TRIBUN-MEDAN.COM,- Kepercayaan terhadap wujud makhluk gaib masih diyakini oleh sejumlah suku yang ada di Indonesia, termasuk suku Batak Toba.
Dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba, ada roh jahat bernama Sigomoang.
Diyakini, Sigomoang ini dipelihara oleh seseorang untuk melakukan perbuatan jahat.
Sigomoang dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba mirip dengan begu ganjang dalam kepercayaan masyarakat suku Karo.
Baca juga: Upacara Perumahan Begu, Ritual Pemanggilan Roh Suku Karo
Baik Sigomoang ataupun begu ganjang dapat melukai orang atas perintah tuannya.
Dalam jurnal.unimed.ad.id dengan judul Kepercayaan Masyarakat Batak Toba Terhadap Adanya Sigumoang (Roh Jahat) di Desa Simampang, Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara disebutkan, bahwa sebenarnya Sigomoang ini hanya merupakan mitos yang disampaikan turun temurun.
Adanya mitos tentang Sigomoang ini karena diyakini masyarakat tersebut belum tersentuh budaya dan pola pikir yang modern.
Sehingga, kisah tentang adanya Sigomoang masih melekat di benak masyarakat hingga saat ini.
Baca juga: Mengenal Ritual Hahonim Horja Bius yang Ada pada Masyarakat Batak Toba
Meski ada yang tidak percaya dengan keberadaan Sigomoang ini, tapi banyak juga yang meyakini keberadaannya.
Bahkan, beberapa yang yakin dengan keberadaan Sigomoang ini akan melakukan pengusiran menggunakan darah babi.
Umumnya, darah babi itu ditempelkan di dinding atau pintu rumah.
Darah babi biasanya akan ditempelkan di telapak tangan, kemudian telapak tangan yang sudah berlumur darah babi itu dicapkan ke pintu atau dinding rumah.
Baca juga: Ritual Sibiangsa, Tradisi Batak Toba Mempertahankan Kampung di Masa Lampau
Adapun makna dari telapak tangan itu menolak kehadiran Sigomoang.
Dari jurnal penelitian tersebut diuraikan, kenapa masyarakat menggunakan darah babi untuk mengusir makhluk bernama Sigomoang itu karena kepercayaan turun temurun.
Pernah satu ketika, ada warga di Desa Simampang yang meninggal dunia dengan cara tidak wajar.
Warga kemudian meyakini, bahwa orang yang mati itu karena ulah Sigomoang.
Karena isu ini, warga kemudian menjadi was-was, hingga akhirnya para tokoh adat dan masyarakat berkumpul di satu lokasi untuk melakukan ritual.
Baca juga: Mengenal Tradisi Mameakhon Sipanganon yang Kini Sudah Jarang Ditemui
Dalam ritual itu, masyarakat menyembelih seekor babi.
Lalu, peserta ritual mengeluarkan jantung babi dan menggantungnya di halaman tempat kegiatan ritual.
Selanjutnya, para tokoh adat dan masyarakat bersama-sama menusuk jantung babi itu menggunakan paku besar.
Tujuannya, agar orang yang dicurigai memelihara Sigomoang akan jatuh sakit dan mati.
Lalu, ritual pun dilanjutkan dengan menempelkan darah babi di dinding atau pintu rumah.
Baca juga: Tradisi Potong Jari Suku Dani, Cara Mengerikan Ungkap Kesedihan Atas Kematian Orang Terdekat
Hal inilah yang kemudian menjadi tradisi turun temurun, dimana masyarakat menempelkan tangan yang sudah berlumuran darah babi ke dinding dengan tujuan utuk mengusir Sigomoang.
Namun demikian, belum ada yang bisa membuktikan keberadaan Sigomoang ini.
Kisah yang ada di masyarakat hanya sebatas mitos.
Meski begitu, pada Juni 2020 lalu, warga di Kabupaten Tapanuli Utara sempat dihebohkan dengan banyaknya hewan ternak yang mati.
Isu beredar, bahwa hewan ternak yang mati dengan luka gigitan dan kehabisan darah tersebut merupakan ulah Sigomoang.
Hanya saja, pemerintah setempat menduga bahwa kematian ternak dengan luka gigitan itu akibat ulah hewan liar, bukan karena makluk gaib seperti kepercayaan banyak masyarakat.(ray/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter