TRIBUN-MEDAN.com, TARUTUNG - Pada tanggal 29 Desember 2024 lalu, dua lokasi di Kabupaten Tapanuli Utara alami banjir bandang, yakni Desa Simorangkir di Kecamatan Siatas Barita dan Desa Sarulla di Kecamatan Pahae Jae.
Saat terjadi banjir bandang tersebut, warga sekitar panik. Di Kecamatan Pahae Jae, Sungai Sarulla atau yang kerap mereka sebut Aek Saulla meluap hingga terjadi banjir bandang.
Material pasir, tanah, bebatuan dan potongan kayu menyerang lokasi yang berada di bantaran sungai. Akibatnya, sejumlah rumah roboh dan isinya terbawa arus sungai.
Kepala Desa Sarulla Fernando Siburian menuturkan seputar kronologi kejadian. Ia juga bagian dari korban peristiwa nahas tersebut. Ia jelaskan, ada sebanyak 6 desa yang terdampak banjir tersebut.
"Pada tanggal 29 Desember 2024 pukul 19.00 WIB terjadi banjir bandang di Kecamatan Pahae Jae. Banjir bandang ini juga berdampak pada 6 desa," ujar Kades Sarulla Fernando Siburian dalam video yang diperoleh tribun-medan.com, Kamis (9/1/2025).
Sekitar 127 rumah alami kerusakan dan 700 lahan pertanian rusak serta gagal panen akibat banjir bandang tersebut. Keadaan seperti ini memengaruhi ekonomi masyarakat sekitar yang mayoritas petani.
Warga sekitar gagal panen dan pemulihan lahan mereka diperkirakan memakan waktu sekitar dua tahun. Pasalnya, pasir akibat banjir pandang tutupi area pertanian setinggi satu meter. Seandainya pasir bisa dievakuasi, mutu tanah tidak seperti dulu lagi.
"Ada 127 rumah yang terdampak dan 700 areal pertanian atau lahan pertanian yang diusahai 700 kepala keluarga," terangnya.
Hingga saat ini, mereka berharap agar pemulihan lahan pertanian sesegera mungkin dilakukan. Ditambah lagi, pengadaan dinding penahan sungai yang mesti ditinggikan.
Hingga saat ini, ia bersama warga lainnya belum bisa melakukan aktivitas bertani seperti biasanya.
"Sampai sekarang, ada sekitar 1 meter pasir ketinggiannya dari lahan pertanian. Mungkin, hingga tahun depan, lahan pertanian yang ditimbun pasir tersebut belum bisa digunakan sebagai lahan pertanian," sambungnya.
Ia bersama warga lainnya mesti menunggu beberapa tahun lagi agar lahan pertanian yang sempat tertimbun tersebut dapat digunakan atau diolah.
"Kita harus menunggu beberapa tahun lagi, termasuk juga irigasi yang ada di Kecamatan Pahae Jae ini, rusak parah," tuturnya.
"Saat banjir bandang, air meluap hingga mencapai ketinggian 1 hingga 1,5 meter. Sehingga kami butuh tembok penahan sungai," sambungnya.
Selain areal pertanian, ia juga berharap rumah warga yang berada di pinggir sungai dibangun kembali dan keluarga pemiliknya kembali menempatinya.