To Build the World A New

PIDATO Soekarno Menggetarkan Dunia Dalam Sidang Majelis Umum PBB Tahun 1960

Editor: AbdiTumanggor
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pidato Presiden Soekarno di Sidang Majelis Umum PBB yang menggetarkan dunia pada tahun 1960

TRIBUN-MEDAN.COM - Mengingat pidato Presiden Soekarno (Bung Karno) yang membuat gempar dunia dalam Sidang Majelis Umum PBB pada 30 September 1960. Soekarno menyampaikan pidatonya yang berjudul 'To Build the World A New (Membangun Dunia Kembali).

Dalam pidatonya yang 'berapi-api' tersebut, Presiden Soekarno mengatakan; "semua masalah besar di dunia kita ini saling berkaitan. Kolonialisme berkaitan dengan keamanan; keamanan juga berkaitan dengan masalah perdamaian dan pelucutan senjata; sementara pelucutan senjata berkaitan pula dengan kemajuan perdamaian di negara-negara belum berkembang."

Presiden Soekarno dalam kesempatan itu juga mengajak negara-negara anggota PBB untuk turut serta dalam memperjuangkan nasib negara-negara di Asia-Afrika. Pasalnya, PBB didirikan sebelum bangsa-bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin belum banyak yang merdeka. Sementara pasca perang dunia kedua, telah banyak negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang baru merdeka. Ia pun tak gentar menyorti struktur kekuasaan PBB masih dipegang oleh negara besar bagian barat seperti Amerika dan Inggris. Lalu untuk pembebasan negara baru, pembentukan PBB harus segera diubah.

Soekarno mengingatkan bahwa karena imprealisme negara-negara di Asia dan Afrika menderita dan terjajah. Sudah waktunya imprealisme hancur dan digantikan dengan nasionalisme. Tentu apa yang diutarakan Soekarno dalam Sidang Umum PBB ini mencengangkan semua kalangan. Sebagai seorang pemimpin negara muda, Soekarno dengan lantang mengkritik negara-negara yang telah mapan. 

Soekarno tidak pandang bulu terhadap negara manapun. Ia melucuti kolonialisme di negara imprealis. Tidak gentar sedikitpun terhadap kekuatan yang lebih dulu mapan dan kuat.  Bukti nyata imprealisme tidak lagi bernyali yakni munculnya negara-negara baru di Asia maupun Afrika bahkan Amerika Latin yang berhasil melawan imprealisme dengan semangat nasionalisme. Dengan semakin banyaknya negara-negara yang merdeka, maka struktur PBB yang didominasi kekuatan Barat oleh Soekarno dianggap tidak lagi ideal. Maka, sudah seharusnya PBB mengakomodir lebih jauh partisipasi negara-negara dunia ketiga yang banyak muncul tersebut. 

Presiden Soekarno juga tidak segan mengutuk segala bentuk penjajahan, kołonialisme, dan imperialisme. Ia secara lantang memperkenalkan konsep Pancasila di depan para petinggi bangsa-bangsa dunia, Soekarno dengan yakin dan berbangga dengan konsep Pancasila yang dibangun sendiri dari nilai-nilal luhur bangsa Indonesia. 

Soekarno juga turut menyangkal pendapat seorang filosof Inggris, Bertrand Russel, yang membagi dunia ke dalam dua poros ajaran. "Maafkan, Lord Russell. Saya kira Tuan melupakan adanya lebih daripada seribu juta rakyat, rakyat Asia dan Afrika, dan mungkin pula rakyat-rakyat Amerika Latin, yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence." 

Selanjutnya, Bung Karno katakan bahwa Indonesia tidak dipimpin oleh kedua paham itu; tidak mengikuti konsep liberal maupun komunis.  Bung Karno mengusulkan ideologi Pancasila untuk mengubah struktur PBB yang ada berlandaskan Ketuhanan, Kemanusiaan, Nasionalisme, hingga musyawarah. Ternyata di balik pidato Bung Karno yang mengguncang dunia terdapat sisi menarik. Translator bahasa Inggris yang dimiliki Presiden Soekarno ini ternyata berasal dari Australia bernama Molly Bondan.

Wanita yang bernama Molly Bondan itu memiliki nama asli Molly Warner. Ia menikah dengan pria warga negara Indonesia bernama Muhammad Bondan di Brisbane, Australia, ketika berkampanye dengan warga Australia untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Molly bekerja di Departemen Luar Negeri periode 1961-1965. Molly banyak menulis teks pidato berbahasa Inggris untuk Presiden Soekarno. Salah satunya teks pidato untuk sidang umum di PBB tanggal 30 September 1960.

Selengkapnya Tonton videonya saat berpidato:

Transkrip Pidato Presiden Soekarno yang Diterjemahkan ke Dalam Bahasa Indonesia:

 'To Build the World A New" (Membangun Dunia Kembali).

Pidato Presiden Republik Indonesia Soekarno. Di muka Sidang Umum P.B.B. ke - XV Tanggal 30 September 1960

Tuan Ketua,
Para Yang Mulia,
Para Utusan dan Wakil yang terhormat,

Hari ini, dalam mengucapkan pidato kepada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa, saya merasa tertekan oleh suatu rasa tanggung-jawab yang besar. Saya merasa rendah hati berbicara di hadapan rapat agung daripada negarawan-negarawan yang bijaksana dan berpengalaman dari timur dan barat, dari utara dan dari selatan, dari bangsa-bangsa tua dan dari bangsa-bangsa muda dan dari bangsa-bangsa yang baru bangkit kembali dari tidur yang lama. Saya telah memanjatkan do'a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar lidah saya dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menyatakan perasaan hati saya, dan saya juga telah berdo'a agar kata-kata ini akan bergema dalam hati sanubari mereka yang mendengarnya. Saya merasa gembira sekali dapat mengucapkan selamat kepada Tuan Ketua atas pengangkatannya dalam jabatannya yang tinggi dan konstruktif. Saya juga merasa gembira sekali untuk menyampaikan atas nama bangsa saya ucapkan selamat datang yang sangat mesra kepada keenambelas anggaota baru dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Kitab Suci Islam mengamanatkan sesuatu kepada kita pada saat ini. Qur'an berkata: "Hai, sekalian manusia, sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sekalian dari seorang lelaki dan seorang perempuan, sehingga kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu sekalian kenal-mengenal satu sama lain. Bahwasanya yang lebih mulia di antara kamu sekalian, ialah yang lebih taqwa kepadaKu". Dan juga Kitab Injil agama Nasrani beramanat pada kita. "Segala kemuliaan bagi Allah ditempat yang Mahatinggi, dan sejahtera di atas bumi di antara orang yang diperkenanNya". Saya sungguh-sungguh merasa sangat terharu melepaskan pandangan saya atas Majelis ini. Di sinilah buktinya akan kebenaran perjuangan yang berjalan bergenerasi. Di sinilah buktinya, bahwa pengorbanan dan penderitaan telah mencapai tujuannya. Di sinilah buktinya, bahwa keadilan mulai berlaku, dan bahwa beberapa kejahatan besar sudah dapat disingkirkan. Selanjutnya, sambil melepaskan pandangan saya kepada Majelis ini, hati saya diliputi dengan suatu kegirangan yang besar dan hebat. Dengan jelas tampak di mata saya menyingsingnya suatu hari yang baru, dan bahwa matahari kemerdekaan dan emansipasi, matahari yang sudah lama kita impikan, sudah terbit di Asia dan Afrika. Sekarang, hari ini, saja berbicara di hadapan para pemimpin bangsa-bangsa dan para pembangun bangsa-bangsa. Namun, secara tidak langsung, saya juga berbicara kepada mereka yang Tuan-tuan wakili, kepada mereka yang telah mengutus Tuan-tuan kemari, kepada mereka yang telah mempercayakan hari depan mereka ditangan Tuan-tuan. Saya sangat menginginkan agar kata-kata saya akan bergema juga di dalam hati mereka itu, di dalam hati nurani ummat manusia, di dalam hati besar yang telah mencetuskan demikian banyak teriakan kegembiraan, demikian banyák jeritan penderitaan dan putus-harapan, dan demikian banyak cinta-kasih dan tawa.

Hari ini presiden Soekarno-lah yang berbicara di hadapan tuan-tuan. Namun lebih dari itu, ia adalah seorang manusia, Soekarno, seorang Indonesia, seorang suami, seorang Bapak, seorang anggota keluarga ummat manusia. Saya berbicara kepada Tuan-tuan atas nama rakyat saya, mereka yang 92 juta banyaknya di suatu nusantara yang jauh dan luas, 92 juta jiwa yang telah mengalami hidup penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, 92 juta jiwa yang telah membangun suatu Negara di atas reruntuhan suatu Imperium. Mereka itu, dan rakyat Asia dan Afrika, rakyat-rakyat benua Amerika dan benua Eropa serta rakyat benua Australia, sedang memperhatikan dan mendengarkan serta mengharap-harap. Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini bagi mereka merupakan suatu harapan akan masa depan dan suatu kemungkinan-baik bagi zaman sekarang ini. Keputusan untuk menghadiri Sidang Majelis Umum ini bukanlah merupakan suatu keputusan yang mudah bagi saya. Bangsa saya sendiri menghadapi banyak masalah, sedangkan waktu untuk memecahkan masalah-masalah itu selalu sangat terbatas. Akan tetapi sidang ini mungkin merupakan sidang Majelis yang terpenting yang pernah dilangsungkan dan kita semuanya mempunyai suatu tanggung-jawab kepada dunia seluruhnya di samping kepada bangsa-bangsa kita masing-masing. Tak seorangpun di antara kita dapat menghindari tanggungjawab itu, dan pasti tak seorang pun ingin menghindarinya. Saya sangat yakin bahwa pemimpin-pemimpin dari negara-negara yang lebih muda dan negara-negara yang lahir kembali dapat memberikan sumbangannya yang sangat positif untuk memecahkan demikian banyak masalah-masalah yang dihadapi Organisasi ini dan dunia pada umumnya. Memang, saya percaya bahwa orang akan mengatakan sekali lagi bahwa: "Dunia yang baru itu diminta untu memperbaiki keseimbangan dunia yang lama". Jelaslah bahwa pada dewasa ini segala masalah dunia kita saling berhubungan. Kolonialisme mempunyai hubungan dengan keamanan; keamanan mempunyai hubungan dengan persoalan perdamaian dan perlucutan senjata; perlucutan senjata berhubungan dengan perkembangan secara damai dari negara-negara yang belum maju. Yah, segala itu saling bersangkut-paut. Jika kita pada akhirnya berhasil memecahkan satu masalah, maka terbukalah jalan untuk penyelesaian masalah-masalah lainnya. Jika kita berhasil memecahkan misalnya masalah perlucutan senjata, maka akan tersedialah dana-dana yang diperlukan untuk membantu bangsabangsa yang sangat memerlukan bantuan itu. Akan tetapi, yang sangat diperlukan ialah bahwa masalah masalah semuanya itu harus dipecahkan dengan penggunaan prinsip-prinsip yang telah disetujui. Setiap usaha untuk memecahkannya dengan mempergunakan kekerasan, atau dengan ancaman kekerasan, atau dengan pemilikan kekuasaan, tentu akan gagal bahkan akan mengakibatkan masalah-masalah yang lebih buruk lagi. Dengan singkat, prinsip yang harus diikuti ialah prinsip persamaan kedaulatan bagi semua bangsa, hal mana tentunya tidak lain dan tidak bukan, merupakan penggunaan hak-hak azasi manusia dan hak-hak azasi nasional. Bagi semua bangsa-bangsa harus ada: satu dasar, dan semua bangsa harus menerima dasar itu, demi perlindungan dirinya dan demi keselamatan ummat manusia. Bila saya boleh mengatakannya, kami dari Indonesia menaruh perhatian yang khusus sekali atas Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami mempunyai keinginan yang sangat khusus agar Organisasi ini berkembang dan berhasil baik. Karena tindakan- tindakannya, perjuangan untuk kemerdekaan dan kehidupan nasional kami sendiri telah dipersingkat.

Halaman
12

Berita Terkini