Sumut Terkini

Berdampingan dengan Rumah Ibadah Lain, Mushala Nurul Hidayah Saksi Kerukunan Umat Beragama di Karo

Pasalnya, bangunan mushala yang terletak di Jalan Gundaling, Lorong Ikuten ini berdiri berdampingan dengan dua rumah ibadah yang berbeda. 

|
Penulis: Muhammad Nasrul | Editor: Ayu Prasandi

TRIBUN-MEDAN.com, KARO - Berdiri di lahan 14x14 meter persegi, Mushala Nurul Hidayah yang berada di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, cukup mengundang perhatian.

Pasalnya, bangunan mushala yang terletak di Jalan Gundaling, Lorong Ikuten ini berdiri berdampingan dengan dua rumah ibadah yang berbeda. 

Dimana, di dalam kawasan yang dikenal dengan sebutan Van Leith ini berdiri dua rumah ibadah lainnya yaitu Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), dan Vihara Buddha Berastagi.

Keberadaan Mushala Nurul Hidayah Berastagi yang dibangun di lahan yang bersebelahan dengan dua rumah ibadah lainnya ini, menjadi saksi betapa rukunnya umat beragama di Berastagi. 

Suasana Mushala Nurul Hidayah yang berdampingan dengan rumah ibadah
Suasana Mushala Nurul Hidayah yang berdampingan dengan rumah ibadah umat Kristen dan Buddha, yang berada di Jalan Gundaling, Lorong Ikuten, Kelurahan Gundaling I, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo

Bangunan Mushala Nurul Hidayah ini, berada tepat di tepi jalan masuk ke lorong pemukiman warga.

Menurut keterangan penjaga dan sekaligus pria yang membangun mushala ini Retenum Kumar, mushala tersebut dibangun berawal dari keinginan pribadinya untuk bisa membangun rumah ibadah di tempatnya tinggal. 

"Ini kan dulu lingkungan asrama TNI, jadi dari awal saya punya niatan dari kecil dulu maunya di lingkungan asrama sini adalah tempat beribadah apalagi untuk anak-anak," ujar Retenum Kumar, Rabu (27/3/2024). 

Apalagi, dikatakannya dulunya sejak remaja ia juga sudah aktif membagikan ilmu-ilmu tentang agama kepada anak kecil di lingkungan asrama tersebut.

Berawal dari aktivitas agama yang dijalankannya di kediaman orangtuanya yang berada di depan mushala saat ini, ia bercita-cita bisa membangun rumah ibadah di sana agar masyarakat punya tempat untuk shalat berjamaah hingga melaksanakan aktivitas bersifat keagamaan lainnya. 

"Akhirnya, alhamdulillah cita-cita saya ini tercapai di tahun 1993 kita bangunlah mushala ini," ucapnya. 

Saat proses pembangunan mushala dengan ukuran 10x8 meter ini, juga sudah terlihat tingginya tenggang rasa dan kerukunan beragama di kawasan ini.

Dimana, saat pembangunan pengurus Vihara Buddha Berastagi maupun GKPI yang berada di lingkungan tersebut turut serta membantu. 

Seperti memberikan bantuan berupa bahan bangunan, maupun bantuan berbentuk lainnya.

Tak hanya itu, semangat pembangunan mushala  ini juga sangat mendapatkan dukungan dari berbagai pihak baik dari masyarakat umum maupun beberapa instansi. 

Sehingga, pembangunan mushala ini dapat dikatakan hanya terhitung memakan waktu kurang dua tiga bulan.

Dimana, untuk proses pembangunan pondasi selama kurang lebih satu bulan. Selanjutnya, sempat terhenti karena terkendala dana namun dengan semangat dan bantuan dari semua pihak akhirnya setelah kembali dilanjutkan, proses pembangunan kembali dilanjutkan hanya memakan waktu 46 hari. 

"Kalau betul-betul dibangunnya, cuma 46 hari kita bangun mushala ini. Alhamdulillah banyak yang bantu kita, ada yang ngasih batu, ada yang kasih seng, semangat masyarakat mau bantu," ungkapnya. 

Sejak dibangunnya bangunan mushala ini dari tahun 1993 lalu, sampai saat ini sudah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Tak hanya bagi umat muslim, masyarakat pemukiman Van Leith yang terdiri dari berbagai latar belakang juga sudah merasakan manfaat keberadaan mushala ini. 

Selama adanya mushala ini, dikatakan Kumar sampai saat ini terlihat kerukunan di pemukiman di sana sangat terjaga erat. Bahkan, seluruh warga di sana sangat menjunjung tinggi toleransi dan saling menghargai antar umat beragama. 

"Seperti misalnya lagi ada acara di sini (mushala), karena memang lokasinya yang sempit kita sering numpang di parkiran gereja untuk kendaraan jemaah. Begitu juga sebaliknya, kalau ada acara di gereja kalau entah perlu apa bisa ke sini langsung. Jadi sangat luar biasa toleransi di sini," katanya. 

Dengan tingginya toleransi antar sesama oleh masyarakat di wilayah ini, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) pada bulan Oktober tahun 2023 lalu kawasan ini sudah ditetapkan menjadi kampung moderasi beragama.

Dimana, warga di sana yang terdiri dari multi etnis dan saling berbaur membuat daerah ini menjadi bukti kerukunan umat beragama di Kabupaten Karo.

(mns/tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved