Sumut Terkini
Sejarawan USU Soroti Perpindahan 4 Pulau Aceh ke Sumut
Menurut Dosen Sejarawan di Universitas Sumatera Utara (USU) polemik perpindahan pulau itu bukan suatu permasalahan besar.
Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Sejarawan Sumut Muhammad Azis Rizky Lubis, mengomentari polemik perpindahan empat pulau Aceh ke Sumut. Empat pulau itu yakni,Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
Menurut Dosen Sejarawan di Universitas Sumatera Utara (USU) polemik perpindahan pulau itu bukan suatu permasalahan besar.
Hanya saja apakah pemilik pulau sebelumnya ikhlas atau tidak melepas pulau tersebut.
Dikatakannya, klaim kepemilikan pulau itu tidak bisa dilihat dari titik koordinat garis pantai saja, melainkan ada beberapa faktor lain yang harus menjadi pertimbangan.
"Kalau berpatokan pada titik koordinat saja, saya kira harus ada unsur patokan lain yang harus dilakukan untuk penetapan pulau tersebut.
Bisa dari garis pantai, geografis, sejarah, karakteristik masyarakat yang tinggal di sekitaran pulau dan etnis masyarakat sekitar ini lebih mengarah ke Aceh atau Tapteng," jelasnya saat dikonfirmasi Tribun Medan, Jumat (13/6/2025).
Azis menilai, jika dilihat dari titik koordinat, artinya pihak pemerintah harus melihat peta tahun 1991, 1992 dan lain-lain.
Sebab, pulau ini ditetapkan masuk Wilayah Aceh Singkil atas kesepakatan Gubernur Aceh saat itu, Prof Dr Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar.
"Namun, kita tidak bisa berpatokan dari peta di tahun 1991 dan seterusnya tersebut. Sebab, ada pemekaran beberapa tahun setelahnya," jelasnya.
Begitupun jika ditelaah dari sisi sejarahnya. Sebab dalam sejarahnya ada pemetaan wilayah Kabupaten Tapteng, yang didalamnya termasuk empat pulau tersebut.
"Kalau kita tinjau dari sejarah dan titik koordinat, pemetaan wilayah Aceh Singkil ini, berhubungan dengan pemetaan Kabupaten-kabupaten yang ada di Tapteng Sumut," tuturnya.
Sebenarnya permasalahan perpindahan pulau ini, kata Azis kasusnya sama pada saat Kabupaten Aceh Tamiang meminta lepas dari Provinsi Sumut dan masuk ke Provinsi Aceh.
"Jika dilihat dari historis, permasalahan ini sama seperti waktu perpindahan Aceh Taming menjadi Provinsi Aceh bukan Provinsi Sumut lagi. Jadi bagi saya ini hal-hal yang wajar dalam dinamika pemerintahan. Maka dari itu, pintu masuk Provinsi Aceh saat ini adalah Aceh Tamiang, karena Kabupaten ini dekat dengan Sumut dan dulunya masih termasuk wilayah Sumut,"jelasnya.
Dikatakannya, jika digabungkan antara Histori, titik koordinat dan Garis Pantai ketiga pulau tersebut berada di Aceh Singkil atau tidak.
"Jika tiga pulau itu masih di wilayah Aceh Singkil artinya pulau itu milik Aceh. Selain itu, kita harus lihat Aceh ini sebagai Provinsi atau sebagai kewilayahan? Jika kewilayahan Aceh ini patokannya antara Kabupaten Tapteng Sumut-Aceh Singkil.
Setelah itu, lalu kita tentukan berapa meter garis laut milik Aceh Singkil dan Tapteng. Kemudian pas kan saja pulau itu masuk wilayah mana," jelasnya.
Dikatakannya, jika dilihat dari sejarah, apapun pulau yang masuk wilayah Aceh Singkil, maka ia termasuk Provinsi Aceh.
"Perlu dikaji dan dilihat ulang tentang penandatangan Kesepahaman antara Gubernur Aceh dan Sumut di tahun 1992 soal batas administrasi wilayah Singkil dan Tapanuli. Penandatanganan ini disaksikan juga oleh Menteri Dalam Negeri saat itu. Dari sana mungkin ada titik terang batasan-batasan Tapanuli-Singkil,"jelasnya.
Sebab lanjutnya penandatangan kesepahaman itu dibuat untuk saling menghargai ruang administratif.
"Mungkin bisa dikaji dari sana terlebih dahulu. Lalu, kita ukur dari sumber daya alam yang ada di sana. Jika memang ada sumber daya alam, tinggal bagaimana cara pengelolaan bersama agar tidak terjadi keributan di sana," jelasnya.
Dikatakannya, namun jika mau memastikan empat pulau itu milik wilayah siapa, bisa dilihat dari empat faktor yang telah dijelaskannya.
"Tetapi, sebenarnya masalah ini tidak perlu menjadi masalah, tinggal apakah pihak Provinsi Aceh ada keikhlasan memberi pulau tersebut dan Sumut mau berkolaborasi dengan Aceh untuk mengembangkan pulau itu," jelasnya.
Dijelaskannya,selain itu, Sumut juga seharusnya bukan hanya mau empat pulau itu milik mereka, tetapi juga untuk mengelola dengan baik.
"Kalau misal Sumut kemudian, bersikukuh pulau itu milik Tapteng. Bersikukuh untuk masukkan pulau itu dalam wilayah teotorialnya. Harus memilik tujuan tidak hanya sekadar masuk dalam wilayah teotorial. Sebab, Pada dasarnya apapun itu jika tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat tentu masyarakat mendukung," ucapnya.
Tetapi, untuk perpindahan pulau ini, lanjutnya, Sumut harus mempertimbangkan beberapa aspek terutama kelanjutan hubungan dengan Provinsi Aceh.
"Saya kira hal ini dapat ditinjau dalam beberapa aspek seperti wilayah geografis, Ekonomi, yang perlu kita perhatikan benar adalah dampak ke depan yang ditimbulkan. Khususnya antara hubungan aceh dan sumut," jelasnya.
(Cr5/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Landen Marbun, Komisi A DPRD Sumut Berharap UHC Dilengkapi Jaminan Kesehatan untuk Korban Kejahatan |
![]() |
---|
Dari Limbah Sawit Sumut, BioLNG KIS Group Siap Masuk ke Pasar Shell di Singapura |
![]() |
---|
P-APBD Sumut TA 2025 Alami Penurunan 5,28 Persen Menjadi Rp12,5 T |
![]() |
---|
Diduga Manipulasi Dana Kampanye Rp 2 Miliar Pilkada 2024, KPU Deli Serdang Diadukan ke Polda Sumut |
![]() |
---|
Antisipasi Banjir di Musim Hujan, Pemkab Humbahas Bersihkan Selokan di Areal RSUD Doloksanggul |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.