Catatan Bulu Tangkis

Piala Sudirman Masih Jauh, tapi Tidak Menyesakkan

Dick Sudirman turut serta membidani kelahiran Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI)

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Ayu Prasandi
instagram/@badminton.ina
KEMBALIKAN BOLA - Pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Alwi Fahran, mengembalikan bola pada pertandingan semifinal Piala Sudirman versus Korea Selatan di Fenghuang Gymnasium, Xiamen, China, Sabtu (3/5). Indonesia kalah 2-3 dan gagal melaju ke babak final.  

Atas hitung-hitungan ini pulalah, tidak banyak yang menaruh harap pada Tim Nasional Bulutangkis Indonesia yang bertolak ke Piala Sudirman 2025 yang digelar di Kota Xiamen, China.

Lolos dari fase grup saja sudah dianggap bagus. Selain komposisi kekuatan yang tidak merata, dalam tim juga tidak ada Anthony Sinisuka Ginting dan Gregoria Mariska Tunjung.

Keduanya dicoret karena sedang bermasalah dengan kebugaran. Kondisi Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto, ganda putra paling berpengalaman, juga tidak terlalu fit meski keduanya kemudian tetap disertakan.

Nyatanya, Indonesia melaju sampai ke semifinal, mengulang pencapaian terakhir di Nanning. Di empat besar, Indonesia menghadapi Korea dan akhirnya kalah 2-3. Final kembali gagal diraih, Piala Sudirman masih jauh untuk direngkuh.

Namun kekalahan kali ini, rasa-rasanya, tidak terlalu menyesakkan. Bukan lantaran melejit jauh dari bayangan semula, tetapi pada performa dan semangat yang ditunjukkan oleh semua pemain Indonesia.

Performa dan semangat yang luar biasa. Terutama pemain-pemain muda seperti Mohammad Zaki Ubaidillah dan Alwi Farhan.

Keduanya baru berusia 17 dan 19, tapi bermain di lapangan seperti pemain yang sudah kenyang makan asam-garam.

Seperti pemain yang sudah bertahun-tahun jadi tulang punggung. Mereka tidak kenal takut, dan terus berjuang sampai pertandingan benar-benar tiba pada angka terakhir.

Di final, Alwi jadi bintang. Pun ganda putra Muhammad Shohibul Fikri dan Bagas Maulana yang menekuk Kim Won-ho dan Seo Seung-jae.

Determinasi tinggi, bola-bola cepat dan tajam, disuguhkan sepanjang pertandingan. Set ketiga, di mana mereka unggul 25-23, menunjukkan betapa kuat mental anak-anak muda ini.

Namun acungan jempol paling tinggi, tak keliru dialamatkan pada Putri Kusuma Wardhani dan Siti Fadia Silva Ramadhanti.

Turun di partai kedua, Putri KW, begitu namanya sering dituliskan, berhadapan dengan “raksasa”.

Pemain pilih tanding, yang bahkan belum terkalahkan sepanjang tahun kompetisi 2025, An Se-young. Prediksinya tentu mudah. Putri KW akan kalah dengan mudah, mungkin dua set, dengan “skor Afrika”.

Nyatanya tidak. Putri KW melawan. Dia kalah, tapi catatannya sepanjang turnamen ini sungguh ciamik. Dia mampu menjawab tantangan, membopong beban ketidakhadiran Gregoria. 

Fadia? Dia bermain di partai yang menjadi penentu kekalahan Indonesia.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved