Putrinya tidak menjawab satu kata pun. Ia hanya terdiam, menyadari bahwa segala ucapan ibunya adalah kenyataan pahit yang kini harus ia telan sendiri.
Sang ibu mengungkapkan penyesalannya karena pernah berkata bahwa anaknya tidak boleh pulang.
Ia mengakui bahwa kata-kata itu menjadi tembok yang menghalangi sang putri untuk kembali.
Ketika ditanya mengapa tidak kembali ke rumah setelah mengalami kesulitan, sang putri menjawab lirih bahwa ia sudah tidak punya muka untuk pulang.
“Meskipun jalan yang saya pilih harus saya jalani sambil berlutut, saya akan terus melangkah,” ujar sang anak.
Ibu tersebut kini berniat membelikan rumah baru yang lebih layak untuk putrinya. Namun, keputusan itu menimbulkan perdebatan di kalangan warganet.
Banyak yang menilai bahwa sang ibu tidak seharusnya membelikan rumah, dan lebih baik menyimpan uang untuk masa tuanya.
Mereka beranggapan bahwa sang anak telah dewasa, memilih jalan hidupnya sendiri, dan kini harus bertanggung jawab atas keputusannya, termasuk konsekuensi pahitnya.
Beberapa komentar di media sosial menunjukkan dukungan terhadap keputusan sang ibu untuk tetap peduli, namun tidak sedikit juga yang menyalahkan cara keluarga menangani konflik sejak awal.
Menurut sebagian warganet, jika orang tua memberikan nasihat dengan cara yang lebih lembut dan terbuka, bukan dengan ultimatum, mungkin sang anak tidak akan merasa terasing dan meninggalkan rumah.
Ada pula yang menekankan bahwa di balik semua luka itu, kasih sayang orang tua tidak pernah benar-benar hilang.
(cr31/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan