TRIBUN WIKI

Arba Mustamir dan Rebo Wekasan, Begini Pandangan Ulama Soal Tradisi Ini

Arba Mustamir adalah istilah dalam bahasa Arab yang berarti "Rabu terakhir yang berkelanjutan". Masyarakat Jawa menyebutnya Rebo Wekasan.

Editor: Array A Argus
Tribun Medan/ChatGPT
ARAK TUMPENG- Ilustrasi masyarakat mengarak tumpeng dalam kegiatan Rebo Wekasan. Ilustrasi ini dibuat menggunakan aplikasi kecerdasan buatan atau AU, Selasa (19/8/2025). 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Pernahkah Anda mendengar tentang Arba Mustamir atau Rebo Wekasan.

Ya, kedua hal ini saling berkait paut.

Arba Mustamir merupakan penyebutan dalam bahasa Arab.

Sedangkan Rebo Wekasan, penyebutan dalam Bahasa Jawa.

Kedua hal ini saling berhubungan dan berkaitan dengan sebuah tradisi.

Baca juga: Malam Jumat Kliwon 1 Suro, Simak Pantangan Menurut Tradisi Jawa, dan Ini yang Mesti Dilakukan

Pertanyaannya, apakah Arba Mustamir dan Rebo Wekasan ini.

Kapan Arba Mustamir 2025 dan Rebo Wekasan tersebut?

Arba Mustamir atau Rebo Wekasan akan jatuh pada tanggal 20 Agustus 2025.

Masyarakat Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus mengikuti kirab budaya Air Salamun Rebo Wekasan yang diinisiasi takmir Masjid Wali Al Ma'mur, Selasa (20/9/2022).
Masyarakat Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus mengikuti kirab budaya Air Salamun Rebo Wekasan yang diinisiasi takmir Masjid Wali Al Ma'mur, Selasa (20/9/2022). (Tribun Muria)

Apa Itu Arba Mustamir dan Rebo Wekasan

Arba Mustamir adalah istilah dalam bahasa Arab yang berarti "Rabu terakhir yang berkelanjutan".

Secara khusus, Arba Mustamir merujuk pada hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Hijriyah.

Dalam tradisi dan kepercayaan tertentu, Arba Mustamir dianggap sebagai hari yang penuh dengan bala atau kemalangan.

Baca juga: 1 Suro 2025 yang Bertepatan dengan 1 Muharram 1447 Hijriah, Ini Pantangan Menurut Tradisi Jawa

Menurut kepercayaan ini, pada hari Arba Mustamir, sejumlah besar bala atau musibah turun ke bumi untuk satu tahun ke depan.

Oleh sebab itu, hari ini dianggap hari yang sangat penting untuk melakukan amalan-amalan khusus agar mendapatkan perlindungan dari bala tersebut, seperti melaksanakan shalat sunnah hajat, membaca ayat-ayat tertentu dari Alquran, doa, dan amalan spiritual lainnya sebagai bentuk memohon keselamatan dan perlindungan kepada Allah.

Sedangkan Rebo Wekasan adalah sebutan lain yang biasa dipakai di daerah Jawa untuk hari Rabu terakhir pada bulan Safar.

Maknanya sama seperti tradisi Arba Mustamir.

Pada hari ini, masyarakat Jawa juga biasanya melakukan berbagai ritual dan amalan khusus sebagai upaya untuk menghindari malapetaka dan memohon keberkahan.

Baca juga: 7 Tradisi Menyambut Lebaran Idul Fitri di Sumatera Utara

Secara agama Islam, kepercayaan bahwa bulan Safar atau Arba Mustamir adalah bulan atau hari yang membawa kesialan tidak didukung oleh ajaran Islam yang sahih.

Hadis Rasulullah SAW justru menegaskan bahwa bulan Safar bukanlah bulan sial dan tidak membawa bala.

Penjelasan Ulama

KH Yahya Zainul Ma'arif yang lebih akrab disapa Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Cirebon menjelaskan, amalan khusus yang kerapkali tersebar di bulan Safar adalah arba mustamir atau rebo wekasan bukan bersumber dari hadist Nabi SAW.

"Dilarang mengatakan itu dari Nabi SAW sama artinya dengan dusta, kalau memang ada seorang yang shaleh, alim, tidak tampak pada dirinya kemaksiatan kemudian mengucapkan amalan itu, mungkin bisa benar, tapi itu berupa ilham," jelas Buya Yahya dikutip dari Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube Al-Bahjah TV.

Baca juga: Mengenal Festival Tabuik Pariaman yang Ternyata Mengingatkan Kita pada Tragedi Karbala

Ia menambahkan Allah memberikan ilham kepada seseorang yang kemudian diketahui dan diamalkan oleh orang tersebut.

Meski demikian, ilham yang dimaksud tidak wajib dipercayai. Kendati ilham wali sekalipun tak wajib diyakini.

"Namun bagi orang yang ingin mempercayai boleh, misalnya anjuran banyak membaca doa karena diyakini bakal ada musibah yang datang di suatu tempat," terangnya.

Terkait hal demikian hendaknya berhusnudzon atau berprasangka baik yang mana hal itu adalah ilham dari para ulama di waktu tertentu bakal banyak musibah. Soal ini boleh dipercayai ataupun tidak.

Baca juga: Mengenal Pistol Beretta Seperti Milik Kadis PUPR Topan Ginting, Harganya Bisa Puluhan Juta

Mengingkari hal demikian adalah tidak berbahaya bagi kaum muslim, yang berbahaya itu su'ul adzab kepada orang shaleh atau alim ulama.

"Kalau ada amalan lainnya misal baca Yassin, baca doa, sedekah, agar ditolak dari bencana, itu amalan yang sah, tak hanya dibaca saat rebo wekasan, tapi setiap saat boleh dilakukan," urainya.

Selain itu, saat membaca surah Yassin boleh mengulang-ulang beberapa ayat, misalnya "Salaamun qoulam mirrobbirrohim" sebanyak tiga kali.

Amalan lainnya shalat malam, sebanyak-banyaknya jumlah rakaat yang dilakukan adalah sah.

Baca juga: Mengenal Virus Hanta, Asal Usul, Gejala dan Cara Pencegahannya

Namun afdholnya melakukan shalat malam dua rakaat sekali salam, namun dilakukan empat dan enam rakaat sah.

"Apakah ada shalat tolak bala, yang benar adalah shalat hajat untuk menolak bala, berapapun rakaatnya setelah shalat membaca doa dijauhkan dari marabahaya, atau saat sedekah diniatkan untuk menolak bala, sah," ucap Buya Yahya.

Karena itu, tidak perlu menghujat amalan-amalan itu. Yang terpenting adalah tidak melakukan kebohongan misalnya mimpi bertemu Nabi SAW.

Selagi tidak bertentangan dalam Islam dan tidak dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW maka boleh-boleh saja.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved