Pemilu 2024

SOSOK Irman Gusman, Eks Napi Korupsi Gugatannya Dikabulkan MK, KPU Gelar Pemilihan Ulang di Sumbar

KPU mengaku berpegang kepada Putusan MK Nomor 112/PUU-XXI/2023. Putusan itu mengatur, eks terpidana yang diancam 5 tahun penjara atau lebih

Editor: Satia
Istimewa
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Irman Gusman. 

MA menyatakan, pasal soal eks terpidana di PKPU 12/2023 harus dibatalkan dan diubah melalui beleid baru sesuai putusan MK.

Masalahnya, KPU tidak pernah menerbitkan revisi dan hanya merilis surat edaran yang menyatakan bahwa ketentuan pencalonan harus memperhatikan putusan MA di atas.

Ini rupanya menjelma bumerang bagi lembaga penyelenggara pemilu itu.

Baca juga: Penyebab Pengacara Kamaruddin Simanjuntak dan Puluhan Warga Geruduk Kantor Bupati Deli Serdang

Irman gugat ke semua jalur, kemudian menggugat sengketa Keputusan KPU 1563/2023 soal penetapan DCT ke semua jalur hukum yang dapat ditempuh.

Mulanya, Irman menggugat ke Bawaslu RI.

Lembaga pengawas pemilu itu menolak gugatannya.

Irman kemudian mengajukan banding ke PTUN Jakarta. Di PTUN Jakarta, Irman didampingi pengacara-pengacara kelas kakap, di antaranya eks Ketua MK Hamdan Zoelva dan pakar hukum tata negara Heru Widodo.

Dalam gugatannya, Irman melayangkan beberapa persoalan.

Pertama soal ketidakprofesionalan KPU dalam menanggapi putusan MA.

Karena tak direvisi, Irman menilai, dasar hukum pencalonan anggota DPD masih menggunakan PKPU 12/2023 yang tak memuat syarat masa jeda 5 tahun untuk eks terpidana yang diancam pidana 5 tahun atau lebih Kedua soal substansi kasus hukum yang ia hadapi.

Irman menegaskan, berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) MA ia dijerat Pasal 11 UU Tipikor yang ancamannya 1-5 tahun penjara, bukan 5 tahun atau lebih.

Baca juga: PERAN Aris Gunawan Tersangka Pengeroyokan Bos Rental Mobil Hingga Tewas: Lindas Korban Pakai Motor

Ketiga soal bunyi putusan PK yang memberinya hukuman tambahan pencabutan hak politik 3 tahun.

Irman menganggap, putusan pidana yang secara khusus menghukum dirinya ini lebih utama ketimbang aturan yang lebih umum berupa masa tunggu 5 tahun.

"Dalam hal seseorang dicabut hak politiknya seumur hidup, apakah setelah jeda 5 tahun berdasarkan norma dalam kedua Putusan Uji Materiil tersebut, yang bersangkutan lantas diperbolehkan ikut berkontestasi? Tentu saja tidak! Sebab, yang berlaku adalah putusan hakim pidana secara lex specialis," kata Irman dalam gugatannya ke PTUN Jakarta.

"Bahwa dengan demikian, seharusnya terhadap diri Penggugat, putusan hakim pidana yang mencabut hak politik selama 3 tahun itulah sebagai lex specialis," tambah dia.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved