Diketahui, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia menjadi tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat eks calon anggota legislatif (caleg) PDIP Harun Masiku.
Peran Hasto Kristiyanto
KPK menduga Hasto Kristiyanto bersama Harun Masiku memberi suap ke Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat Komisioner KPU RI. Namun, sejauh ini belum ada keterangan resmi dari KPK.
Harun Masiku, politikus PDIP dan eks calon legislatif partai itu, adalah tersangka kasus suap terhadap seorang komisioner KPU terkait proses pergantian antar waktu.
Dalam laporan persidangan, terungkap bahwa Harun disetujui oleh rapat pleno PDIP untuk menggantikan posisi anggota DPR yang meninggal dunia.
Oleh karena itulah, suap itu diberikan agar Wahyu mengupayakan Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat proses pergantian antarwaktu (PAW).
Selain Harun dan Wahyu, KPK menetapkan orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio, dan seorang swasta bernama Saeful sebagai tersangka.
Ketika Harun Masiku masih menjadi buron, Wahyu bersama dua tersangka lain telah menjalani persidangan.
Wahyu Setiawan dihukum 7 tahun penjara, Agustiani dihukum 4 tahun penjara, dan Saeful dihukum 1 tahun 8 bulan penjara.
Pasal yang menjerat Hasto
Dalam surat yang diterima Tribunnews, Hasto Kristiyanto dijerat menggunakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Berikut ini isi pasal tersebut:
Pasal 5
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 250.000.000 setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.