"Kita sudah membuat laporan kepada kepala Dusun, kemudian ke Desa juga sudah, kemudian ke Kecamatan juga sudah,"
Dijelaskannya, pihak pemerintah setempat juga sudah sempat melayangkan surat kepada AKBP TS agar tidak membangun tembok tersebut, namun tidak dihiraukan.
Kemudian, dia pun mengirimkan surat kepada Satpol PP Deliserdang untuk meminta agar tembok tersebut dihancurkan atau dirobohkan.
"Kami layangkan surat ke Satpol-PP, akhirnya ditindaklanjuti sampai akhirnya sampai dengan surat bongkar paksa di tanggal 12 Desember, rupanya gagal," ucapnya.
"Sehingga tanggal 13 Desember, kami tanyakan lagi kenapa tidak di bongkar, sesuai dengan surat yang diedarkan kepada muspika,"
"Kata Satpol-PP ada keluarga daripada AKBP TS yang bertugas di Polda memohon kepada Satpol-PP agar tidak dibongkar paksa," lanjutnya.
Kemudian, karena tidak ada etika baik dari pembangun tembok tersebut Satpol-PP langsung melakukan pembongkaran paksa.
Namun, Ayi mengaku kecewa dengan sikap Satpol-PP yang tidak menghancurkan tembok itu seluruhnya.
Katanya, Satpol-PP Deliserdang hanya menghancurkan tembok sepanjang 29 meter. Padahal, tembok tersebut panjangnya 59 meter.
"Sehingga kami timbul tanda tanya, ada apa kok tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Tim Satpol-PP Deliserdang hanya menjalankan pembongkaran sepanjang 29 kalau di surat 59, 7 panjang jalannya," kata Ayi.
"Kalau kita lihat dari fisik yang dikerjakan saat ini ada sekitar 30,7 meter lagi yang belum di bongkar habis," pungkasnya.
(Cr11/tribun-medan.com)