Berita Viral

Viral Video Keributan di Kantor DPRD Samarinda, Anggota Dewan Lempar Nasi Kotak ke PPK PUPR

Viral di media sosial video yang memperlihatkan keributan di kantor DPRD Kota Samarinda. Keributan tersebut terjadi saat rapat audiensi.

|
INSTAGRAM @medsoszone
DPRD SAMARINDA - Keributan antar anggota dewan dan PPK PUPR terjadi di ruang rapat DPRD Kota Samarinda, Kamis (27/2/2025). Keributan tersebut terjadi saat rapat audiensi terkait tuntutan pembayaran gaji buruh proyek Teras Samarinda di ruang rapat DPRD Kota Samarinda. 

"Silahkan mereka (pemerintah) melakukan tindakan secara tegas dan keras terhadap kontraktor, mulai dari memblokir kontraktor hingga menindaklanjuti tagihan yang ada. Sebenarnya ini tidak ada alasan lagi untuk diulang," ujarnya.

DPRD Samarinda berencana untuk memanggil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mencari solusi terkait pembayaran gaji pekerja.

Jika tidak ada kebijakan khusus yang bisa menyelesaikan masalah ini, opsi hukum akan dipertimbangkan sebagai langkah terakhir.

"Kami berharap masalah ini bisa selesai sebelum sampai ke ranah hukum. Jika bisa diselesaikan dengan cara yang lebih cepat dan memberikan win-win solution bagi semua pihak, maka itu yang terbaik," tutup Abdul Rohim.

Di sisi lain, Ilhamsyah langsung meninggalkan lokasi audiensi setelah dilerai. Sementara itu, Kepala Bidang Cipta Karya PUPR Kota Samarinda, Andriyani, memberikan klarifikasi terkait langkah yang telah diambil oleh pihaknya.

Menurut Andriyani, Dinas PUPR telah berulang kali berkomunikasi dengan pihak kontraktor, PT Samudra Anugrah Indah Permai (SAIP), namun belum memperoleh respons yang memuaskan. "Sudah pernah kami surati, saya tidak hapal sudah berapa kali, tapi kalau soal surat dan telepon, sudah sering," kata Andriyani.

Andriyani juga menanggapi tuduhan bahwa Dinas PUPR lepas tangan dalam kasus ini. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah berupaya menjalankan tugas sesuai kewenangan yang ada, meskipun tidak selalu mempublikasikan langkah-langkah yang telah diambil.

"Kami pasti mengkomunikasikan ke perusahaan dan berusaha mencari solusi. Secara SOP, kami sudah menjalankan tugas kami. Tapi kami dianggap cuci tangan, padahal tidak. Kami hanya tidak selalu bercerita tentang upaya yang telah kami lakukan," tegasnya.

Terkait tuntutan agar pemerintah memberikan uang talangan untuk pekerja, Andriyani menyebutkan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan karena terhambat oleh aturan administrasi.

"Secara administrasi harus jelas, karena kontrak itu antara pekerja dan perusahaan, bukan dengan kami. Kalau kewajiban kami, sudah kami jalankan. Hutang dan denda mereka juga ada sekitar Rp 2 miliar. Secara hukum, kami tidak punya ikatan dengan perusahaan, jadi ini lebih bersifat personal," pungkas Andriyani.

(cr31/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved