Berita Viral

CARA BERPIKIR Mahasiswi ITB Ini Dipertanyakan, Bikin Meme Prabowo-Jokowi Ciuman, Ayahnya Minta Maaf

Mahasiswi ITB ditangkap karena membuat dan mengunggah meme bergambar Jokowi dan Presiden Prabowo berciuman.

Editor: AbdiTumanggor
ISTIMEWA
MEME PRABOWO DAN JOKOWI - Prabowo Subianto (kiri) dan Joko Widodo (kanan) sedang berbincang pada 2018. Foto kanan seorang mahasiswi ITB berinisial SSS ditangkap karena mengunggah meme buatan AI Prabowo-Jokowi berciuman, Jumat (9/5/2025). (Istimewa) 

Penangkapan terhadap SSS disebut sebagai bentuk kriminalisasi oleh Polri yang berusaha mengekang kebebasan berekspresi di ruang digital.

“Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons yang represif di ruang publik,” katanya.

Usman menegaskan, kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi baik dalam hukum HAM internasional maupun nasional, termasuk UUD 1945.

“Meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan,” tutur Usman.

Ia menilai, lembaga negara, termasuk Presiden, bukan suatu entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia.

“Kriminalisasi di ruang ekspresi semacam ini justru akan menciptakan iklim ketakutan di masyarakat dan merupakan bentuk taktik kejam untuk membungkam kritik di ruang publik,” kata Usman.

Orangtua Mahasiswi SSS Minta Maaf

Kepala Biro Hubungan Masyarakat ITB, Nurlaela Arief mengatakan orangtua SSS sudah datang ke ITB hari Jumat (9/5/2025). Dalam pertemuan bersama pihak kampus, orangtua SSS menyatakan permintaan maaf.

"Pihak orangtua dari mahasiswi sudah datang ke ITB hari ini dan menyatakan permintaan maaf," ucapnya.

Pihak ITB pun telah berkoordinasi secara intensif dan bekerja sama dengan berbagai pihak atas kasus yang menimpa mahasiswinya.

"Kami juga telah berkoordinasi dengan Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM), serta pihak kampus tetap memberikan pendampingan bagi mahasiswi," ucapnya.

Polri Tak Gubris Putusan MK

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menegaskan SSS seharusnya tidak bisa dipidana dalam kasus ini. Pasalnya, sudah ada rujukan terbaru terkait penjeratan UU ITE, yaitu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024 terkait judicial review UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dibacakan pada Selasa (29/4/2025) lalu.

Dia mengatakan, mengacu pada putusan tersebut, Prabowo merupakan perwujudan dari lembaga negara yaitu Kepresidenan. Sementara, Jokowi adalah seorang mantan presiden.

"Justru MK baru saja mengeluarkan putusan bahwa pemberlakuan UU ITE terutama penghinaan dan pencemaran nama baik itu tidak bisa diajukan oleh lembaga."

"Prabowo itu mewakili lembaga Kepresidenan. Demikian juga Jokowi diasumsikan presiden masa lalu. Jadi gambar itu sebenarnya menggambarkan dua institusi kepresidenan yang merupakan institusi atau lembaga," kata Abdul Fickar ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat.

Dengan penangkapan ini, Abdul Fickar menilai Polri tidak menggubris putusan MK. 

Dia justru menganggap penangkapan terhadap mahasiswi ITB tersebut lebih banyak mengandung unsur politis ketimbang penegakan hukum. 

"Jadi kepolisian itu lebay (berlebihan), tidak bisa menafsirkan putusan MK, jadi keliru. Penangkapan dan penetapan tersangka ini lebih banyak unsur politis atau cari mukanya," jelasnya.

Ketika ditanya pendapatnya terkait banyak anggapan terduga pelaku semata-mata menyerang pribadi Prabowo dan Jokowi alih-alih kebijakannya sebagai Presiden RI, Abdul Fickar tak sependapat.

Dia mengatakan SSS tidak mungkin membuat meme tersebut ketika Prabowo dan Jokowi bukan Presiden RI.

"Prabowo dan Jokowi belum tentu digambar oleh mahasiswa (SSS) jika bukan melekat dari lembaga kepresidenan. Tidak mungkin Prabowo atau Jokowi dihina atau dicemarkan kalau bukan Presiden," tuturnya.

Di sisi lain, Abdul Fickar menegaskan, jika memang Prabowo dan Jokowi merasa terhina atau nama baiknya tercemar, maka seharusnya membuat laporan secara pribadi.

Pasalnya, kasus pidana seperti pencemaran nama baik, masuk dalam delik aduan.

"Jika tidak ada pengaduan dari Prabowo dan Jokowi, maka itu lebay," tuturnya.

Detail Putusan MK soal Judicial Review UU ITE

MK sebelumnya telah mengabulkan sebagian terkait judicial review UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada Selasa (29/4/2025) lalu.

Dalam amar putusannya, MK menegaskan pasal yang mengatur pencemaran baik yang tertuang dalam Pasal 27 A UU ITE hanya berlaku bagi individu atau perseorangan.

Sehingga, pasal tersebut tidak bisa ditujukan bagi kelompok dengan identitas khusus, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.

"Dalam kaitan ini, menurut Mahkamah, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menerapkan frasa ‘orang lain’ Pasal 27A UU ITE, maka penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa yang dimaksud frasa ‘orang lain’ adalah individu atau perseorangan," ucap Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Sementara, dalam pertimbangannya, MK menganggap frasa 'orang lain' yang tertuang dalam Pasal 27 A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum secara bersyarat apabila tidak dimaknai secara terbatas hanya untuk individu.

Alhasil, MK menambahkan frasa 'kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik tertentu, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.'

Lalu, MK juga menganggap Pasal 45 ayat (4) UU ITE yang mengatur tentang ketentuan atas Pasal 27A tidak jelas dalam batas penggunaan istilah 'orang lain' yang memunculkan kemungkinan penyalahgunaan hukum.

Padahal, Mahkamah mengatakan pada Pasal 433 ayat (1) KUHP yang mulai berlaku tahun depan, ditegaskan bahwa pihak yang tidak bisa dianggap menjadi korban adalah pemerintah atau sekelompok orang.

Pasal 27A UU ITE juga berkaitan dengan Pasal Pasal 45 ayat (7) UU ITE yang menyebutkan bahwa tindakan yang menyerang kehormatan atau nama baik tidak dapat dipidana apabila dilakukan demi kepentingan umum atau sebagai bentuk pembelaan diri.

MK menganggap dalam sistem demokrasi, kritik adalah elemen terpenting dari kebebasan berekspresi yang idealnya bersifat membangun, meski bisa dalam bentuk tidak setuju dengan tindakan pihak lain.

Hakim konstitusi, Arief Hidayat mengingatkan, membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi justru akan melemahkan fungsi pengawasan publik, yang sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

"Terbelenggunya hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, justru akan mengikis fungsi kontrol atau pengawasan yang merupakan keniscayaan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, abuse of power, dalam penyelenggaraan pemerintahan," ujarnya.

Terakhir, MK menekankan bahwa pelanggaran yang tertuang dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (5) UU ITE adalah delik aduan sehingga proses hukum bisa berjalan jika laporan dilayangkan langsung oleh individu yang merasa dirugikan atau dicemarkan nama baiknya.

(*/Tribun-medan.com)  (Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Abdi Ryanda Shakti, Adi Suhendi, Yohanes Liestyo Poerwoto) (Tribunjabar.id/Nandri Prilatama)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Artikel ini sebagian telah tayang di Kompas.com dengan judul "Amnesty Indonesia Desak Polisi Bebaskan Mahasiswi ITB yang Buat Meme Prabowo-Jokowi" : https://nasional.kompas.com/read/2025/05/10/11081071/amnesty-indonesia-desak-polisi-bebaskan-mahasiswi-itb-yang-buat-meme-prabowo?page=all#page2.

Dan artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Sosok SSS Mahasiswi ITB Pembuat Meme Prabowo dan Jokowi Ciuman, Fotonya Dibanjiri Komen Tak Pantas, https://bangka.tribunnews.com/2025/05/10/sosok-sss-mahasiswi-itb-pembuat-meme-prabowo-dan-jokowi-ciuman-fotonya-dibanjiri-komen-tak-pantas?page=all.

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved