Berita Internasional

Mempelai Pria Tewas Akhiri Hidup, Diduga karena Tuntutan Tambahan Mahar dari Pihak Pengantin Wanita

Acara pernikahan yang seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan berubah menjadi tragedi memilukan.

SANOOK.COM
PENGANTIN TEWAS: Pengantin pria tewas bunuh diri dengan cara melompat ke sungai di hari pernikahannya, diduga karena tuntutan tambahan uang mahar atau biasa disebut “uang turun mobil” dari mempelai wanita 

TRIBUN-MEDAN.com - Acara pernikahan yang seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan berubah menjadi tragedi memilukan.

Seorang mempelai pria di Kota Zhenyang, Provinsi Shaanxi, Tiongkok, memilih mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke sungai di hari pernikahannya sendiri, Rabu (8/10/2025).

Hingga sehari setelah kejadian, jasadnya belum berhasil ditemukan.

Kabar duka itu membuat keluarga mempelai pria syok dan berduka, terutama sang ibu yang menunggu di tempat acara pernikahan.

Ia dikabarkan langsung jatuh pingsan ketika mengetahui anaknya mengakhiri hidup di hari yang seharusnya menjadi momen paling bahagia.

Dikutip dari Sanook.com Senin (6/10/2025), menurut keterangan sejumlah saksi, peristiwa itu dipicu masalah permintaan tambahan uang “biaya turun dari mobil” yang diminta keluarga mempelai wanita.

Pihak perempuan diduga menuntut tambahan sebesar 20.000 yuan, di luar biaya pernikahan yang sudah dikeluarkan pihak pria.

Padahal, menurut kerabat dekat, mempelai pria yang bekerja sebagai guru itu telah menghabiskan hampir seluruh tabungan dan bahkan berutang demi menyelenggarakan pesta pernikahan.

Tekanan tambahan yang datang secara tiba-tiba membuatnya marah, putus asa, dan akhirnya memilih melompat dari Jembatan Zhenhe.

Saat ini, aparat gabungan masih melakukan pencarian intensif di lokasi kejadian. Sementara itu, kisah tragis ini menimbulkan diskusi panas di media sosial Tiongkok.

Banyak warganet mempertanyakan nasib mempelai wanita, yang dianggap sebagian orang sebagai pihak penyebab tragedi, dan apakah ia bisa melanjutkan hidup serta membangun rumah tangga setelah kejadian tersebut.

Seorang pembawa acara pernikahan dari Beijing yang pernah memimpin resepsi di daerah Zhenyang juga angkat bicara.

Menurutnya, di daerah pedesaan miskin di Shaanxi, termasuk Ankang dan Zhenyang, praktik meminta uang tinggi dari pihak pria saat pernikahan sudah menjadi kebiasaan.

Bahkan, beberapa keluarga menganggap menikahkan anak perempuan sebagai “kesempatan mencari uang”.

Fenomena itu membuat banyak perempuan terbiasa dengan pandangan materialistis dalam pernikahan.

Walaupun keluarga mendapatkan uang banyak, kehidupan setelah pernikahan seringkali penuh konflik dan kesulitan.

Selain itu, beberapa warganet turut membagikan pengalaman pribadi. Ada seorang wanita yang menceritakan bagaimana dirinya membantu mengurus pernikahan keponakan yatim piatu.

Ia hanya meminta mas kawin secukupnya dan mengingatkan bahwa mahar atau uang hantaran seharusnya dipandang sebagai “hadiah”, bukan alat untuk menekan keluarga calon pengantin.

Pengalaman lain dibagikan seorang pria dari Provinsi Anhui. Ia mengatakan, tradisi mahar di daerahnya sangat tinggi, mencapai 88.000 yuan untuk lamaran dan 288.000 yuan saat akad nikah, belum termasuk rumah, mobil, emas, dan berbagai barang lainnya.

Menurutnya, kebiasaan semacam itu justru memperburuk kondisi pernikahan masyarakat miskin.

Namun, ada pula cerita positif. Seorang ibu mengaku awalnya meminta 200.000 yuan untuk menikahkan anak perempuannya.

Tetapi, karena pihak mempelai pria yang berasal dari keluarga sederhana tetap berusaha memenuhi syarat tersebut, ia akhirnya luluh dan justru menikahkan anaknya tanpa menerima uang sedikit pun. Kini, pasangan itu hidup bahagia dengan anak kembar.

(cr31/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved