Ia menyatakan, pihaknya tak akan mendiamkan tindakan mereka yang terus mengganggu aktivitas masyarakat sipil di sana.
"Saya akan tindak tegas untuk apa yang dilakukan oleh OPM. Tidak ada negara dalam suatu negara," katanya menegaskan.
Jenderal TNI Agus menambahkan, TNI mempunyai metode tersendiri untuk penyelesaian masalah di Papua.
Meski pihaknya akan melakukan operasi bersenjata, tetapi TNI juga mengedepankan pendekatan teritorial untuk membantu percepatan pembangunan dan mensejahterakan masyarakat.
"Tentara kita di sana ngajar, memberikan pelayanan kesehatan masyarakat, selalu diganggu. Padahal kita akan memberikan bantuan pelayanan masyarakat, masa harus didiamkan," katanya.
Perubahan OPM ke KKB Menyuburkan Kekerasan
Diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Hasanuddin menilai perubahan nama OPM ke KKB/KST di Papua justru menyuburkan kekerasan itu sendiri.
Kelompok/Organisasi separatis ini memang sejak dulu ingin merdeka. Apalagi, mereka juga punya kenangan trauma yang cukup lama di era Orde Baru.
"Ada trauma yang dalam pada masyarakat Papua di era Orba tanpa memperhatikan HAM. Ada 11 kali operasi militer yang pernah dilakukan. Inilah yang menimbulkan trauma masyarakat Papua,” kata Hasanuddin ketika perubahan nama OPM menjadi KKB.
Hasanuddin bercerita, ketika dirinya masih menjabat ajudan Presiden Habibie, pernah diminta untuk mengundang 100 tokoh Papua ke Jakarta. Terjadi perdebatan dalam pertemuan tersebut.
Para tokoh Papua ini minta referendum, karena ada keinginan lepas dari NKRI. Akhirnya, ketika itu diambil kebijakan berupa pemberian Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua.
Lalu, digelontorkanlah anggaran besar ke Papua. Namun, kata dia, anggaran Otsus hanya dinikmati kaum elit Papua. Anggaran seperti tak mengalir ke lapisan rakyat paling bawah.
"Masyarakat di bawah tetap sulit mendapatkan ubi jalar, sulit mendapatkan akses kesehatan, dan pendidikan juga tidak tersentuh," ungkapnya ketika itu.
Purnawirawan Mayjen TNI itu pun menyesalkan mengapa istilah OPM diubah menjadu KKB.
Dalam pandangannya KKB hanyalah kelompok kriminal biasa. Padahal, lanjut Hasanuddin, mereka yang kebetulan tertangkap selalu menyuarakan Papua merdeka.