Penunjukan tersebut tertuang dalam Surat Penugasan Nomor 1230 /ST/DPP/ IV/2023, yang ditandatangani langsung oleh Puan Maharani dan Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto.
Berikut profil Adian Napitupulu yang telah dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
Profil Adian Napitupulu
Dilansir laman resmi DPR RI, Adian Yunus Yusak Napitupulu merupakan Anggota Komisi VII DPR RI.
Adian Napitupulu diketahui berasal dari Fraksi PDI Perjuangan dengan daerah pemilihan Jawa Barat V.
Ia lahir di Manado pada 9 Januari 1971.
Ayahnya yang bernama Ishak Parluhutan Napitupulu adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) dan pernah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri di beberapa kota, sedangkan ibunya bernama Soeparti Esther.
Adian Napitupulu menikah dengan seorang perempuan bernama Dorothea Eliana Indah W.
Dari pernikahan tersebut, Adian Napitupulu dikaruniai dua orang anak yang dinamai Achilles Alvaro Adian Napitupulu dan Aurora Alethea Adian Napitupulu.
Diketahui Adian Napitulu pernah bersekolah di SDN 01 Pagi Ciganjur pada tahun 1979-1985.
Kemudian Adian Napitupulu melanjutkan sekolahnya di SMPN 166 Jaksel (18985-1988) dan SMUN 55 Jaksel (1988-1991).
Untuk jenjang Pendidikan Tinggi, Adian Napitupulu memilih berkuliah di Ilmu Hukum Universitas Kristen Indonesia (1991-2007).
Aktif di Berbagai Aksi Demonstrasi
Adian Napitupulu terbilang cukup lama dalam menyelesaikan masa kuliahnya, yakni dari tahun 1991 hingga 2007.
Hal itu dikarekanan kegiatannya menjadi seorang aktivis dimasa kuliah.
Bahkan, Adian terkenal sebagai seorang aktivis yang ikut andil dalam menggulingkan rezim orde baru.
Kondisi perpolitikan saat itu juga menjadi penyebab lamanya Adian Napitupulu menyelesaikan perkuliahannya.
Dilansir Tribunnewswiki, Adian Napitupulu memiliki rekam jejak yang cukup panjang dalam keterlibatannya di berbagai aksi demonstrasi.
Pada 1991, ketika masih menjadi buruh sebuah pabrik kayu, Adian Napitupulu terlibat dalam lima kali aksi demonstrasi dan pemogokan di pabrik.
Karena itu, Adian Napitupulu kemudian diberhentikan dari pekerjaannya secara tidak hormat.
Selama kuliah, Adian Napitupulu juga tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada 1992.
Pada 1994, Adian Napitupulu ikut mendirikan sebuah kelompok diskusi yang bernama ProDeo.
Adian Napitupulu kemudian terpilih menjadi senat mahasiswa UKI pada 1995, ia kemudian semakin aktif dalam berbagai gerakan mahasiswa.
Adian pernah ditangkap dan diinterogasi oleh polisi karena ikut dalam demonstrasi solidaritas terhadap Sri Bintang Pamungkas.
Adian Napitupulu mulai menjalin hubungan dengan PDIP dan Megawati Soekarnoputri pada 1996.
Saat itu, Adian Napitupulu bersama para aktivis lain mendirikan posko Pemuda Mahasiswa Pro Megawati untuk memberikan dukungan usai penyerbuan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996.
Organisasi itu merupakan satu-satunya yang berasal dari non-PDI yang memberikan dukungan kepada Megawati.
Dukungan tersebut ditunjukkan dengan menggalang massa untuk melakukan aksi solidaritas yang pertama dilakukan pada 28 Oktober 1996 di Gedung Sumpah Pemuda.
Karena aksi itu, Adian Napitupulu kembali ditangkap dan diinterogasi oleh polisi.
Di penghujung 1996, bersama kawan-kawannya Adian Napitupulu kemudian membentuk Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) Jakarta.
Lembaga tersebut bertujuan untuk mengorganisir korban SUTET di desa Cibentang, Parung, Bogor, Jawa Barat.
Akibat aksi bantuan tersebut, pada 1997 Adian Napitupulu pernah mengalami penganiayaan dari aparat.
Adian Napitupulu kembali mengalami penganiayaan ketika pada Pemilu 1997 ia menolak paksaan massa Golkar untuk menunjukkan jari tengah dan telunjuk yang merupakan lambang Golkar saat itu.
Beberapa pekan setelah itu, Adian Napitupulu mulai berpindah-pindah tempat tinggal, tidak lagi berkantor di LBHN karena kondisi perpolitikan yang semakin tidak stabil.
Nama Adian Napitupulu semakin diperhitungkan ketika ia ikut mendirikan Komunitas Mahasiswa se-Jabodetabek pada 1998.
Komunitas itu bernama Forum Kota (Forkot) yang berisi 16 kampus daan merupakan organisasi mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR pada 18 Mei 1998.
Setelah berakhirnya orde baru, Adian Napitupulu masih terus terlibat dalam berbagai gerakan.
Pada 2009, Adian Napitupulu mendirikan Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) yang melakukan protes dan mogok makan sebagai bentuk solidaritas atas nasib kaum buruh pada 2012.
Karier Politik Adian Napitupulu
Sebelumnya Adian Napitupulu sempat mencalonkan diri sebagai anggota DPR melalui PDI Perjuangan, namun ia belum lolos ke Senayan.
Pada Pileg 2014, Adian Napitupulu kembali mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif dan akhirnya berhasil lolos menjadi Anggota DPR RI.
Adian Napitupulu menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan untuk Dapil Jabar V dan menjabat sebagai anggota Komisi VII.
Nama Adian Napitupulu pertama menjadi perbincangan publik setelah pernyataannya yang terang-terangan menolak calon presiden Prabowo Subianto pada Pilpres 2014.
Penolakan itu dilatarbelakangi karena isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pada Pileg 2019, Adian Napitupulu juga kembali mencalonkan diri sebagai caleg di dapil yang sama.
Hasilnya, berdasarkan rekapitulasi suara dari KPU, Adian Napitupulu kembali lolos ke Senayan dengan perolehan suara sebesar 80.228 suara.
Meski lolos, namun suaranya masih kalah telak dari Fadli Zon yang juga berasal dari Dapil Jabar V dengan perolehan suara sebesar 230.524 suara.
(*/Tribun-Medan.com)