Sumut Terkini

Sidang Dugaan Fiktif Faktur Pajak, Penasihat Hukum Terdakwa Sebut PPNS Perpajakan Cacat Formil

Namun sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Bakhtiar harus ditunda karena saksi ahli tidak dapat dihadirkan oleh jaksa. 

Penulis: Muhammad Anil Rasyid | Editor: Ayu Prasandi
HO
Sidang dugaan fiktif faktur pajak di Pengadilan Negeri Binjai, Sumatera Utara, Rabu (29/5/2024).  

TRIBUN-MEDAN.com, BINJAI - Sidang dugaan faktur pajak fiktif masih terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Binjai, Sumatera Utara, Rabu (29/5/2024). 

Sidang kali ini beragendakan mendengar keterangan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai dan Kejati Sumut.

Namun sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Bakhtiar harus ditunda karena saksi ahli tidak dapat dihadirkan oleh jaksa. 

Sementara dalam hal ini, Dwi Riko Susanto sebagai Direktur PT Susanto Dwi Rezeki duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.

Terdakwa bersidang didampingi penasihat hukumnya, Saiful. Usai sidang, penasihat hukum terdakwa membeberkan, ada cacat formil hukum dalam proses penyidikan yang dilakukan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari kantor perpajakan yang berkantor di Medan. 

Fakta cacat formil ditemukan Saiful dari keterangan saksi atas nama Eka Septian selaku pemilik perusahaan PT Eka Tri Mandiri dan CV Sukses Mandiri.

"Ketika di persidangan, saksi (Eka Septian) menyatakan bahwa semua faktur PPN yang dibukakan kepada perusahaan klien kami (terdakwa) adalah berdasarkan transaksi jual beli pupuk non subsidi yang sebenarnya. PPN (pajak pertambahan nilai) 10 persen semua sudah dibayarkan oleh klien kami dan sudah diterima kedua perusahaan saksi, serta juga telah dibayarkan ke kas negara," ucap Saiful di PN Binjai.

Saiful menjelaskan, persoalan muncul ketika saksi Eka Septian menyatakan ada beberapa faktur PPN yang tidak berdasarkan transaksi, termuat dalam berita acara pemeriksaan PPNS Perpajakan. 

Saat itu, menurut Saiful, kondisi saksi Eka Septian sedang tidak stabil.

Namun saat bersaksi di PN Binjai, Eka membantah keterangannya yang dituangkan dalam BAP. 

"Eka (saksi) merasa tidak membaca BAP yang dibuat penyidik, karena dalam keadaan tertekan, karena ditahan dalam perkara lain. Jadi dibuat BAP, langsung ditandatangani," ujar Saiful. 

"Sesuai SOP, penyidik harusnya membacakannya. Namun begitu, Eka mengakui benar ada menandatangani. Makanya Eka dihadirkan dalam sidang untuk dilakukan konfrontir dan keterangan Eka yang disampaikan dalam BAP dibantah, dia (saksi Eka) berpegang dalam keterangannya sebagai saksi di pengadilan," sambungnya. 

Dalam sidang pekan lalu, Saiful menguraikan, Eka membeberkan bahwa faktur pajak yang dikeluarkannya adalah ril atau sesuai dengan transaksi yang telah dilakukannya kepada terdakwa. 

Ada 47 lembar faktur pajak yang diterbitkan saksi.

"Dalam sidang, saksi menyatakan, semua faktur PPN yang dikeluarkan sudah berdasarkan transaksi sebenarnya. Selain itu, ada hal lain yang kami temukan yaitu, peraturan yang dilanggar penyidik pajak," ucap Saiful. 

Dalam proses penyelidikan, kata Saiful, PPNS Perpajakan mengirimkan laporan ada melakukan penyelidikan kepada jaksa tidak melalui penyidik kepolisian. 

Sejatinya berdasarkan standar operasional prosedur, menurut Saiful, penyidik perpajakan wajib menyampaikan laporan kepada penuntut umum melalui kepolisian.

Setelah proses penyelidikan naik ke tahap penyidikan, Saiful menambahkan PPNS Perpajakan mengirimkan surat perintah dimulai penyidikan (SPDP) kepada jaksa melalui kepolisian. 

"Saat dikonfrontir, terdakwa menerangkan tidak pernah membeli faktur pajak dari siapapun, begitu juga saksi Eka Septian, tidak pernah menjual faktur pajak. Semua faktur pajak yang dibuka kepada terdakwa adalah berdasarkan transaksi yang sebenarnya," ucap Saiful. 

Bahkan saat PPNS Perpajakan hadir dalam sidang, Saiful mengaku, mencecarnya dengan beragam pertanyaan. Salah satunya soal faktur pajak mana yang diduga fiktif.

Oleh saksi PPNS Perpajakan, kata Saiful, yang bersangkutan tidak mampu mengidentifikasi faktur pajak mana yang fiktif. 

"Total faktur PPN yang pernah dibuka (antara perusahaan saksi dengan terdakwa) ada 47 lembar dengan nilai Rp3 miliar lebih, dari tahun 2013 sampai 2015. Jadi kami menganggap proses penyidikan cacat formil, ketika hendak menyangkakan kepada seseorang merugikan pendapatan keuangan negara, PPNS Perpajakan tidak mampu mengidentifikasinya. Ditambah lagi dalam sidang terbukti, tidak ada faktur yang (dikeluarkan) tidak berdasarkan transaksi," ujar Saiful. 

Sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi dijadwalkan pekan depan, Rabu (5/6/2024). Dia akan menggali banyak hal kepada saksi ahli dalam sidang nantinya. 

"Kami mohon kepada seluruh aparat penegak hukum agar kita sama-sama menggali kebenaran fakta materil. Jangan sampai orang tidak bersalah, harus mendapat hukuman pidana ataupun denda," ucap Saiful.

(cr23/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   dan WA Channel

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved