Catatan Bulu Tangkis

Piala Sudirman Masih Jauh, tapi Tidak Menyesakkan

Dick Sudirman turut serta membidani kelahiran Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI)

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Ayu Prasandi
instagram/@badminton.ina
KEMBALIKAN BOLA - Pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Alwi Fahran, mengembalikan bola pada pertandingan semifinal Piala Sudirman versus Korea Selatan di Fenghuang Gymnasium, Xiamen, China, Sabtu (3/5). Indonesia kalah 2-3 dan gagal melaju ke babak final.  

Banyak faktor yang menyebabkan kerontokan ini.

Indonesia masih menakutkan di turnamen-turnamen BWF, tapi tak lagi solid di turnamen beregu.

Penyebabnya adalah ketidakseimbangan kekuatan antarsektor. Indonesia tidak pernah bisa menyamai China yang solid di semua sektor. Atau paling tidak di tiga sektor.

Mereka pernah agak goyah di tunggal dan ganda putra, tapi tunggal putri, ganda putri, dan ganda campuran betul-betul untouchable, sama sekali tak tersentuh, nyaris mustahil untuk dikalahkan.

Indonesia sebaliknya. Pada sektor-sektor yang terbilang kuat pun, sebutlah tunggal putra dan ganda putra, terkadang masih bisa kecolongan.

Pada medio 2021-2023, Indonesia sempat menempatkan lima ganda putra bercokol di jajaran 20 besar, dan dua tunggal putra di kelompok 10 besar.

Semestinya ini bisa jadi kartu-kartu truf. Nyatanya tidak demikian. Ganda-ganda putra tidak selalu bisa menyumbangkan poin.

Tunggal putra juga. Sementara di tiga nomor lain, Indonesia sekadar medioker.

Tunggal putri, sejak era Susi Susanti, belum pernah ada lagi pemain yang betul-betul cemerlang.

Gregoria Mariska Tunjung menakjubkan secara teknis. Di performa terbaiknya, Gregoria bisa mengalahkan siapa saja, tapi ia angin-anginan. Ganda putri pernah melahirkan juara olimpiade.

Namun sayang, medali itu diraih di penghujung karier Greysia Polii.

Setelah Olimpiade ia pensiun, dan pasangan yang ia tinggalkan Apriyani Rahayu, tak pernah bisa klop dengan pasangan-pasangannya yang lain.

Bagaimana ganda campuran? Ini sebenarnya paling menyesakkan. Bertahun-tahun lalu, Indonesia punya Tontowi Ahmad dan Lilyana Natsir. Pelapis mereka juga ciamik, Praveen dan Debby Susanto.

Tahun 2016 Jordan/Debby memenangkan All England, dan Jordan mengulangnya pada 2020, saat berpasangan dengan Melati Daeva Oktavianti.

Namun setelah pasangan-pasangan ini menurun, tidak ada lagi pengganti dan sektor ganda campuran menjadi titik paling lemah.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved