Ary Oskandar Desak Pemerintah Batalkan Keputusan Klaim Sumut atas 4 Pulau di Wilayah Aceh

Ary Oskandar Desak Pemerintah Batalkan Keputusan Mendagri Terkait Klaim Sumut atas 4 Pulau di Wilayah Aceh

|
Editor: Afif Pratama
Tribun Medan/HO
Ary Oskandar Desak Pemerintah Batalkan Keputusan Mendagri Terkait Klaim Sumut atas 4 Pulau di Wilayah Aceh 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Ketua DPW Partai Gema Bangsa Sumatera Utara, Ary Oskandar, menyuarakan protes keras terhadap keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau di perairan barat daya Aceh—Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang—ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Ary secara tegas mendesak pemerintah pusat untuk membatalkan atau menangguhkan keputusan tersebut, seraya meminta dilakukannya kajian ulang yang independen dan partisipatif.

---

Melanggar Undang-Undang dan Sejarah Aceh

Menurut Ary, keputusan administratif tersebut bertentangan secara langsung dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. UU ini secara eksplisit menetapkan batas wilayah Aceh, termasuk pesisir dan kepulauan di barat daya, tanpa memberikan ruang bagi pengalihan wilayah ke provinsi lain.

> “UU 24 Tahun 1956 masih berlaku dan menjadi fondasi hukum sah kewilayahan Aceh. Tidak ada dasar hukum yang membenarkan pemindahan empat pulau tersebut ke Sumut,” tegas Ary.

Selain itu, Ary menyoroti bahwa masyarakat Aceh Singkil telah mengelola dan beraktivitas secara turun-temurun di pulau-pulau tersebut. Menurutnya, pemetaan geospasial tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya acuan dalam penetapan wilayah administratif, apalagi jika mengabaikan realitas historis dan sosial masyarakat lokal.

---

Geografi dan Budaya Mendukung Klaim Aceh

Keempat pulau yang disengketakan lebih dekat secara geografis ke Aceh Singkil (±10–20 km) dibandingkan dengan pusat pemerintahan Tapanuli Tengah (±40–50 km). Secara sosiokultural, nelayan dan masyarakat pesisir Aceh telah menjadikan pulau-pulau tersebut sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari, baik untuk bertani, melaut, maupun kegiatan adat.

> “Negara tidak boleh menghapus sejarah dan eksistensi masyarakat pesisir Aceh hanya karena kesalahan dalam koordinat atau peta teknis,” ujar Ary.

---

Pelanggaran terhadap Semangat Otonomi Khusus

Ary juga mengingatkan bahwa keputusan sepihak dari pemerintah pusat mencederai semangat Otonomi Khusus Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No. 11 Tahun 2006. Dalam UUPA, Aceh memiliki kewenangan khusus untuk mengatur wilayah dan sumber daya alamnya, termasuk perairan sejauh 12 mil dari garis pantai.

> “Aceh bukan sekadar wilayah administratif, tapi juga entitas historis dan kultural yang diakui undang-undang,” tegasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved