Berita Viral

ISI Chat Mesum Pejabat Kampus UMS Ajak Mahasiswi Hubungan Badan, Blak-blakan Tanya Soal Keperawanan

Inilah isi chat mesum pejabat kampus UMS ajak mahasiswi hubungan badan. Padahal di chat tersebut, pejabat kampus tersebut mengakui sudah berkeluarga.

Editor: Liska Rahayu
TribunSolo.com
ISI Chat Mesum Pejabat Kampus UMS Ajak Mahasiswi Hubungan Badan, Blak-blakan Tanya Soal Keperawanan 

TRIBUN-MEDAN.com - Inilah isi chat mesum pejabat kampus UMS ajak mahasiswi hubungan badan yang viral di media sosial.

Padahal di chat tersebut, pejabat kampus tersebut mengakui sudah berkeluarga.

Rektorat Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) saat ini sedang diuji atas dua kasus yang diduga melibatkan pejabat dan pegawainya.

Setelah sebelumnya digegerkan dengan kasus dugaan pelecehan oleh seorang dosen pembimbing terhadap mahasiswinya, kini muncul kasus baru.

DPN UMS melalui Instagramnya membuka kelakuan seorang oknum pejabat di Lingkungan FKIP UMS Surakarta.

Oknum pejabat itu disebut- sebut mengajak seorang mahasiswi untuk berhubungan badan.

Terkuak isi chating DM Instagram antara diduga Wakil Dekan FKIP UMS Surakarta dengan seorang mahasiswi. 

Isi DM tersebut diketahui dari postingan Instagram @dpn.ums. 

Dalam percakapan yang diunggah itu, diduga Wakil Dekan di UMS Kota Surakarta mengajak mahasiswinya berhubungan badan layaknya suami istri. 

Saat ini Rektorat UMS sedang menelusuri dugaan pencabulan ini. 

Berikut percakapan yang viral dalam unggahan tersebut. 

"3 hari aja y"  

"Di rmh dpt hp baru"

"tgl 10,11,12 ya"

"beneran dek mau ML sama mas"

"janji gak sakit"

"ya tdk tho"

"Abis itu dinikhin g"

"masih perawan ya kan, heemm"

"msh"

"Kan mas sdh keluarga"

Menanggapi kabar viral tersebut, Wakil Rektor IV UMS Surakarta, Em Sutrisna buka suara.

"Saat ini sedang dalam proses investigasi internal."

"Jika sudah selesai akan kami sampaikan," kata Em Sutrisna seperti dilansir dari TribunSolo.com, Jumat (12/7/2024).

Em Sutrisna juga menegaskan bahwa pihaknya akan memberi sanksi kepada pihak yang kedapatan bersalah dan melindungi pihak korban.

"Prinsipnya yang salah dikenai sanksi, yang benar dilindungi," tambah Em Sutrisna.

Disinggung terkait proses investigasi, Em Sutrisna menjelaskan jika pihaknya kini tengah memeriksa dua kasus yang berbeda, baik dugaan pelecehan antara dosen pembimbing dengan mahasiswi maupun dugaan pelecehan yang dilakukan oleh salah satu petinggi di FKIP UMS Surakarta.

Jadi Sorotan Aktivis Perempuan Surakarta

Direktur Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (Spek-HAM) Kota Surakarta, Rahayu Purwaningsih menjelaskan, kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh seorang mahasiswi dengan pelaku yang diduga oknum dosen itu harus menjadi perhatian khusus.

Bukan tanpa alasan, Rahayu menegaskan bahwa mencuatnya dua kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di UMS menjadi bukti belum adanya komitmen kuat penanganan dan pencegahan kekerasan di lingkungan kampus.

"Kami sudah mendengar kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum dosen dari Universitas Muhammadiyah Surakarta," ujar Rahayu Purwaningsih seperti dilansir dari TribunSolo.com, Jumat (12/7/2024).

"Terkait kasus ini, kami prihatin dan kecewa karena sudah ada peraturan menteri terkait dengan pencegahan dan penanganan kekerasan di perguruan tinggi."

"Tetapi rupanya belum memberikan prespektif yang kuat kepada siapapun yang ada di perguruan tinggi, termasuk tenaga pengajar," tambah Rahayu.

Dengan mencuatnya kasus dugaan pelecehan seksual tersebut, Rahayu menyoroti terkait implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi yang masih diabaikan oleh tenaga pendidik.

"Artinya para dosen, pengajar tidak cukup mampu terbangun perspektif dan komitmen dalam pencegahan kekerasan berbasis gender, bahkan mereka justru jadi pelaku," tegasnya.

Di sisi lain, Rahayu Purwaningsih mengapresiasi keberanian korban yang telah mau membongkar adanya pelecehan yang terjadi di lingkup kampus.

"Kami rasa di balik kasus yang terjadi ini, kami mengapresiasi korban yang bersuara, walaupun tidak melalui sistem, tetapi tidak apa-apa yang penting dia sudah mau bersuara dan berani menceritakan pelecehan seksual yang dialami," kata dia.

Selama menangani banyak kasus pelecehan dengan korban perempuan, Rahayu menjelaskan bahwa banyak korban yang takut untuk buka suara, bahkan cenderung mengalami trauma.

"Itu sudah sangat luar biasa karena bagi korban bersuara atau melangkahkan kaki ke layanan kekerasan membutuhkan effort yang sangat besar," sambungnya.

Disinggung apakah Spek-HAM Kota Surakarta akan turun tangan dalam kasus dugaan pelecehan yang terjadi di UMS, Rahayu menegaskan jika pihaknya bergerak dengan mengkomunikasikan kasus tersebut bersama Pusat Studi Gender UMS.

Dalam komunikasi tersebut, Pusat Studi Gender UMS bersepakat untuk mengawal kasus dugaan pelecehan tersebut sampai tuntas.

"Kami rasa kalau melihat pemberitaan, pihak Universitas sudah sangat responsif dengan membentuk tim untuk melakukan investigasi."

"SPEK-HAM sudah berkontak dengan Pusat Studi Gender UMS dan katanya akan melakukan pengawalan terhadap kasus ini," urainya.

Pihaknya pun kini tengah menunggu hasil dari pemeriksaan atau investigasi yang dilakukan oleh pihak kampus sebelum nantinya memutuskan akan ikut terjun mengawal kasus dugaan pelecehan tersebut secara langsung atau tidak.

"Terkait langkah kami seperti apa, kami akan berkonsolidasi."

"Organisasi masyarakat sipil atau kami yang bergerak dalam isu perempuan akan berkonsolidasi dalam mengawal kasus ini."

"Tapi sementara ini kami akan melihat upaya-upaya yang dilakukan pihak Universitas," lanjutnya.

Rahayu Purwaningsih berharap ada upaya penyelesaian yang adil atas kasus dugaan pelecehan di UMS.

Tak hanya UMS, Rahayu berharap agar semua kampus bisa mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, bukan sekadar jargon.

"Kami berharap semua Universitas mengimplementasikan secara serius Permendikbudristek."

"Bahwa ini tidak semata-mata aturan yang harus dilaksanakan agar bantuan-bantuan, akses-akses dan dana untuk universitas bisa turun," terangnya.

"Tapi ini sebuah komitmen untuk betul-betul mewujudkan ruang-ruang pendidikan yang berpihak pada perempuan."

"Kami berharap ini jadi pembelajaran buat semua bahwa siapapun bisa jadi korban," imbuh Rahayu Purwaningsih.

Menilik dua kasus dugaan pelecehan di UMS, Rahayu juga berharap adanya tindakan tegas dari pihak kampus kepada terduga pelaku bila pelecehan tersebut benar adanya.

"Harus ada tindakan keras dari kampus sebagai komitmen pencegahan dan penanganan kekerasan."

"Kami berharap ada langkah tegas terhadap para dosen tersebut," Rahayu kembali menegaskan.

Di sisi lain, Rahayu Purwaningsih meminta pihak kampus melakukan perlindungan kepada korban, termasuk apabila korban mengalami trauma atas insiden tersebut.

"Mungkin korban mengalami trauma, mungkin korban juga distigma dan dipersalahkan."

"Nah artinya harus ada sistem perlindungan bagi korban."

"Selain itu pada saat itu pada saat korban mengalami trauma, korban juga harus dipulihkan karena ini bagian dari hak korban yang harus dipenuhi," bubuhnya.

"Hak korban lainnya adalah tidak ada intimidasi yang kemudian menghambat mahasiswi tersebut dapat menyelesaikan pendidikan," pungkas Rahayu.

(*/Tribun Medan)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved