Berita Viral

PILU Nasib Jumiati, TKI Baru Pulang ke Indonesia Berakhir Tewas Dibacok Suami Gegara Diabaikan

Pilu nasib Jumiati, TKI yang tewas dibacok suami cuma gara-gara diabaikan. Padahal Jumiati baru pulang ke Indonesia.

Editor: Liska Rahayu
Kompas.com
PILU Nasib Jumiati, TKI Baru Pulang ke Indonesia Berakhir Tewas Dibacok Suami Gegara Diabaikan 

TRIBUN-MEDAN.com - Pilu nasib Jumiati, TKI yang tewas dibacok suami cuma gara-gara diabaikan.

Padahal Jumiati baru pulang ke Indonesia.

Wanita berusia 25 tahun ini harus meregang nyawa usai dibacok suaminya sendiri gegara hal sepele.

Padahal dia baru beberapa hari pulang ke kampung halamannya seusai bekerja di luar negeri.

Kejadian ini pun dikonfirmasi kebenarannya oleh kepolisian setempat.

Seorang pria bernama Ilham (30), warga Desa Tanjung Mas, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, nekat membacok istrinya, Jumiati (25), hingga tewas. 

Peristiwa itu terjadi pada Rabu (1/1/2025) sekitar pukul 11.30 WITA di rumah mertuanya, tepatnya di Lingkungan Songgela, Kecamatan Asakota, Kota Bima.

Kasubsi Humas Polres Bima Kota, Aipda Nasrun, membenarkan adanya insiden pembunuhan istri tersebut.

Kejadian ini berawal saat sang suami datang untuk menjenguk korban yang baru beberapa hari pulang kerja dari luar negeri.

Setibanya di kediaman mertua, Ilham kemudian memanggil sang istri yang saat itu tengah menjemur pakaian.

Karena tak dihiraukan istrinya, pelaku sontak masuk ke dalam rumah mertua untuk mencari sesuatu.

"Setelah itu pelaku meminta buku kepada korban, namun korban tetap melanjutkan jemur pakaian," kata Nasrun saat dikonfirmasi, Rabu.

Merasa tidak mendapat respons yang baik, Ilham dan istrinya lantas terlibat cekcok mulut hingga berujung aksi pembacokan.

Pelaku membacok bahu kanan istrinya menggunakan golok sebanyak dua kali hingga membuat korban jatuh bersimbah di tanah.

"Setelah membacok istrinya, pelaku langsung kabur ke area pegunungan di wilayah Songgela," ujarnya.

Korban dibawa ke rumah sakit menggunakan sepeda motor.

Sementara sejumlah warga berupaya mengejar pelaku, namun sampai saat ini belum ditemukan.

Nasrun mengatakan, korban sempat mendapat perawatan tim dokter, namun nyawanya tak tertolong akibat pendarahan hebat yang dialaminya.

"Korban dinyatakan meninggal tak lama setelah menjalani perawatan di rumah sakit," kata Nasrun. 

Di sisi lain, TKW asal Jember bernama Septia pulang dari Singapura dalam keadaan lumpuh.

Dia diduga menjadi korban malpraktik.

Saat ditemui Menteri P2MI Abdul Kadir dan rombongan, Jumat (20/12/2024), kondisinya memprihatinkan.

Kaki dan jemari tangannya menghitam dan terlihat sulit digerakkan.

Kondisi ini melekat padanya sesudah mengalami koma selama 9 hari di Singapura.

Meski masih misteri, malpraktik diduga menjadi penyebab kelumpuhannya.

Septia sendiri adalah pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang bekerja di Singapura 3 tahun lalu.

Demi memenuhi kebutuhan keluarga, ia meninggalkan kedua anaknya di Jember.

"Awalnya saya bekerja dengan kontrak selama dua tahun, lalu tahun ketiga perpanjang kontrak kedua," ungkap dia mengawali kisahnya.

Penderitaan ini berawal ketika Septia merasakan ada bisul di bagian paha, tak lama setelah dia memperpanjang kontraknya.

Bisul yang dideritanya ini dirasa berbeda, karena berwarna merah tanpa mata dan nyeri.

"Selama empat hari masih terasa nyeri, saya gak tahan, akhirnya saya ngasi tau majikan dan minta obat pereda nyeri," kata dia.

Namun, meski telah mengonsumsi obat, bisul tersebut tidak kunjung sembuh. Akhirnya, Septia disarankan untuk pergi ke rumah sakit di Singapura.

Singkatnya, dia lalu menjalani operasi. Namun setelah itu, Septia mengalami koma selama sembilan hari.

Ketika ia tersadar, kondisi tangan dan kakinya sungguh mengejutkan, berwarna hitam pekat, diikat dan dibungkus kain.

"Saya juga tidak tau kenapa kaki saya sampai diikat hingga tidak bisa bergerak," ujar dia.

Selama dirawat, tidak ada satu pun petugas dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang menjenguknya.

Terpisah jauh dari keluarga dan dalam keadaan lemah, Septia mengaku merasa amat terasing.

Setelah 13 hari, ia dipulangkan ke Indonesia oleh majikannya, namun tidak ke Jember, melainkan ke rumah sakit di Batam menggunakan kapal ferry.

"Saya istilah kata dibuang ke Batam. Baju, HP, dan gelang saya diambil majikan, saya tidak bawa apa-apa," ungkap dia sedih.

Di Batam, ia dirawat selama seminggu dengan biaya ditanggung sang majikan.

Ironisnya, majikannya sempat meminta uang kepada keluarga Septia untuk menutupi biaya perawatan di Singapura, tetapi Septia menolak.

"Saya merasa seharusnya majikan bertanggung jawab dengan kondisi saya," cetus dia.

Akhirnya, pada bulan Oktober 2024, Septia dijemput keluarganya dan kembali ke Jember. Meski sudah di rumah, kondisi kesehatan Septia tak kunjung membaik.

Ia menggambarkan kakinya yang terasa keras seperti kayu yang terbakar, kaku, dan tak bisa digerakkan.

"Mungkin ini karena malapraktik, setiap saat ini terasa nyeri. Saya tidak bisa merentangkan jari," tutur dia.

Septia yang kini masih berjuang melawan rasa nyeri berharap mendapatkan perhatian dari Pemerintah.

Ia menyampaikan kisahnya kepada Abdul Kadir Karding dan berharap ada solusi untuk mengurangi beban hidupnya.

Kisah Septia adalah salah satu dari banyak cerita pahit yang dialami oleh PMI ilegal di luar negeri.

Mendengar cerita ini, Abdul Kadir Karding menjanjikan akan memberikan dukungan lewat kerja sama dengan Pemerintah Daerah. Namun dia tak merinci dukungan seperti apa yang akan diberikan nantinya.  

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved