190 Kg Sabu Gagal Edar di Langkat-Binjai: Kapal Nelayan Dimodifikasi, Anak-anak Dieksploitasi Jadi Pengintai
TRIBUN-MEDAN.COM, LANGKAT-Upaya penyelundupan sabu dalam jumlah besar digagalkan Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara.
Sebanyak 190 kilogram sabu-sabu diamankan dari sebuah kapal nelayan yang dimodifikasi secara khusus, setelah polisi melakukan operasi di wilayah perairan Langkat.
Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Langkat, Rabu (20/8/2025), Kepolisian Daerah Sumut bersama jajaran Polres Langkat dan Binjai mengumumkan total 429 kasus berhasil diungkap, dengan jumlah tersangka mencapai 534 orang.
Angka ini mencerminkan situasi darurat narkoba di wilayah tersebut, yang menjadi zona merah peredaran narkotika.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut, Kombes Pol DR Jean Calvijn Simanjuntak SIK SH MH, mengatakan bahwa sabu seberat hampir dua kuintal itu hendak diedarkan melalui jalur laut, menggunakan kapal yang sudah diubah bagian lambungnya menjadi ruang penyimpanan tersembunyi.
“Kapal Oscadon ini sudah dimodifikasi. Saat kami hentikan di laut, tidak langsung tampak. Tim butuh enam jam membongkar isi kapal di tengah ombak besar sebelum menemukan sabu yang disembunyikan,” kata Calvijn.
Dua tersangka diamankan dalam operasi tersebut.
Mereka diketahui mendapat perintah langsung dari narapidana berinisial YD, yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO).
YD diduga kuat menjadi otak pengendali distribusi narkoba dari dalam lembaga pemasyarakatan.
“Ini bukan pengiriman kecil-kecilan. Ini jaringan besar. Dan kapal ini hanya satu dari banyak cara yang mereka siapkan,” ujar Calvijn.
Tak hanya di laut, aparat juga menggencarkan penindakan di darat.
Sejumlah barak narkoba ditemukan tersebar di tengah ladang, kebun sawit, hingga hutan terpencil.
Barak ini digunakan sebagai tempat transaksi, konsumsi, bahkan penyimpanan narkoba. Sistem keamanannya dibuat berlapis mulai dari CCTV, HT, hingga anak-anak di bawah umur yang dijadikan pengintai.
Mereka ditempatkan di pos-pos luar untuk memberi peringatan dini jika aparat masuk. “Mereka menjadikan anak-anak sebagai tameng. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi kejahatan kemanusiaan,” tegas Calvijn.