Ramadhan 1446 H

RESMI 1 Ramadhan 1446 Hijriah Jatuh Hari Sabtu 1 Maret 2025

Pemerintah resmi menetapkan 1 Ramadhan 1446 Hijriah jatuh pada hari Sabtu 1 Maret 2025.

|
Editor: Juang Naibaho
Tangkapan Layar Bimas Islam TV
SIDANG ISBAT - Para pengurus organisasi Islam di Tanah Air dan perwakilan sejumlah lembaga mulai berdatangan untuk mengikuti Sidang Isbat 2025 mulai di Auditorium Kantor Kemenag, Jakarta, Jumat (28/2/2025). Pemerintah resmi menetapkan 1 Ramadhan 1446H jatuh pada hari Sabtu 1 Maret 2025 

TRIBUN-MEDAN.com - Pemerintah resmi menetapkan 1 Ramadhan 1446 Hijriah jatuh pada hari Sabtu 1 Maret 2025.

Penentuan itu berdasarkan hasil Sidang Sibat 2025 yang digelar di Auditorium Kantor Kemenag, Jakarta, Jumat (28/2/2025) mulai pukul 16.30 WIB.

Menteri Agama Nasaruddin Umar memimpin langsung sidang isbat yang melibatkan sejumlah organisasi Islam di Tanah Air.

Penetapan awal bulan puasa ini dilakukan dengan mempertimbangkan hasil hisab dan rukyatul hilal atau pemantauan hilal di berbagai titik di Indonesia.

Di sisi lain, ormas Islam Muhammadiyah telah lebih dulu menetapkan bulan Ramadhan akan jatuh pada hari Sabtu 1 Maret 2025.

Sebelumnya, jelang sidang isbat 2025 ini, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkapkan kemungkinan pelaksanaan puasa awal Ramadhan 1446 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah dapat dilakukan secara bersamaan.

Hal ini disampaikan Nasaruddin saat memberikan keterangan di Masjid Istiqlal Jakarta pada Jumat (28/2/2025).

"Ini mohon doanya supaya kita bisa berpuasa di awal sama satu Ramadhan. Kemungkinan besarnya itu bisa sama karena kita berada pada posisi 2,5 derajat sampai 4 derajat," kata Nasaruddin Umar.

Lebih lanjut, Nasaruddin berharap bahwa perayaan Idul Fitri juga dapat dilaksanakan secara bersamaan.

"Karena pada waktu diperkirakan itu masih minus. Jadi minus derajatnya dan saya harap dengan demikian teman-teman dari Muhammadiyah dan NU bisa sepakat di situ," ujarnya.

Nasaruddin menekankan bahwa kesepakatan dalam penetapan Ramadhan dan Idul Fitri secara bersamaan akan memberikan dampak positif bagi pelaksanaan ibadah.

"Insya Allah ini adalah negara paling plural di dunia, yang paling rukun di dunia. Jadi negara penuh berkah dan Ramadhan kali ini menambah keberkahan lagi," ujarnya.

Patahkan Prediksi BRIN

Hasil sidang isbat yang diumumkan pemerintah sekaligus mematahkan prediksi Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN).

Sebelumnya, Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa BRIN Thomas Djamaluddin menyebut 1 Ramadhan 1446 H diprediksi akan jatuh pada hari Minggu 2 Maret 2025.

Dia mengatakan, bahwa hilal yang memenuhi kriteria MABIMS diprediksi hanya akan terlihat di Aceh. 

"Awal Ramadan ini posisi hilal yang memenuhi kriteria itu hanya di wilayah Aceh, di wilayah lain belum memenuhi kriteria," ucap Thomas, dikutip dari YouTube BRIN Indonesia, Selasa (25/2/2025). 

Untuk diketahui, MABIMS adalah kriteria untuk menentukan awal tahun Hijriah yang didasarkan pada data pengamatan global dan perhitungan astronomis. MABIMS juga merupakan forum kerja sama Menteri Agama dari beberapa negara di Asia Tenggara. 

Thomas menjelaskan bahwa pada penentuan awal Ramadhan yang berlangsung pada 28 Februari 2025, tinggi bulan di Aceh yakni 4,5 derajat, sementara elongsinya 6,4 derajat yang artinya memenuhi kriteria. 

"Oleh karenanya di kalender resmi Kemenag, itu tanggal 1-nya ditulis 1 Maret, 1 Ramadhan, tetapi nanti itu akan dibuktikan untuk bahan sidang isbat itu rukyat tanggal 28 Februari 2025, dan rukyat di wilayah lain, walaupun ada yang mengaku melihat hilal itu biasanya akan ditolak karena belum memenuhi kriteria," ungkapnya. 

Sementara menurut analisis BRIN, posisi bulan saat magrib 28 Februari 2025 di Surabaya yakni tinggi toposentrik 3,7 derajat, sementara elongasi geosentrik 5,8 derajat sehingga kurang dari kriteria MABIMS. 

Thomas menyebut bahwa adanya hasil pemantauan hilal yang tidak memenuhi kriteria MABIMS, maka diprediksi 1 Ramadhan 1446 H akan jatuh pada 2 Maret 2025. 

Alasan Perlu Sidang Isbat

Dikutip dari laman Kemenag, disebutkan bahwa sidang isbat sudah dilakukan di Indonesia sejak 1950-an (sebagian menyebut 1962). Hasil sidang isbat yang diumumkan Menteri Agama menjadi momen yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Dalam perkembangannya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Fatwa tersebut di antaranya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Sidang isbat menjadi penting karena Indonesia bukan negara agama, dan juga bukan negara sekuler. Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agamanya sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan hijriah.

Pandangan ini pun tak jarang berbeda, karena adanya perbedaan mazhab dan metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan hijriyah. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran," kata Adib, yang saat itu menjabat Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Jumat (8/3/2024).

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Sidang ini dihadiri juga Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Perwakilan Planetarium Jakarta, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” ujar Adib.

Sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, kata Adib, tak hanya dilakukan Indonesia saja.

Adib mengatakan, negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tingginya.

Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat. “Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” tutur Adib.

Adib menegaskan bahwa peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah.

Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” ujarnya. (*/Tribunmedan.com)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved