Berita Viral
PECAH Tangis Aldi Jadi Saksi Mata Ungkap Penyiksaan yang Dialami Saka Tatal: Sudah Kayak Binatang
Pecah tangis Aldi jadi saksi mata ungkap penyiksaan yang dialami Saka Tatal. Sebagai informasi Aldi adalah adik dari terpidana kasus Vina, Eka Sandi.
TRIBUN-MEDAN.com - Pecah tangis Aldi jadi saksi mata ungkap penyiksaan yang dialami Saka Tatal.
Sebagai informasi Aldi adalah adik dari terpidana kasus Vina, Eka Sandi.
Kemunculan Aldi pada Sidang PK Saka Tatal tersebut membuat publik geger.
Pasalnya, Aldi mengungkap penangkapan Saka Tatal bersama dirinya.
Ia juga mengungkap kekejaman dilakukan oknum polisi dan penderitaan yang dialami Saka Tatal.
Aldi mengungkapkan kesaksiannya itu sampai menangis di persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon, Selasa (30/7/2024) lalu.
Meski sempat ditangkap bersama, nasibnya dengan Saka Tatal berbeda.
Sementara Aldi lolos, namun Saka Tatal tetap ditahan hingga jadi terpidana.
Aldi menceritakan ia ditangkap polisi empat hari setelah kejadian kematian Vina dan Eki Cirebon.
Sebagaimana diketahui Vina dan Eky ditemukan di Jembatan Talun, Kabupaten Cirebon, 27 Agustus 2016.
Lalu, di depan majelis hakim yang diketuai oleh Rizqa Yunia dan juga para kuasa hukum pemohon, Aldi menceritakan kronologi penyiksaan saat baru ditangkap polisi hingga digiring ke Mako Polres Cirebon Kota.
Kala itu penangkapan yang dialaminya dengan Saka Tatal terjadi pada 31 Agustus 2016 sekitar pukul 16.30 WIB.
Aldi bersaksi bahwa ia ditangkap bersama Saka Tatal oleh Iptu Rudiana dan tiga orang diduga anggota polisi.
"Waktu ditangkap, bareng saya si Saka ini. Yang nangkap Pak Rudiana sama teman-temannya, ada tiga orang. Mereka naik mobil," ujar Aldi dikutip TribunJabar di dalam Sidang PK Saka Tatal.
Aldi mengungkap Iptu Rudiana kala itu menjadi Kasat Narkoba Polres Cirebon, mengenakan kemeja.
Ia mengaku awalnya tidak mengenali Iptu Rudiana.
Namun dua minggu kemudian ia mengetahui identitasnya setelah sering melihat di ponsel.
Saat ditangkap, Aldi mengaku dirinya dan Saka Tatal langsung mendapat kekerasan fisik di kantor polisi.
Bahkan menurut Aldi, penyiksaan yang dideritanya dengan Saka Tatal itu kejam seperti diperlakukan binatang.
"Waktu di kantor polisi ya langsung dipukuli. Saya hanya ditangkap dan sampai ke gerbang Polres Cirebon Kota disuruh jalan bebek."
"Terus kami disiksa, diinjak, ditendang, sudah kayak binatang," ucapnya, dengan nada penuh emosi.
Bahkan penyiksaan kekerasan yang dialaminya juga sudah terjadi di dalam mobil.
"Di dalam mobil menuju Polres Cirebon Kota masih dipukul, dijambakin. Ada delapan orang di dalam mobil," ungkap Aldi..
Setelah sampai di Polres Cirebon Kota, Aldi menceritakan, mereka diturunkan dari bagasi belakang mobil dan disuruh berjalan dengan cara "jalan bebek" sambil ditendang dan diinjak.
"Kami dikumpulkan di satu ruangan, lalu satu jam kemudian dipisah."
"Selama dikumpulkan, mengalami penyiksaan, dibakar rambutnya. Saya sama Supri, Jaya, Saka masih di ruangan Kanit, yang lainnya dipindahkan," katanya.
Aldi kemudian mengungkap, kekerasan terus berlanjut hingga tengah malam, termasuk terjadi di lorong menuju penjara di mana mereka kembali dipukuli, bahkan menggunakan gembok.
"Mau masuk penjara disiksa lagi, dipukul pakai gembok," ujarnya.
Kesaksian Aldi tersebut membuat sejumlah kuasa hukum Saka Tatal turut menangis.
Bahkan salah satu kuasa hukum Saka Tatal, Farhat Abbas, ikut menangis saat bertanya kepada Aldi.
Diketahui, Aldi merupakan salah satu warga yang ikut ditangkap pada tahun 2016 silam bersama kakaknya, Eka Sandi.
Namun Aldi dibebaskan dan ditukar dengan kakaknya yang masih menjalani masa tahanan.
Kata Ahli Hukum Pidana Soal Saka Tatal
Youngky Fernando, ahli hukum pidana umum dan khusus, mengungkapkan posisi Saka Tatal di Kasus Vina Cirebon.
Ahli hukum itu berpandangan bahwa Saka Tatal tidak layak dikenakan pasal pembunuhan dalam Kasus Pembunuhan Vina di Cirebon pada 2016 silam.
Pernyataan ini disampaikan oleh Youngky setelah menjadi saksi ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Saka Tatal dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cirebon, pada Rabu (31/7/2024).
"Ya memang pasal yang disangkakan terhadap Saka Tatal dalam kasus Vina Cirebon itu kurang tepat, karena saya telah membaca di mana ada pertimbangan hakim baik itu tingkat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT) maupun Mahkamah Agung (MA)."
"Di mana pertimbangan itu menyatakan, peran Saka itu masuk menjadi bagian keseluruhan terhadap kasus pembunuhan tersebut. Itu sebenarnya teorinya fonhuri, yang tidak berlaku di Indonesia. Dalam sistem peradilan pidana kita (Indonesia), teori frongkris yang berlaku," ujar Youngky.
Lebih lanjut, Youngky menerangkan bahwa dalam teori frongkris, yang diutamakan adalah sebab yang paling besar dan paling dekat dengan peristiwa yang terjadi.
Dalam konteks ini, Youngky berpendapat bahwa peran Saka hanya ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) pertama, di mana ia melakukan pemukulan wajah korban.
Namun, korban masih dalam keadaan hidup dan mampu menuju TKP berikutnya.
"Jadi, dalam peristiwa pembunuhan kalau memang pembunuhannya bukan di TKP pertama, maka peran Saka tidak bisa dilibatkan pada TKP berikutnya."
"Dia hanya ada di TKP pertama melakukan pemukulan wajah. Nah akibat pemukulan wajah, si korban masih jalan, masih naik motor dan masih hidup menuju TKP berikutnya, kan begitu."
"Selanjutnya, pada TKP kedua, ketiga dan seterusnya itu sudah tidak ada lagi peran Saka Tatal," ucapnya.
Menurut Youngky, dengan fakta bahwa korban masih hidup setelah pemukulan di TKP pertama, tuduhan pembunuhan terhadap Saka tidak tepat.
"Kan waktu dilakukan pemukulan itu tidak mati almarhum, ya kan. Dia meninggalnya pada TKP berikutnya," jelas dia.
Youngky juga menyoroti bahwa tidak ada bukti adanya persengkongkolan untuk melakukan pembunuhan, seperti yang tercatat di pengadilan.
"Kenapa? Karena mereka tidak ada persengkongkolan untuk melakukan pembunuhan, lain halnya ada persengkongkolan untuk melakukan pembunuhan dan itu tidak ada pada fakta catatan PN, PT, dan MA."
"Harusnya, Saka tidak boleh dinyatakan bersalah di dalam tindak pidana pembunuhan," katanya.
Youngky menyarankan bahwa Saka bisa dikenakan pasal penganiayaan, bukan pembunuhan.
"Kalau diterapkan, penganiayaannya ada 351, Saka bisa diterapkan pasal 351 ayat 1, karena ayat 1 itu orangnya gak perlu luka dan meninggal dunia."
"Kenyataannya tidak ada kan pasal 351-nya, makanya harusnya bebas," ujarnya.
Ia menekankan bahwa kesalahan penerapan teori hukum ini bisa dijadikan dasar PK dengan mengacu pada pasal 263 ayat 2 huruf c KUHAP.
"Makanya, alasan PK Saka Tatal ini untuk membatalkan putusan terhadap tadi, keliru di dalam penerapan teorinya antara perbuatannya tadi dengan ancaman pidananya."
"Ancamannya kan pembunuhan, perbuatannya memukul."
"(Hakim) kurang tepat penerapannya. Ya kekeliruan ini bisa dijadikan novum yang sesuai pasal 263 ayat 2 huruf c itu sejalan dengan apa yang saya sampaikan," ucap Youngky.
(*/Tribun Medan)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id
FAKTA-FAKTA Pertemuan Wapres Gibran dan SBY di Cikeas, AHY Ungkap Hal Ini |
![]() |
---|
Usai Viral Nyinyiri Sri Mulyani, Anak Menkeu Purbaya Sebut Cuma Bercanda dan Singgung Ternak Mulyono |
![]() |
---|
IJECK ANGKAT BICARA: Usul Pendidikan SAR Jadi Kurikulum Nasional dan Tambahan Pos di Sumut |
![]() |
---|
Mahfud MD Terkejut Pencopotan Budi Gunawan dari Menko Polkam: Saya Kira Pertimbangan Politis Lain |
![]() |
---|
Jenazah Diplomat Zetro Purba Tiba di Jakarta, Disambut Isak Tangis Keluarga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.