Berita Viral

PADAHAL Kampung Halamannya, Ini Alasan Ganjar-Mahfud Kalah Telak di Madura, Warga tak Suka Mahfud MD

Penulis: Liska Rahayu
Editor: Liska Rahayu
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam sidang gugatan sengketa Pilpres di MK, Rabu (27/3/2024).

TRIBUN-MEDAN.com - Pasangan capres dan cawapres nurut 03 Ganjar-Mahfud kalah telak di Madura.

Padahal Madura adalah kampung halaman Mahfud MD.

Lantas, mengapa suara Ganjar-Mahfud kalah di Madura?

Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi alias Awiek secara terang-terangan membongkar penyebab kalahnya Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Madura, Jawa Timur.

Achmad Baidowi mengatakan kalahnya perolehan suara pasangan itu diduga karena tak terlepas dari sentimen orang Madura terhadap Mahfud MD.

Seperti diketahui, Mahfud MD, yang dikenal merepresentasikan orang Madura, malah tak disukai. 

Terbukti, perolehan suara mereka pun terjun bebas. 

Penyebab dugaan kekalahan telak Ganjar-Mahfud MD diungkap oleh Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi alias Awiek. 

Awiek memiliki analisa menarik bahwa banyak orang Madura tak memilih pasangan calon nomor urut 3 karena sosok Mahfud MD sendiri. 

Awiek, yang juga merupakan calon legislatif PPP di daerah pemilihan (Dapil) XI Jawa Timur tersebut, berkampanye  dengan berimprovisasi memasang wajah dirinya dengan Mahfud MD di baliho di seluruh Madura.  

Kala itu, Mahfud MD baru ditetapkan sebagai calon wakil presiden dari PDIP. 

Ia berharap dengan dipasangnya wajah Mahfud MD di baliho tersebut bisa memengaruhi elektabilitas Awiek sekaligus memperkenalkan Mahfud MD. 

Namun, kenyataan di lapangan tak sesuai harapan.

"Ternyata di sejumlah kecamatan, saya dimusuhi banyak orang, gambar Pak Mahfud disobek itu yang ngenes. Saya kurang tahu. Disobek gambar Pak Mahfudnya. Dimana-mana wajah Pak Mahfud disobek," kata Awiek seperti dilansir dari tayangan Youtube Total Politik pada Rabu (27/3/2024). 

Awiek yang sadar dengan maraknya kejadian ini, kemudian membawa kasus tersebut ke Bawaslu dan Polisi. 

Akhirnya, ia sempat bertemu dengan pemilih-pemilih di Madura yang mengatakan agar jangan menghubung-hubungkan Pemilihan Legislatif (Pileg) dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) saat berkampanye. 

"Akhirnya ketemu sama pemilih-pemilih yang mengatakan, "Pak kalau mau didukung pilegnya jangan bawa-bawa pilpres. Nah, ini kan real yang ada di masyarakat. Terbukti ternyata di hasil pemilunya di setiap kabupaten Ganjar-Mahfud kalah," katanya. 

Pembubaran FPI

Awiek menduga kasus perobekan wajah Mahfud MD lantaran adanya warga Madura yang kecewa dengan sosok Mahfud. 

Diketahui, warga Madura termasuk salah satu masyarakat yang kuat dalam hal keagamaan. 

Mereka akan menjadi garda terdepan membela Islam bila agama tersebut disentuh. 

Meskipun, kata Awiek, bukan berarti semua orang Madura taat dalam menjalankan ritual praktik keagamaan. 

"Nah, rupanya setelah saya telusuri yang diduga mengganggu itu, orang-orang yg kecewa dengan keputusan pemerintah pembubaran FPI (Front Pembela Islam)," ujarnya.

Mahfud MD kala itu yang mengumumkan pembubaran tersebut. 

Padahal, kata Awiek, sejatinya keputusan pembubaran itu bukan ditandatangani oleh Mahfud MD. 

"Berkali-kali kami sampaikan bahwa yang tandatangan SK itu adalah Mendagri, Menkominfo, Menteri Agama. Menkominfo waktu itu Johnny G Plate dari Nasdem mengusung Anies," jelasnya. 

Kendati sudah diberi penjelasan, orang Madura tetap tidak memercayainya. 

"Tapi orang-orang Madura lebih pinter lagi, mereka bilang "kan koordinatornya pak Mahfud", itu yang selalu dijadikan bahan di bawah," pungkasnya. 

Profil Mahfud MD

Pemilik nama asli Mohammad Mahfud Mahmodin ini merupakan seorang akademisi, hakim, dan politisi kelahiran Sampang, Madura, Jawa Timur pada 13 Mei 1957. 

Ia mengenyam pendidikan dasarnya di sekolah dasar negeri dan mengikuti pendidikan keagamaan di madrasah ibtidaiyah milik Pondok Pesantren Al-Mardhiyyah. Kemudian, ia pindah ke Pondok Pesantren Somber Lagah.

Setelah lulus, Mahfud melanjutkan studi jenjang sekolah menengah pertama di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Pamekasan.

Lalu lanjut ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (setara dengan sekolah menengah atas) di Yogyakarta.

Ia kemudian berkuliah di dua perguruan tinggi sekaligus, yakni di Universitas Gadjah Mada (UGM) jurusan Sastra Arab dan di Universitas Islam Indonesia (UII) jurusan Hukum Tata Negara.

Setelah lulus pada 1983, Mahfud MD sempat menjadi dosen di UII sembari menempuh pendidikan S2 di UGM jurusan ilmu Politik.

Ia meraih gelar magister pada 1989. Mahfud kemudian melanjutkan pendidikan S2 di UGM jurusan Ilmu Hukum Tata Negara dan lulus pada 1993.

Ia dinobatkan sebagai Guru Besar bidang Politik Hukum di UII pada tahun 2000, tepat di usianya yang ke-43.

Sepak Terjang Mahfud MD
 
Melansir Kompas.id, Mahfud MD menggeluti sejumlah pekerjaan sebelum terjun di politik. Ia menjadi dosen di sejumlah perguruan tinggi, seperti UII, UIN Sunan Kalijaga, dan STIE Widya Wiwaha, Yogyakarta.

Ia juga pernah memegang jabatan akademik, di antaranya Pembantu Rektor I UII (1994–2000), Direktur/Guru Besar Fakultas Hukum UII (1996–2000), dan Rektor Universitas Islam Kadiri (2003–2006).

Tak hanya itu, ia juga aktif mengajar di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Sebelas Maret (UNS) dan lebih dari 10 universitas lain di program Pascasarjana S2 dan S3.

Pada tahun 2000, karier Mahfud MD di bidang eksekutif dimulai ketika dia ditunjuk menjadi Deputi Menteri Negara Urusan HAM yang membidangi produk legislasi Hak Asasi Manusia.

Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, ia dilantik menjadi Menteri Pertahanan, kemudian pada tahun 2001 dia dipercaya memegang jabatan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Setelah Gusdur lengser, ia melepas jabatannya. Mahfud MD kemudian bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP PKB pada 2002-2005.

Pada Pemilu 2004, Mahfud mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR dari PKB untuk dapil X Jawa Timur dan akhirnya terpilih.

Ia duduk sebagai anggota Komisi III DPR periode 2004-2008.

Pada 2008, ia masuk ke lembaga yudikatif dan terpilih sebagai hakim konstitusi baru Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian, ia terpilih menjadi Ketua MK selama dua periode, yakni 2008-2011 dan 2011-2013.

Melansir Kompas.com, Mahfud MD pernah menjadi anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila pada 2017 hingga 2018. 

Pada 2018, Mahfud MD juga menjadi anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Lalu, setelah Pemilihan Umum 2019, Mahfud MD ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menjabat Menko Polhukam hingga saat ini.

(*/tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter 

 

 

Berita Terkini