TRIBUN-MEDAN.com, RANTAUPRAPAT - Jejeran karangan bunga bertuliskan ucapan selamat dan sukses atas OTT Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga menghiasi jalanan di Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara (Sumut).
Karangan bunga itu sekaligus juga sebagai dukungan dan apresiasi atas kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membongkar dugaan suap Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga.
Karangan bunga itu muncul setelah KPK melakukan OTT dan menetapkan status tersangka terhadap Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga dan tiga orang lainnya.
"Selamat dan sukses, apresiasi kinerja KPK dan Polri atas OTT Bupati Labuhanbatu. Dari emak-emak Labuhanbatu," demikian tulisan di salah satu karangan bunga yang berdiri di pinggir jalanan tersebut.
Seorang praktisi hukum asal Labuhanbatu, Nasir Wadiansan Harahap mengatakan, papan bunga tersebut merupakan luapan kekesalan masyarakat terhadap kepemimpinan Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga.
"Itu masyarakat yang membuat. Sepanjang Jalan Sudirman di simpang empat itu papan bunga ucapan rasa syukur diberikan masyarakat. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan, karena masyarakat Labuhanbatu sudah sangat resah," kata Nasir, Sabtu (13/1/2024).
Nasir berharap KPK mengusut tuntas dugaan suap di lingkungan Pemkab Labuhanbatu, termasuk seleksi penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
"Selain suap proyek, kami meminta kepada KPK untuk turut usut lelang jabatan, P3K, hingga penerimaan kepala lingkungan yang diduga ikut ada suap di dalamnya," kata Nasir.
Ia mengaku miris melihat pemimpin Labuhanbatu yang kembali terjaring OTT oleh KPK. Sebelum Erik, Bupati Labuhanbatu yang kena OTT adalah Pangonal Harahap.
"Ini terjadi dikarenakan sejak pemilihan sudah ada suap menyuap suara, bukan hanya ratusan ribu, bahkan ada di angka jutaan rupiah," katanya.
Ia meminta kepada masyarakat agar tidak menjadikan uang sebagai patokan dari pemilihan pemimpin daerah. Namun, gagasan yang harusnya diutamakan.
"Jadi, di beberapa pilkada, tidak ada adu gagasan, yang ada adu uang. Seperti Erik ini, saya tahu dia sebelum bupati memang orang kaya. Jadi, kami berharap kepada masyarakat agar tidak lagi memilih karena uang, tapi apa yang dijual sebagai gagasannya," ujarnya.
Baca juga: Sebelum Bupati Labuhanbatu Diciduk KPK, Ada Tukang Siomay Ber-HT di Seputaran RSUD Rantauprapat
Sebelumnya, Bupati Labuhanbatu Erik Adradta Ritonga resmi berstatus tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa.
KPK juga menetapkan status tersangka terhadap anggota DPRD Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga.
Sementara, pihak kepada pemberi suap, KPK menjerat dua pihak swasta, Efendy Sahputra alias Asiong dan Fazar Syahputra alias Abe.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan Erik Ritonga cs masing-masing selama 20 hari pertama terhitung mulai 12 Januari 2024 hingga 31 Januari 2024 di Rutan KPK.
Dalam jumpa pers yang digelar pada Jumat (12/1/2024) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan bahwa Erik selaku Bupati Labuhanbatu melakukan intervensi dan ikut secara aktif dalam berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD di Pemkab Labuhanbatu.
Proyek yang menjadi atensi Erik di antaranya di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR.
Khusus di Dinas PUPR yaitu proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Rakyat Sei Berombang Kecamatan Panai Tengah dan proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Tampang-Sidomakmur Kecamatan Bilah Hilir/Kecamatan Panai Hulu dengan besaran nilai pekerjan kedua proyek tersebut sebesar Rp 19,9 miliar.
"RSR dipilih dan ditunjuk EAR sebagai orang kepercayaan untuk melakukan pengaturan proyek disertai menunjuk secara sepihak siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan. Besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan dimenangkan yaitu 5 persen sampai dengan 15 persen dari besaran anggaran proyek," kata Ghufron, Jumat.
Untuk dua proyek di Dinas PUPR dimaksud, ungkap Ghufron, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan yaitu Fazar Syahputra dan Efendy Sahputra.
Kemudian, pada Desember 2023, Erik melalui orang kepercayaannya yaitu Rudi Ritonga selanjutnya meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan "kutipan/kirahan" dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR.
Penyerahan uang dari Fazar dan Efendy pada Rudi dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama Rudi dan juga melalui penyerahan tunai.
"Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima EAR melalui RSR sejumlah sekitar Rp 551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp 1,7 miliar," ungkap Ghufron.
Ghufron memastikan KPK masih akan menelusuri adanya pihak-pihak lain yang diduga juga turut memberikan sejumlah uang pada Erik Ritonga melalui Rudi Ritonga.
Selain itu, KPK terbuka untuk terus melakukan pendalaman lebih lanjut kaitan adanya dugaan perbuatan korupsi lain dalam penanganan perkara ini ke depannya.
Kronologi OTT
Kasus ini bermula dari giat operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 di wilayah Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara.
KPK total mengamankan 10 orang, yakni Erik Adradta Ritonga; Rudi Syahputra Ritonga; Fazar Syahputra; Efendy Sahputra, Kepala Dinas PUPR Labuhanbatu, Hendra Efendi Hutajulu; Kepala Dinas Kesehatan Labuhanbatu, Maharani; Agus Kaspohardi, swasta; ASN Pemkab Labuhanbatu, Susi Susanti, staf Rudi Ritonga, Elviani Batubara; Triyono, swasta.
Pada Kamis, 11 Januari 2024, kata Ghufron, KPK mendapatkan informasi telah terjadi pemberian berupa penyerahan sejumlah uang secara tunai maupun melalui transfer rekening bank ke salah satu orang kepercayaan Erik Ritonga.
Dengan informasi tersebut, tim KPK langsung bergerak dan berpencar untuk mengamankan para pihak yang ada di sekitaran wilayah Kabupaten Labuhanbatu.
Asiong 2 Kali Kena OTT
Sosok pemberi suap yakni Efendy Sahputra alias Asiong ternyata punya sejarah kelam dengan dengan KPK.
KPK menyebut Asiong pernah kena OTT terkait kasus serupa pada 17 Juli 2018 silam. Dan, kini Asiong kembali ditangkap KPK terkait dugaan menyuap Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga.
Pada kasus pertama itu, Asiong ditangkap KPK karena menyuap Bupati Labuhanbatu saat itu yakni Pangonal Harahap sebesar lebih Rp 42 miliar lebih.
Suap puluhan miliar rupiah itu untuk mendapatkan proyek-proyek yang berjalan di Labuhanbatu.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan kemudian menghukum Asiong dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan, pada sidang yang berlangsung pada 13 Desember 2018.
Menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Asiong bisa mendapatkan pemberatan hukuman karena dia seorang residivis.
"Kalau residivis ada pemberatan. Pemberatannya berdasarkan KUHP, pemberatan pidana bagi residivis itu sepertiga. Misalnya, mestinya (divonis) 12 tahun, ditambah 3 tahun. Kami memiliki pedoman penuntutan, termasuk residivis," kata Ghufron.
(cr2/tribun-medan.com)