Berita Viral

ISRAEL MENGGILA Gempur Hizbullah Lebanon, Australia Evakuasi 15.000 Warganya, Bagaimana Nasib WNI?

Hariyanto menjelaskan TNI telah menyiapkan rencana kontingensi untuk situasi kedaruratan, termasuk di antaranya untuk evakuasi.

|
Editor: AbdiTumanggor
JOSEPH EID / AFP
Militer di Lebanon. 

Akibat dari serangan menggila Israel itu, otoritas di Lebanon menyebut hampir 570 orang tewas, lebih dari 1.800 warga sipil luka-luka, dan puluhan ribu warga mengungsi sejak 23 September 2024.

TRIBUN-MEDAN.COM - Imbas semakin mengganasnya Israel menggempur Hizbullah di Timur Tengah, Australia memerintahkan 15.000 warganya untuk pulang dari Lebanon.

Begitu juga dengan Indonesia, pihak TNI siap mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Lebanon. Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Hariyanto dalam keterangannya, dikutip Kamis (26/9/2024).

Mayjen TNI Hariyanto mengatakan prajurit TNI yang saat ini bertugas bersama Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) siap membantu mengevakuasi warga negara Indonesia di Lebanon pulang ke Tanah Air.

Hariyanto menjelaskan TNI telah menyiapkan rencana kontingensi untuk situasi kedaruratan, termasuk di antaranya untuk evakuasi.

Namun, rencana itu perlu mendapatkan izin lebih dulu dari pimpinan UNIFIL, yaitu Force Commander UNIFIL yang sejak 2022 dijabat Letnan Jenderal Aroldo Azàro dari Angkatan Bersenjata Spanyol.

"Untuk evakuasi pengungsi yang berada di dekat perbatasan Israel harus seizin Force Commander UNIFIL, sedangkan untuk penarikan personel TNI sampai saat ini menunggu keputusan Force Commander UNIFIL," kata Haryanto.

Lebih lanjut, Mabes TNI dan Kementerian Luar Negeri RI telah menggelar rapat teknis membahas situasi terkini di Lebanon dan rencana evakuasi WNI.

Direktur Pelindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu RI Judha Nugraha menyampaikan rencananya pasukan TNI yang saat ini bertugas bersama UNIFIL akan dikerahkan untuk membantu evakuasi manakala eskalasi konflik antara Lebanon dan militer Israel (IDF) semakin parah.

Judha mengatakan saat ini ada 155 orang WNI yang tinggal di Lebanon. Mayoritas dari mereka ialah mahasiswa dan mereka yang menikah dengan warga Lebanon.

Diketahui, di luar 155 orang WNI itu, ada juga prajurit TNI yang tergabung dalam UNIFIL di Lebanon. Jumlahnya ada sekitar 1.000 orang lebih prajurit yang bertugas di berbagai satuan UNIFIL, di antaranya Maritime Task Force (MTF), Satgas Batalyon Mekanis TNI (INDOBATT), Satgas Pendukung Markas/Force Headquarter Support Unit (FHQSU), Satgas Indo Force Protection Company (FPC), Satgas Koordinasi Sipil-Militer/Civilian Military Coordination (CIMIC) TNI, Satgas Military Community Outreach Unit (MCOU), dan Satgas Level 2 Hospital.

Sebagian besar prajurit TNI yang tergabung dalam UNIFIL beroperasi di darat, sedangkan Satgas MTF menjalankan tugasnya di laut.

Mengenai eskalasi antara Israel dan Lebanon, Satuan Tugas MTF TNI Kontingen Garuda XXVIII-O/UNIFIL telah menggelar latihan untuk situasi kedaruratan, yang di dalamnya mencakup simulasi evakuasi menggunakan jalur laut.

Beberapa materi latihan yang diikuti para pengawak KRI Diponegoro-365 di Lebanon itu pun mencakup pertahanan pangkalan, antisabotase bawah air, embarkasi/debarkasi, dan perlindungan pasukan (force protection).

Sebagaimana diketahui, militer Israel (IDF) semakin menggila menyerang wilayah Lebanon sejak awal pekan ini dengan dalih mengincar kelompok Hizbullah

Akibat dari serangan itu, otoritas di Lebanon menyebut hampir 570 orang tewas, lebih dari 1.800 warga sipil luka-luka, dan puluhan ribu warga mengungsi.

Penyerangan ke Lebanon ini sejak Israel menggempur Gaza Palestina selepas peristiwa 7 Oktober 2023 lali, dimana Hizbullah yang didukung Iran itu habis-habisan menyerang Israel dari wilayah utara Israel. Sehingga mendapat balasan yang lebih dahsyat dari militer Israel.

Pertempuran pun meluas sampai Blue Line (garis demarkasi yang memisahkan wilayah Israel dan Lebanon).

Pemerintah Lebanon Tidak Bisa Berbuat Apa-apa

Di sisi lain, pemerintah Lebanon sendiri tak bersiap menurunkan tentara untuk membantu Hizbullah melawan Israel, meski negara mereka telah digempur.

Ketiadaan tentara Lebanon dalam krisis saat ini menimbulkan pertanyaan tentang kapasitas lembaga negara untuk menghadapi konflik besar.

Ketika konflik antara Israel dan Hizbullah di Lebanon terus bergerak menuju perang langsung, banyak yang bertanya-tanya.

Apakah Lebanon memiliki tentara dan mengapa tidak terlihat?

Jenderal tentara Lebanon Khalil Helou, yang saat ini sedang cuti dalam pernyataannya kepada media, sebagaimana dimuat Euronews, dikutip Kamis (26/9/2024), ia mengatakan bahwa peran tentara Lebanon di Lebanon bukan hanya untuk mempertahankan perbatasan negara. Sifatnya lebih dari "fungsi klasik" seperti yang terjadi di Barat.

"Ini bukan tentara klasik seperti tentara Barat. Tentara Lebanon tunduk pada instruksi pemerintah Lebanon," katanya.

"Untuk saat ini dan untuk waktu yang lama, telah terjadi perpecahan yang ekstrem. Tentara dibiarkan sendiri. Sekarang siapa pun yang memimpin angkatan darat, menjadi panglima tertinggi angkatan darat, mereka harus mengambil keputusan yang mereka anggap tepat," tegasnya.

Kepemimpinan Lebanon sendiri memiliki banyak masalah penting, mempertimbangkan banyak hal ketika mengambil suatu keputusan. Di mana, segala sesuatu akan memiliki konsekuensi serius.

Ini bisa berimplikasi pada kemungkinan tentara Israel mengubah serangan udara saat ini menjadi operasi darat seperti yang dilakukan pada tahun 2006. Ini juga bisa berarti kekerasan meluas dari Lebanon selatan dan Lembah Bekka ke seluruh negeri dan bisa membahayakan seluruh Timur Tengah.

Resolusi PBB

Perlu diketahui, Lebanon Selatan dan Lembah Bekka kini memang jadi pusat pertempuran. Namun seharusnya wilayah ini berada di bawah naungan hukum Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701 sesuai perjanjian damai di 2006.

Resolusi ini menetapkan pembentukan pasukan penjaga perdamaian PBB, UNIFIL. Resolusi ini juga memberikan peran aktif kepada tentara reguler Lebanon dan menyerukan kepada Pemerintah Lebanon dan UNIFIL "untuk mengerahkan pasukan mereka bersama-sama".

Sehingga "tidak akan ada senjata tanpa persetujuan Pemerintah Lebanon" di sana. Ini juga membuat "tidak ada otoritas lain selain Pemerintah Lebanon".

Resolusi itu sebenarnya berlaku setelah penarikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Hizbullah juga seharusnya menarik kelompok bersenjatanya keluar dari Lebanon Selatan, dan khususnya sistem misilnya yang mampu menargetkan Israel meski kelompok itu tidak mematuhi komitmen tersebut hingga kini.

Hal ini kemudian membuat angkatan bersenjata Lebanon akan menghadapi dilema. Di mana mereka harus menghadapi tentara Israel sekaligus melucuti senjata Hizbullah dengan paksa dengan dalih mematuhi resolusi PBB dalam kedua kasus.

"Jika terjadi serangan darat, unit-unit yang ditempatkan di selatan harus mempertahankan diri dan harus mempertahankan wilayah Lebanon dengan sarana yang mereka miliki," jelas Helou.

"Namun pada dasarnya, misi brigade yang ditempatkan di Selatan adalah bekerja sama dengan UNIFIL dan bukan dengan penggunaan kekuatan. Jadi, ini bukan pasukan penyerang, ini bukan pasukan yang akan menentang Israel. Keseimbangan kekuatan sama sekali tidak berpihak pada kita dalam kasus ini,"sambungnya.

Perang Saudara di Lebanon

Hizbullah sendiri secara formal adalah kekuatan politik Lebanon yang sah dan konstitusional. Sebagian besar terdiri dari Muslim Syiah Lebanon. Angkatan bersenjatanya beroperasi sebagai kontingen yang sangat operasional. Bahkan, asing bagi struktur komando tentara Lebanon.

Ketika Hizbullah mengambil inisiatif sepihak untuk menargetkan Israel, kekuatan politik Lebanon lainnya dan tentaranya lumpuh total. Menentang Hizbullah akan diartikan sebagai perang saudara.

"Banyak orang Lebanon dari berbagai aliran tidak akan melihat kekalahan Hizbullah sebagai masalah, mereka dapat dengan mudah menerimanya sebagai bagian penting dari tentara Lebanon. Namun, di Lebanon semua orang tahu bahwa ada garis merah antar-komunitas yang tidak dapat dilanggar," ujar Helou.

"Menghadapi Hizbullah adalah resep langsung dan otomatis untuk perang saudara. Dan komando tentara tahu bahwa prioritas utama adalah stabilitas internal terlebih dahulu daripada perang yang dapat berlarut-larut antara tentara itu sendiri dan Hizbullah,"tambahnya.

Pernyataan Kepala Militer Israel

Kepala militer (IDF) Israel mengatakan serangan udara ke Lebanon mempersiapkan jalan bagi kemungkinan serangan darat dengan tingkat tinggi.

Jenderal Herzi Halevi telah memberi tahu tentara Israel bahwa serangan udara di Lebanon akan terus berlanjut untuk menghancurkan infrastruktur Hizbullah dan untuk mempersiapkan jalan bagi kemungkinan serangan darat.

"Anda mendengar jet tempur di atas kepala; kami telah menyerang sepanjang hari," kata kepala militer Israel itu kepada pasukan di perbatasan dengan Lebanon, menurut pernyataan dari militer, dilansir AlJazeera, Kamis (26/9/2024).

"Ini untuk mempersiapkan jalan bagi kemungkinan masuknya Anda dan untuk terus merendahkan Hizbullah," imbuhnya.

Pernyataan Hizbullah

Sementara itu, Hizbullah mengatakan ini adalah perang perhitungan. Mereka telah mempersiapkan kemungkinan invasi darat sejak 2006. Mereka selalu mengatakan siap untuk skenario apa pun.

Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, sangat jelas dalam pidatonya beberapa hari yang lalu, mengatakan bahwa jika Israel mencoba menempatkan zona penyangga di Lebanon selatan, mereka akan gagal.

Dalam beberapa saat terakhir, terdengar setidaknya dua serangan udara datang. Tentara Israel mengumumkan bahwa mereka berkonsentrasi di provinsi Nabatieh. Sepanjang sore, terjadi serangan udara.

Dilaporkan ada dua hal yang terjadi di Lebanon: Pertama, serangan udara ofensif yang terjadi-yang dirancang untuk melumpuhkan infrastruktur Hizbullah.

Lalu ada serangan udara reaktif-terdengar rentetan roket Hizbullah masuk ke Israel, sekitar 15-20 menit kemudian, terlihat serangan udara di daerah itu.

Reaksi Keras Indonesia

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecam keras serangan Israel ke Lebanon. Presiden pun mengajak semua negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB) merespons dengan cepat menyangkut serangan tersebut.

"Kami ajak semua negara dan juga PBB berikan respons yang cepat agar tidak banyak korban atas serangan Israel," kata Jokowi di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (26/9/2024), dikutip dari Kompas.com. 

Kepala Negara RI pun mengatakan, krisis yang tengah berlangsung di Lebanon akibat serangan telah menimbulkan keprihatinan internasional, termasuk dari pemerintah Indonesia. 

Lebih lanjut, Jokowi mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia akan memulangkan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di zona konflik Lebanon

"Saya sudah telepon Menteri Luar Negeri untuk pemulangan WNI di zona konflik, dan saat ini dalam proses," ujar Jokowi. 

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi telah memberikan respons atas serangan udara Israel ke Lebanon yang dilancarkan sejak hari Senin 23 September 2024. "Kami melihat situasi dan mengutuk keras serangan Israel ke Lebanon yang mengakibatkan korban ratusan nyawa warga sipil, termasuk anak-anak,” kata Retno Marsudi di sela kegiatan Sidang Ke-79 Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat pada 24 September 2024.

Menurut dia, serangan menambah ketegangan situasi di Timur Tengah yang menjadi krisis kemanusiaan karena kekejaman yang terus dilakukan Israel kepada bangsa Palestina.

"Kekerasan serta agresi tidak boleh menjadi kenormalan baru," ujarnya.

Baca juga: MENGERIKAN, Ternyata Bukan Hanya Pager yang Meledak, HT yang Digunakan Hizbullah Juga Meledak

Baca juga: MISI PBB di Lebanon: Serangan Canggih Israel terhadap Hizbullah Belum Pernah Terjadi di Dunia

(*/Tribun-medan.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved