Medan Terkini

Diminta Kaji Ulang Program Belajar Mengajar 5 Hari, Gubsu Bobby: Sekolah Bukan Tempat Penitipan Anak

Gubernur Sumut Bobby Nasution menyoroti, soal pro dan kontra nya program belajar mengajar lima hari yang akan diterapkan di tahun ajaran baru.

Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/ANISA RAHMADANI
BELAJAR MENGAJAR: Gubernur Sumut Bobby Nasution saat diwawancarai di Gedung DPRD, Kamis (12/6/2025). Bobby menyoroti soal program belajar mengajar lima hari yang menuai pro dan kontra antara guru, siswa, wali murid dan juga DPRD Sumut. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Gubernur Sumut Bobby Nasution menyoroti, soal pro dan kontra nya program belajar mengajar lima hari yang akan diterapkan pada Tahun Ajaran baru periode 2025-2026.   

Terkait banyaknya yang minta dikaji ulang program belajar mengajar lima hari, Bobby Nasution menegaskan, sekolah bukanlah tempat penitipan anak. 

"Sekolah itu bukan tempat penitipan anak, itu saja," jelasnya. 

Dikatakannya,agar semua pihak untuk tidak  mempersulit birokrasi dan aturan yang telah ditetapkan.

"Birokrasi ini, jangan ribet-ribet lah kita mau mempermudah kita mau kebijakan, pastinya nanya dulu sana sini. Kita ada analisis tujuannya," jelasnya.

Sementara itu, Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara akan memanggil Dinas Pendidikan agar menjelaskan kebijakan lima hari sekolah di tingkat SMA, SMK dan SLB pada tahun ajaran baru 2025-2026.

Anggota Komisi E DPRD Sumut, Fajri Akbar, menyoroti soal program belajar mengajar lima hari di Sumut. 

Dikatakannya, sebagai mitra kerja, sampai saat ini Dinas Pendidikan Sumatera Utara belum ada membicarakan kebijakan itu kepada lembaganya.

"Terkait program ini ya, kita melihat sejauh ini masih pandangan pribadi masing-masing. Jadi belum ada pandangan kelembagaan. Tapi, Komisi E akan memanggil Dinas Pendidikan untuk menjelaskan sekolah lima hari," kata Fajri.

Kebijakan ini sangat penting dibicarakan bersama Komisi E, mengingat tahun ajaran baru tinggal sebulan lagi atau Juli 2025.

Namun melihat kondisi ini, Fajri menilai, terkadang lembaganya seperti dipaksa untuk menerima hasil tanpa mengetahui mekanisme.

"Nggak boleh begitu. DRPD ini harus tahu apa yang menjadi rencana kerja Pemerintah, apa programnya, bagaimana pelaksanaannya. Itu semua kan harus kita bahas bersama," tegas politisi Partai Demokrat tersebut.

Menurut Fajri, hari libur semakin lama justru membuka peluang terjadi kegiatan yang tidak positif. Bila dilihat kondisi saat ini, pelaku kekerasan itu paling rentan anak SMA.

"Kalau kita tadi bicara tentang SD, sekolah lima hari, mungkin bisa efektif. Tapi kalau SMA atau SMK, saya pribadi kurang yakin, saya kurang setuju," jelasnya.

(Cr5/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved