fakta di lapang, isu-isu lain yang dihadapi, menganalisisnya secara bertingkat mulai dari desa dampingan, kabupaten hingga tingkat PERMAMPU.

Dalam diskusi dan musyawarah tersebut, PERMAMPU akan mengidentifikasi lima agenda yang berkaitan erat dengan visi, misi dan kerja-kerja PERMAMPU dari sembilan rumusan agenda yang telah diakomodir dalam RPJPN. Kelima agenda adalah poin (3) pencegahan kawin anak (yang dipertajam oleh PERMAMPU menjadi usia  di bawah 19 tahun sesuai UU No.16 tahun 2019), (4) Ekonomi Perempuan, (5) kepemimpinan perempuan (dalam hubungannya dengan Pemilu dan demokrasi yang memburuk akhir-akhir ini), (6) kesehatan Perempuan terutama HKSR, dan (8) kekerasan terhadap perempuan dan anak (khususnya Anak Perempuan).

“PERMAMPU meyakini pentingnya mengamplifikasi suara perempuan akar rumput, melakukan upaya-upaya yang pertisipatif dan bermakna, agar suara didengarkan dan mempengaruhi keputusan mulai dari perdesaan hingga nasional,” katanya. (*/top/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved